BAB I
PENDAHULUHAN
A.
latar Belakang masalah
Islam mengajarkan kehidupan yang dinamis dan progresip,
menghargai akal pikiran melalui pengembangan ilmu pengetuan dan teknologi,
bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan material dan seperitual, senantiasa
mengembangkan kepedulian sosial, menghargai waktu, bersikap terbuka,
demokratis, berorientasi pada kualitas, egaliter, kemitraan, anti
feodalistik,mencintai kebersihan,mengutamakan persaudaraan, berakhlak mulia dan
bersikap positif lainnya.
Hal ini semua dapat kita capai atau kita wujudkan melalui
pendidikanislam. Pendidikan islam dalam menginplementasikan tidak semudah
seperti mengimplementasikan ilmu pengetahuan lainya. Sebelumkita
mengimplementasikan pendidikan islam di tengah masyarakat haruslah diteliti
terlebih dahulu. Nah disinilah kita perlu memperlajari, mengetahui tentang
model penelitian pendidikan islam.
Pendidikan islam merupakan salah satu bidang studi islam
yg mendapat banyak perhatian dari para ilmuan. Hal ini kaena disamping peran
nya yang amat strategis dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia, juga
karena di dalam pendidikan islam terdapat berbagai masalah yang kompleks dan
memerlukan penanganan yang segera. Bagi mereka yang akan terjun kedalam bidang
pendidikan islam harus memiliki wawasanyang cukup tentang pendidikan islam dan memiliki
kemamuan islam untuk mengembangkan nya sesuai dengan tuntutan zaman
Berkenaan dengan itu pada bab ini penyaji ingin mengajak
pembaca untuk memahami apa yang di maksud dengan pendidikan islam serta
berbagai masalah yang terkait dengan nya, dan mengetahui berbagai model yang
dilakukan dalam penelitianpendidikan islam sebagai bahan perbandingan untuk
melakukan pengembangan konsep konsep pendidikan islam sesuai dengan tuntutan
zaman.
B.
RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1.
Apa pendidikan islam itu?
2.
apa saja aspek aspek pendidikan islam?
3.
Apa saja model penelitian dalam ilmu pendidikan islam?
C.
TUJUAN PENULISAN
Ada pun tujuan penulisan makalah ini adalah agar kita
mngetahui:
1.
Pengertian pendidikan islam.
2.
Aspek aspek pendidikan islam.
3.
Model penelitian dalam ilmu pendidikan islam.
BAB II
MODEL PENELITIAN
PENDIDIKAN ISLAM
A.
PENGERTIAN PENDIDIKAN ISLAM
Dalam bahasa
arab, para pakar pendidikan pada umumnya menggunakan kata tarbiyah untuk arti
pendidikan. Ahmad Fuad Al-Ahwani, Ali Khalil Abu Al-‘Ainain, Muhammad Athiyah
Al-Abrasyi dan Muhammad Munir Mursyi misalnya menggunakan kata tarbiyah untuk
arti pendidikan.
Penggunaan kata
tarbiyah untuk arti pendidikan secara panjang lebar ditentang oleh Muhammad
Al-Naquib Al-Attas dalam bukunya berjudul Konsep Pendididkan daam Islam. Dalam
hubungan ini, ia mengatakan bahwa tarbiyah dalam konotasinya yang sekarang,
merupakan istilah yang relatif baru, yang bisa dikatakan telah dibuat oleh
orang-orang yang mengaitkan dirinya dengan pemikiran modernis. Istilah tersebut
dimaksudkan untuk mengungkapkan makna pendidikan tanpa memperhatikan sifatnya
yang seebenarnya. Lebih lanjut ia mengatakan adapun kata-kata latin educare dan
education, yang dalam bahasa inggris berarti educare dan education, secara
konseptual dikaitkan dengan kata-kata lain educare dalam bahasa bahasa inggris
educe yang berarti menghasilkan dan mengembangkan, mengacu kepada segala
sesuatu yang bersifat fisik dan material. Yang dituju dalam konsepsi pendidikan
yang diturunkan dari konsep-konsep latin yang dikembangkan dari istilah-istilah
tersebut diatas, menurut Naquib Al-Attas, meliputi spesies hewan dan tidak
terbatas pada hewan berakal.
Sebagai
alternatif yang diajukan Al-Attas untuk istilah pendidikan islam adalahharus
dibangun dari berbagai istilah yang secara substansial mengacu kepada pemberian
pengetahuan, pengalaman, kepribadian, dan sebagainya. Pendidikan islam harus
dibangun dari perpaduan istilah ‘ilm atau ‘allama (ilmu, pengajaran), ‘adl
(keadilan), ‘amal (tindakan), baqq (kebenaran atau ketepatan hubungan dengan
yang benar dan nyata, nutbq (nalar), nafs (jiwa), qalb (hati), ‘aql (pikiran
atau intelek), maratib dan darajat (tatanan hirarkis), ayat (tanda-tanda dan
simbol-simbol), tafsir dan ta’wil (pejelasan dan penerangan), yang secara
keseluruhan istilah tersebut terkandung dalam istilah adab. Dari berbagai
istilah yang dipadukanitu, maka pendidikan dapatdiartikan pengenalan dan
pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan di dalam diri manusia, tentang
tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan
sedemikian rupa, sehingga membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan tempat
Tuhan yang tepat di dalam tatanan wujud dan keperiadaan.
Kurshid Ahmad
berpndapat bahwa dari segi bahasa (etimologi), education (pendidikan) berasal
dari bahasa latin to ex (out) yang berati keluar, dan decure duc yang berarti
mengatur, memimpin, mengarahkan (to lead). Dengan demikian, secara harfiah
pendidikan berarti mengumpulkan, menyampaikan informasi, dan menyalurkan bakat;
dan pada dasarnya pengertian pendidikan ini terkait dengan konsep penyampaian
informasi dan pengembangan bakat yang tersembunyi.
Adapun pengartian
pendidikan dari segi istilah kita dapat merujuk kepada berbagai sumber yang
diberikan para ahli pendidikan. Dalam undang-undang tentang sistem pendidikan
nasional (UU RI No.2 Th. 1989) dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar
untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau
latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.
Selanjutnya,
Bapak Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara, mengatakan bahwa pendidikan
berartidaya upaya untuk memajukan pertumbuhan budi pekerti (kekuatan batin,
karakter), pikiran (intelect) dan tubuh anak yang antara satu dan lainnya
saling berhubungan agar dapat memajukan kesempurnaan hidup, yakni kehidupan dan
penghidupan anak-anak yang kita didik selaras dengan dunianya.
Adapun pengertian
islam berasal dari bahasa arab aslama, yuslimu islaman yang berarti berserah
diri, patuh, dan tunduk. Kata aslama tersebut pada mulanya berasal dari salima,
yang berarti selamat, sentosa, dan damai. Dari pengertian demikian, secara
harfiah islam dapat diartikan patuh, tunduk, berserah diri (kepada Allah) untuk
mencapai keselamatan. Pengertian islam dari segi kebahasaan ini sudah mengacu
kepada misi islam itu sendiri yaitu mengajak manusia agar hidup aman, damai,
dan selamat dunia akhirat dengan cara patuh dan tunduk kepada Allah, yang
selanjutnya upaya ini disebut sebagai ibadah.
Selanjutnya,
islam menjadi nama bagi suatu agama yang ajaran-ajaranya diwahyukan Tuhan
kepada masyarakat manusia melalui Nabi Muhammad Saw. sebagai rasul. Islam pada
hakikatnya membawa ajaran-ajaran yang bukan hanya mencapai satu segi, tetapi
mengenai berbagai segi dari kehidupan manusia.
Sebagai agama
yang bersumber pada wahyu (Alquran) dan Al-Sunnah, islam terbukti meiliki
ajaran yang komperehensif,yaitu ajaran yang tidak hanya ditujukan untuk
mencapai kebahagiaan hidup di dunia ini, melainkan juga di akhirat nanti.
Selanjutnya, jika
kata pendidikan dan islam disatukan menjadi pendidikan islam, artinya secara
sederhana adalah pendidikan yang berdasarkan ajaran islam dengan ciri-cirinya
sebagaimana tersebut diatas. Namun, dalam arti yang lebih luas pendidikan islam
memiliki pengertian yang bermacam-macam. Sebagian ada yang mengatakan bahwa
pendidikan islam adalah proses pewarisan dan pengembangan budaya manusia yang
bersumber dan berpedomankan ajaran islam sebagaimana termaktub dalam Alquran
dan terjabar dalam sunah rasul. Pakar lainnya berpendapat bahwa pendidikan
islam merupakan pergaulan yang mengandung rasa kemanusiaan terhadap anak dan
mengarahkan kepada kebaikan disertai dengan perasaan cinta kasih kebapakan
dengan menyediakan suasana yang baik dimana bakat dan kemampuan anak dapat
tumbuh berkembang secara lurus. Sementara itu, pakar lainnya berpendapat bahwa
pendidikan islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum
agama islam menuju kepada terbentuknya kepribadiaan utama menurut ukuran-ukuran
islam.
Secara
keseluruhan, definisi yang bertemakan pendidikan islam itu mengacu kepada suatu
pengertian bahwa yang dimaksud dengan pendidikan islam adalah upaya membimbing,
mengarahkan, dan membina peserta didikan yang dilakukan secara sadar dan
terencana agar terbina suatu kepribadiaan yang utama sesuai dengan nilai-nilai
ajaran islam. Tujuan ini secara hirarkis bersifat ideal, bahkan universal.
B.
ASPEK-ASPEK PENDIDIKAN ISLAM
Pendidikan islam
sebagaimana pendidikan lainnya memiliki berbagai aspek yang tercakup di
dalamnya. Aspek tersebut dapat dilihat dari segi cakupan materi didikannya,
filsafatnya, sejarahnya, kelembagaannya, sistemnya, dan dari segi kedudukannya
sebagai sebuah ilmu. Dari segi aspek materi didikannya, pendidikan islam
sekurang-kurangnya mencakup pendidikan fisik, akal, agama (akidah dan syariah),
akhlak, kejiwaan, rasa keindahan, dan sosial kemasyarakatan. Berbagai aspek
materi yang tercakup dalam pendidikan islam tersebut dapat dilihat dalam
Alquran dan Al-Sunnah serta pendapat para ulama. Pendapat lain mengatakan bahwa
materi pendidikan islam itu pada prinsipnya ada dua, yaitu materi didikan yang
berkenaan dengan masalah keduniaan dan materi didikan yang berkenaan dengan
masalah keakhiratan. Hal ini didasarkan pada kandungan ajaran islam yang mengajarkan
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Dilihat dari segi sejarah atau periodenya, pendidikan
islam mencakup :
1.
Periode pembinaan islam yang berlangsung pada zaman Nabi
Muhammad Saw. Masa ini berlangsung sejak Nabi Muhammad Saw. menerima wahyu dan
menerima pengangkataannya sebagai rasul, sampai dengan lengkap dan sempurnanya
ajaran islam menjadi warisan budaya umat islam. Masa tersebut berlangsung
selama lebih kurang 23 tahun, yaitu sejak Nabi Muhammad Saw.
2.
Periode pertumbuhan pendidikan islam yang berlangsung
sejak zaman Nabi Muhammad wafat sampai masa akhir Bani Umayyah yang diwarnai
oleh berkembangnya ilmu-ilmu naqliyah. Pada masa pertumbuhan dan
perkembangannya itu, pendidikan islam mempunyai dua sasaran. Pertama, yaitu
generasi muda sebagai generasi penerus dan masyarakat bangsa lain yang belum
menerima ajaran islam; dan kedua, adalah penyampaian ajaran islam dan usaha
internalisasinya dalam masyarakat bangsa yang baru menerimanya yang di dalam
islam lazim disebut sebagai dakwah islami.
3.
Periode kejayaan (puncak perkembangan) pendidikan islam,
yang berlangsung sejak permulaan Daullah Abbasiyah sampai dengan jatuhnya
Baghdad, yang diwarnai oleh berkembangnya ilmu akliah dan timbulnya madrasah,
serta memuncaknya perkembangan kebudayaan islam;
4.
Periode kemunduran pendidikan islam, yaitu sejak jatuhnya
baghdad sampai jatuhnya mesir ke tangan Napoleon, yang ditandai dengan
runtuhnya sendi-sendi kebudayaan islam dan berpindahnya pusat-pusat
pengembangan kebudayaan ke dunia barat;
5.
Periode pembaharuan pendidikan islam yang berlangsung
sejak pendudukan mesir oleh Napoleon sampai masa kini, yang ditandai oleh
gejala-gejala kebangkitan kembali umat dan kebudayaan islam.
Selanjutnya, dilihat dari segi kelembagaannya pendidikan
islam mengenal adanya pendidikan yang dilaksanakan di rumah, masjid, pesantren,
dan madrasah dengan berbagai macam corak dan pendekatannya, lembaga-lembaga
pendidikan islam ini dapat dibagi lagi menurut periodesasinya, yaitu lembaga
pendidikan islam zaman Rasulullah Saw., lembaga pendidikan di zaman Khulafaur
Rasyidin, lembaga pendidikan di zaman Umayyah, dan lembaga pendidikan di zaman
Abbasiyah dan Andalusia.
Pendidikan islam sebagai sebuah sistem adalah suatu
kegiatan yang di dalamnya mengandung aspek tujuan, kurikulum, guru (pelaksana pendidikan),
metode, pendekatan, sarana prasarana, lingkungan, adminitrasi, dan sebagainya
yang antara satu dan lainnya saling berkaitan dan membentuk suatu sistem yang
terpadu. Apabila salah satu aspek pendidikan tersebut berubah, bagian aspek
lainnya juga berubah. Dari berbagai aspek pendidikan demikian selanjutnya telah
membentuk berbagai disiplin ilmu pendidikan islam, yaitu ilmu yang membahas
berbagai masalah yang berkaitan dengan pendidikan. Dalam hubungan ini dijumpai
adanya ilmu yang khusus membahas tujuan pendidikan yang dipadukan dengan
filsafat pendidikan islam; ilmu yang membahas tentang kurikulum, ilmu yang
membahas tentang guru, lingkungan pendidikan,administrasi pendidikan dan
sebagainya. Dari keadaan demikian itulah selanjutnya dibuka Fakultas Tarbiyah
pada seluruh Institut Agama Islam Negeri (IAIN) yang tersebar di seluruh
indonesia.
C.
MODEL PENELITIAN ILMU PENDIDIKAN ISLAM
Dilihat dari segi objek kajiannya, Ilmu Pendidikan dapat
di bagi kepada tiga bagian. Pertama, ada pengetahuan ilmu, yaitu pengetahuan
tentang hal-hal atau objek-objek yang empiris, diperoleh dengan melakukan
penelitian ilmiah, dan teori-teorinya bersifat logis dan empiris.
Kedua, pengetahuan filsafat, yaitu pengetahuan tentang
objek-objek yang abstrak logis, diperoleh dengan berpikir, dan teori-teorinya
bersifat logis dan hanya logis (tidak empiris). Kebenaran atau kesalahan teori
filsafat hanya di ukur dengan logika; bila logis di nilai benar; bila tidak
maka salah.
Ketiga, pengetahuan mistik, yaitu pengetahuan yang
objek-objeknya tidak bersifat empiris, dan tidak pula terjangkau oleh logika.
Objek pengetahuan ini bersifat abstrak, supra logis. Objek ini dapat diketahui
melalui berbagai cara, misalnya dengan merasakan pengetahuan batin.
Berdasarkan penjelasan di atas,maka pengetahuan (ilmu)
pendidikan islam terdiri dari pengetahuan filsafat pendidikan, tasawuf (mistik)
pendidikan dan ilmu pendidikan. Filsafat dan tasawuf terkadang disebut ilmu,
padahal secara akademis keduanya itu bukan ilmu tetapi pengetahuan karena yang
disebut ilmu harus bersifat empiris dan memiliki ciri-ciri ilmiah. Dengan
demikian jika disebutkan Ilmu Pendidikan Islam, cakupannya ialah
masalah-masalah yang berada dalam dataran ilmu (sains), yaitu objek-objek yang
logisdan empiris tentang pendidikan.
Penelitian dalam arti kajian yang berdasarkan logika
(filsafat) dan keyakinan (mistik) telah banyak dilakukan para ulama islam.
Misal Mohammad Al-Toumy Al-Syaibani, melalui tulisnya berjudul Falsafah
al-Tarbiyah al-Islamiyah. Ahmad D. Marimba menulis buku berjudul Pengantar
Filsafat Pendidikan Islam.
Sementara itu, kajian terhadap pengetahuan tasawuf
(mistik) mengenai pendidikan antara lain dilakukan oleh Al-Ghazali yang
terintegrasi dalam bukunya Ibya’ Ulum al-Din.
Adapun kajian atau tepatnya penelitian terhadap ilmu
pendidikan yang bersifat empiris dinilai masih belum banyak dilakukan para
pakar islam. Sedangkan kajian atau penelitian yang berkenaan dengan ilmu yang
terakhir inilah yang menjadi modal bagi pengembangan ilmu pendidikan islam.
Teori-teori yang perlu dikembangkan dalam ilmu pendidikan
islam, menurut Ahmad Tafsir, ternyata luas sekali. Keluasan itu disebabkan
karena kegiatan pendidikan islam memang luas sekali. Pendidikan islam itu di
mulai dari sejak anak didik dapat dibayangkan adanya, kemudian ia berada dalam
kandungan, dalam masa bayi, kanak-kanak, remaja, pemuda, dewasa sampai dengan
masa tua. Dari pemikiran demikian, teori-teori pendidikan islam yang dapat
dikembangkan dari hasil penelitian antara lain teori tentang pendidikan islam
pada masa pra-natal, teori pendidikan islam bagianak di rumah tangga, teori
pendidikan islam bagi para remaja di rumah tangga, dan sebagainya.
Demikian pula teori-teoripendidikan islam untuk
pendidikan di masyarakat juga banyak variasinya yang dapat diteliti. Misalnya
penelitian tentang teori pendidikan di pesantren biasa, teori pendidikan untuk
di pesantren kilat, di majelis ta’lim,khutbah, kursus-kursus dan sebagainya.
Penelitian ilmu pendidikan islam tersebut dapat pula
diarahkan pada aspek-aspek yang terkandung dalam pendidikan tersebut. Misalnya
penelitian terhadap problema yang di hadapi guru, penelitian tentang cara
memperbaiki tingkah laku guru dalam mengajar, dan penelitian terhadap peranan
kepala sekolah dalam memperlancar pembaharuan pendidikan.
Selanjutnya, untuk lebih jelasnya mengenai model
penelitian pendidikan islam ini akan dikemukakan beberapa contoh sebagai
berikut.
1.
Model Penelitian Tentang Problema Guru
Dalam usaha
memecahkan problema guru, Himpunan Pendidikan Nasional (National Education
Association) di Amerika Serikat pernah mengadakan penelitian tentang problema
yang dihadapi guru secara nasional pada tahun 1968.
Prosedur yang
dilakukan dalam penelitian tesebut dilakukan dengan cara pengumpulan data yang
dilakukan oleh bagian Himpunan Pendidikan Nasional Penelitian (National
Education Association) melalui survei pendapat umum guru (opinion survey for
teacher) pada musim semi tahun 1968 di kalangan guru-guru sekolah negeri yang
dijadikan sampel secara nasional.
Dengan demikian,
penelitian tersebut dari segi metodenya termasuk penelitian survei, yaitu
penelitian yang sepenuhnya didasarkan pada data yang di jumpai di lapangan,
tanpa didahului oleh kerangka teori, asumsi atau hipotesis.
Hasil yang di
peroleh dari penelitian tersebut adalah dijumpainya 5 aspek pokok yaitu (top
ranking aspect) tersebut berkenaan dengan: 1)setidaknya waktu untuk istirahat
dan untuk persiapan pada waktu dinas di sekolah; 2)ukuran kelas yang terlalu
besar; 3) kurangnya bantuan administratif; 4) gaji yang kurang memadai; dan 5)
kurangnya bantuan kesejahteraan. Di antara problema-problema tersebut, maka
nomor 1 mendapatkan persentase terbesar sebagai problema major pada kedudukan
37,6% dari jawaban guru-guru, sedang yang menganggap sebagai problema minor
mencapai 34,4%.
Adapun aspek yang
berada pada ranking kedua adalah hal-hal yang berhubungan dengan aspek-aspek
yang lebih khusus tentang kegiatan sekolah antara lain; bantuan yang kurang
memadai dari guru-guru khusus, tidak adanya bantuan dari masyarakat terhadap
sekolah, pengelompokan murid yang kurang efektif ke dalam kelas-kelas,
rapat-rapat guru yang tidak efektif, bahan-bahan pengajaran yang tidak
mencukupi, seta program testing dan bimbingan penyuluhan yang kurang efektif.
2.
Model P enelitian Tentang Lembaga Pendidikan Islam
Karel A
steenbrink dalam buku pengamatan (observasi. Sedangkan objek pengamatannya
adalah sejumlah pesantren yang berada di jawa dan sumatera.
Salah satu hasil
pengamatannya ke pesantren tersebut ternyata kehidupan dalam pesantren tidak
begitu mahal, sehingga dana yang dulu diberikan hanya untuk 6 bulan, akhirnya
cukup untuk masa penelitian 12 bulan di indonesia.
Melalui analisis
historis yang di padu dengan pendekatan komparatif,Karel A. Steenbrink sampai
pada kesimpulan, bahwa dibandingkan dengan malaysia, maka jelaslah pesantren di
indonesia melalui beberapa pembaharuan tetap berusaha memberikan pendidikan
islam yang juga memenuhi kebutuhan pendidikan sesuai dengan zamannya, sedangkan
sistem pondok pesantren i malaysia bersifat lebih defensif dan kurang bisa
menyesuaikan diri dengan zaman modern.
Pada bagian lain
hasil penelitiannya itu steenbrink
mengatakan bahwa sejak permulaan tahun 1970-an ternyata beberapa organisasi
islam mengalami de-politisasi, yaitu melepaskan diri dari politik praktis dan politik
partai serta lebih mementingkan cita-cita asli sebagai organisasi yang bergerak
di bidang dakwah dan pendidikan. Selanjutnya, ia menyimpulkan bahwa pada
periode itu juga terjadi diversifikasi yang agak menonjol dalam dunia pesantren
(yang sebenarnya melawan arus umum di indonesia, yang justru bersifat seragam,
yakni unifikasi menurut satu model, dengan pusatnya, jakarta).
Dari hasil
penelitian tersebut, kita dapat menarik benang merah, bahwa sungguhpun
penelitian tersebut bersifat deskriptif, namun si peniliti memiliki alat
analisis yang ia bangun dari berbagai teori di bidang sejarah. Dengan demikian
data-data yang ia dapati dari hasil penelitiannya itu terasa memiliki makna dan
dapat menjelaskan berbagai keadaan yang sesungguhnya terjadi di dunia pesantren.
3.
Model Penelitian Kultur Pendidikan Islam
Penelitian yang
mengambil objek kajian tentang kultur pendidikan islam khususnya yang ada di
pesantren, antara lain dilakukan oleh Mastuhu dan Zamakhsyari Dhofir.
a.
Model Penelitian Mastuhu
Penelitian yng bertemakan
kultur pendidikan islam yang ada di pesantren dilakukan Mastuhu pada saat
menulis disertai untuk program doktor. Penelitian dimaksud berjudul Dinamika
Sistem Pendidikan Pesantren yang diterbitkan oleh Netberlands Cooperation in
Islamic Studies (INIS) pada tahun 1994.
Peneliti
mengatakan bahwa di sisi lain, agama islam di indonesia akan cacat fungsi dan
peranannya apabila tidak mampu memberikan penjelasan mengenai tantangan
pembangunan dan dorongan serta pedoman bagi pemeluknya untuk berpartisipasi
dalam pembangunan nasional dengan penuh tanggung jawab. Untuk mencapai maksud
tersebut diperlukan upaya pembaharuan pemikiran dalam islam secara terus
menerus, dalam arti memahami dan mendalami ajaran islam sesuai dengan
kontekstualnya atau realitas sosial yang menjadi tantangan zamannya. Pesantren
sebagai salah satu lembaga pendidikan islam harus dapat menjadi salah satu
pusat studi pembaharuan pemikiran dalam islam dimaksud.
Peneliti sampai
pada masalah dasar dan makro yang menjadi tanggung jawab sistem pendidikan
nasional dan pesantren, yaitu bagaimana mengubah dan mengembangkan tata pikir
dan perilaku bangsa sesuai dengan tantangan pembangunan nasional dan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Bagaimana mereka harus mengembangkan dirinya
agar mampu mengemban tanggung jawab tersebut ?
Peneliti
mengemukakan tujuan yang ingin dicapai dari penelitian tersebut, yaitu :
a.
Mencari butir-butir sistem pendidikan pesantren yang
kiranya perlu dikembangkan dalam sistem pendidikan nasional. Untuk selanjutnya disebut
butir-butir positif.
b.
Mencari butir-butir sistem pendidikan pesantren yang
kiranya sudah tidak perlu dikembangkan dalam sistem pendidikan nasional dan
perspektif pesantren di masa depan, karena sudah tidak sesuai lagi dengan
tantangan zamannya. Untuk selanjutnya disebut butir-butir negatif.
c.
Mencari butir-butir sistem pendidikan pesantren yang
sekiranya perlu diperbaiki lebih dahulu sebelum dikembangkan dalam sistem
pendidikan nasional dan sistem pendidikan pesantren dalam menyongsong masa
depannya. Untuk selanjutnya disebut butir-butir plus-minus.
d.
Mengantisipasi berbagai kemungkinan bentuk-bentuk
pendidikan pesantren yang akan terjadi sehubungan dengan tantangan zaman.
Dari segi metodenya, penelitian ini menggunakan
pendekatan grounded research yang mendasarkan analisisnya pada data dan fakta
yang ditemui di lapangan,jadi bukan melalui ide-ide yang ditetapkan sebelumnya.
Metode ini dinilai dapat menolong peneliti untuk menjadi warga dari komunitas
objek study dengan tetap menjaga jarak sebagai peneliti dan jasa sosiologi yang
menolong peneliti untuk menjadi orang asing dikalangan komunitas sendiri.
b.
Model Penelitian Zamakhsyari Dhofier
Model penelitian
yang dilakukan zamakhsyari dhofier masih disekitar pesantren. Penelitian yang
dilakukannya berjudul Tradisi Pesantren Studi tentang pandangan hidup kyai.
Studi tentang
islam di jawa selama ini menitikberatkan analisisnya pada segi pendekatan
intelektual dan pendekatan teologi hingga sering kali memberi kesimpulan yang
meleset. Sebagai contoh, selama ini sering disimpulkan bahwa para kyai, karena
sangat terikat oleh ajaran-ajaran kaum sufi dan mengamalkan tarekat, di anggap
telah mengamalkan islam yang salah, islam yang hanya mementingkan hidup akhirat
dengan melupakan kehidupan duniawi. Kesimpulan yang lebih ekstrem lagi dari
kaum intelektualis ialah bahwa pengamal tarekat membenci kehidupan duniawi.
Sedangkan dengan
analisis dapat dilakukan upaya identifikasi, kategorisasi untuk selanjutnya
dihasilkan kesimpulan yang dapat mengambil bentuk teori atau hipotesis. Namun
kelihatannya penelitian ini, dalam analisisnya, tidak dimaksudkan untuk
membangun sebuah teori, tetapi hanya sekedar untuk menjelaskan inti gagasan
atau kondisi batin yang dapat dipahami dari fenomena-fenomena empirik yang
dapat di amati.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pendidikan islam merupakan salah satu bidang studi islam
yang mendapat banyak perhatian dari para ilmuwan. Pendidikan islam terdapat
berbagai masalah yang kompleks dan memerlukan penanganan segera.