HUKUM QADHA DAN FIDYAH BAGI
WANITA HAMIL DAN MENYUSUI
Rohmi Yuhani’ah, M.Pd.I
Puasa adalah rukum Islam yang
keempat, yang merupakan kewajiban bagi setiap mukallaf, yang merupakan tujuan
mulia yaitu tergapainya derajat ketaqwaan kepada Allah swt., sebuah ujian serta latihan bagi anak manusia untuk dapat merasakan
suatu hal yang dirasakan oleh para fuqara dan masakin, agar selalu bersyukur
kepada-Nya.
Selain Allah subhanallahu Wata’ala memerintahkan puasa juga memberikan rukhsah bagi orang yang sakit dan safar
(bepergian di jalan Allah), karena dua hal ini merupakan hal yang tidak dapat
dihindari oleh setiap manusia. Sebagaimana firman Allah “apabila diantara kamu mengalami sakit atau dalam perjalanan, maka dapat
menggantinya dihari yang lain”. Lantas bagaimana hukumnya bagi seseorang
yang sedang hamil dan menyususi lantas tidak berpuasa?
Berkaiatan dengan seseorang yang
sedang hamil dan menyusui kemudian tidak berpuasa, ada beberpa pendapat menurut
ulama’ yaitu:
1.
Menurut Ibnu Hazm, bagi wanita hamil dan menyusui yang
tidak puasa tidak perlu mengqadha dan tidak membayar fidyah. Pendapat ini
beralasan bahwa hukum asalnya seseorang adalah terlepas dari kewajiban.
2.
Menurut Imam Syafi’i, Imam Maliki dan Imam Hanbali,
bahwa orang yang tidak berpuasa karena hamil dan menyusuhi haruslah mengqadha
(mengganti) puasa dengan membayar fidyah.
Karena orang yang hamil dan menyusui serupa dengan orang sakit dan orang yang
terbebani dalam melakukan puasa, maka wajib mengqadha dan membayar fidyah. Namun jika alasannya karena
khawatir terhadap kondisi dirinya dan
(janin) anaknya, maka haruslah mengqadha saja, alasannya adalah bahwa wanita
hamil dan menyusui dianalogikan pada orang yang sedang sakit. Namun jika
dikhawatirkan terjadi yang tidak baik pada anak, maka harus mengqadha dan
membayar fidyah.
3.
Menurut Al-Auza’i, al-Tsauri, Abu hanifah, Abu Tsaur
dan Abu ‘Ubaid, boleh hanya mengqadha saja bagi wanita hamil dan menyusui yang
tidak berpuasa sebagai penggantinya. Karena dianalogikan dengan orang sakit,
yang tubuhnya lemah dan tidak mampu berpuasa, maka hanya cukup dengan mengqadha
tanpa membayar fidyah.
4.
Menurut Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Ishaq dan Syaikh
al-Bani, bahwa orang yang tidak puasa karena hamil dan menyusui boleh dengan
memberi fidyah. Mereka menganalogikan bahwa orang yang hamil dan menyusui
seperti orang tua renta yang tidak mampu berpuasa, maka wajib membayar fidyah.
5.
Menurut Imam Malik dan Syafi’iyah, maka harus
mengqadha bagi yang hamil tidak puasa dan membayar fidyah bagi menyusui.
Namun jika seorang
yang hamil karena takut janinnya menjadi lemah atau seorang yang menyusui
kemudian khawatir karena asupan asi pada anaknya menjadi berkurang lantaran
tidak minum asi, maka hal ini tidaklah diperselisihkan, sebagaimana sabda
Rasulullah saw., “Sesungguhnya Allah swt., meringankan setegah shalat untuk musafir dan meringankan
puasa bagi musafir, wanita hamil dan menyusui”.
Adapun berkaitan
dengan orang yang sudah tua renta baik laki-laki maupun perempuan karena
usianya yang kemudian tidak mampu lagi berpuasa, maka wajib baginya membayar
fidyah, karena tidak mungkin akan terbayar jika diqadha. Hal ini sebagaimana
firman Allah swt., “Dan wajib bagi orang yang berat
menjalankannya (jika mereka tidak puasa) memberi makan seorang miskin” (QS.
al-Baqarah: 184). Wallahu ‘A’lam.