PEMBAHASAN
A.
Pengertian Warga
Negara
Pengertian warga negara menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (2002) adalah penduduk sebuah negara atau bangsa
berdasarkan keturunan, tempat kelahiran, dan sebagainya yang mempunyai
kewajiban dan hak penuh sebagai seorang warga dari negara itu. Sementara itu,
AS Hikam mendefinisikan warga negara yang merupakan terjemahan dari citizenship
adalah anggota dari sebuah komunitas yang membentuk negara itu sendiri.
Dalam konteks Indonesia, istilah warga
negara seperti yang tertulis dalam UUD 1945 pasal 26 dimaksudkan: “Warga negara
adalah Bangsa Indonesia asli dan bangsa lain yang disahkan undang-undang
sebagai warga negara”.
Selanjutnya dalam pasal 1 UU Nomor
22/1958, dan dinyatakan juga dalam UU Nomor 12/2006 tentang Kewarganegaraan
Republik Indonesia, menekankan kepada peraturan yang menyatakan bahwa Warga
Negara Republik Indonesia adalah orang-orang yang berdasarkan
perundang-undangan dan atau perjanjian-perjanjian dan atau peraturan yang
berlaku sejak proklamasi 17 Agustus 1945 sudah menjadi warga negara Republik
Indonesia.
Warga negara memiliki peran dan tanggung
jawab yang sangat penting bagi kemajuan dan bahkan kemunduran sebuah bangsa.
Oleh karena itu, seseorang yang menjadi anggota atau warga suatu negara
haruslah ditentukan oleh Undang-undang yang dibuat oleh negara tersebut.
Sebelum negara menentukan siapa saja yang menjadi warga negaranya, terlebih
dahulu negara harus mengakui bahwa setiap orang berhak memilih kewarganegaraan,
memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meningggalkannya serta berhak kembali
sebagaimana dinyatakan oleh pasal 28E ayat (1) UUD 1945, pernyataan ini mengandung makna bahwa
orang-orang yang tinggal dalam wilayah negara dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Warga Negara Indonesia,
adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang
disahkan dengan dengan undang-undang sebagai warga negara.
2. Penduduk, yaitu
orang-orang asing yang tinggal dalam negara bersifat sementara sesuai dengan
visa (surat izin untuk memasuki suatu negara dan tinggal sementara yang diberikan
oleh pejabat suatu negara yang dituju) yang diberikan negara melalui kantor
imigrasi.
Dalam
penjelasannya dinyatakan bahwa orang-orang bangsa lain, misalnya orang
peranakan Belanda, peranakan Cina, peranakan Arab, dan lain-lain yang bertempat
tinggal di Indonesia, mengakui Indonesia sebagai Tanah Airnya dan bersikap
setia kepada Negara Republik Indonesia dapat menjadi warga negara.
Dari
sudut hubungan antara negara dan warga negara, Koerniatmanto S. mendefinisikan
warga negara sebagai anggota negara, warga negara mempunyai kedudukan khusus
terhadap negaranya. Ia mempunyai hubungan hak dan kewajiban yang bersifat
timbal balik terhadap negaranya.
B.
Orang Yang Berhak Menjadi Warga Negara Indonesia
Siapa saja yang dapat menjadi warga
negara dari suatu negara? Setiap negara berdaulat berwenang menentukan
siapa-siapa yang menjadi warga negara. Dalam menentukan kewarganegaraan
seseorang, dikenal dengan adanya asas kewarganegaraan berdasarkan kelahiran,
asas kewaraganegaraan berdasarkan perkawinan dan Asas kewarganegaraan
berdasarkan naturalisasi.
1.
Asas Kewarganegaraan Berdasarkan Kelahiran
Penentuan kewarganegaraan berdasarkan
kelahiran seseorang dikenal dengan dua asas kewarganegaraan yaitu ius soli dan
ius sanguinis. Kedua istilah tersebut berasal dari bahasa Latin. Ius berarti
hukum, dalil atau pedoman. Soli berasal dari kata solum yang berarti negeri,
tanah atau daerah, dan sanguinis berasal dari kata sanguis yang berarti darah.
Dengan demikian ius soli berarti pedoman kewarganegaraan yang berdasarkan
tempat atau daerah kelahiran, sedangkan ius sanguinis adalah pedoman
kewarganegaraan berdasarkan darah atau keturunan atau keibubapakan.
Sebagai
contoh, jika sebuah negara menganut ius soli, maka seorang yang dilahirkan di
negara tersebut mendapatkan hak sebagai warga negara. Begitu pula dengan asas
ius sanguinis, jika sebuah negara menganut ius sanguinis, maka seseorang yang
lahir dari orang tua yang memiliki kewarganegaraan suatu negara tertentu,
Indonesia misalnya, maka anak tersebut berhak mendapatkan status kewarganegaraan
orang tuanya, yakni warga negara Indonesia.
a.
Asas Ius Sanguinis
Kewarganegaraan dari orang tua yang
menurunkannya menentukan kewarganegaraan seseorang, artinya kalau orang
dilahirkan dari orang tua yang berwarganegara Indonesia, ia dengan sendirinya
juga warga negara Indonesia.
Asas
Ius sanguinis atau Hukum Darah (law of the blood) atau asas genealogis
(keturunan) atau asas keibubapakan, adalah asas yang menetapkan seseorang
mempunyai kewarganegaraan menurut kewarganegaraan orang tuanya, tanpa melihat
di mana ia dilahirkan. Asas ini dianut oleh negara yang tidak dibatasi oleh
lautan, seperti Eropa Kontinental dan China. Asas ius sanguinis memiliki
keuntungan, antara lain:
1) Akan
memperkecil jumlah orang keturunan asing sebagai warga negara;
2) Tidak
akan memutuskan hubungan antara negara dengan warga negara yang lahir;
3) Semakin
menumbuhkan semangat nasionalisme;
4) Bagi negara daratan
seperti China dan lain-lain, yang tidak menetap pada suatu negara tertentu
tetapi keturunan tetap sebagai warga negaranya meskipun lahir di tempat lain
(negara tetangga).
b. Asas
Ius Soli
Pada awalnya, asas kewarganegaraan
berdasarkan kelahiran ini hanya satu, yakni ius soli saja. Hal ini didasarkan
pada anggapan bahwa karena seseorang lahir di suatu wilayah negara, maka
otomatis dan logis ia menjadi warga negara tersebut.
Asas ius soli atau asas tempat kelahiran
atau hukum tempat kelahiran (law of the soil) atau asas teritorial adalah asas
yang menetapkan seseorang mempunyai kewarganegaraan menurut tempat di mana ia
dilahirkan. Asas ini dianut oleh negara-negara imigrasi seprti USA, Australia,
dan Kanada.
Tidak semua daerah tempat seseorang
dilahirkan menentukan kewarganegaraan. Misalnya, kalau orang dilahirkan di
dalam daerah hukum Indonesia, ia dengan sendirinya menjadi warga negara
Indonesia. Terkecuali anggota-anggota korps diplomatik dan anggota tentara
asing yang masih dalam ikatan dinas. Di samping dan bersama-sama dengan prinsip
ius sanguinis, prinsip ius soli ini juga berlaku di Amerika, Inggris, Perancis,
dan juga Indonesia. Tetapi di Jepang, prinsip ius solis ini tidak berlaku.
Karena seseorang yang tidak dapat membuktikan bahwa orang tuanya berkebangsaan
Jepang, ia tidak dapat diakui sebagai warga negara Jepang.
Untuk sementara waktu asas ius soli
menguntungkan, yaitu dengan lahirnya anak-anak dari para imigran di negara
tersebut maka putuslah hubungan dengan negara asal. Akan tetapi dengan semakin
tingginya tingkat mobilitas manusia, diperlukan suatu asas lain yang tidak
hanya berpatokan pada tempat kelahiran saja. Selain itu, kebutuhan terhadap
asas lain ini juga berdasarkan realitas empirik bahwa ada orang tua yang
memiliki status kewarganegaraan yang berbeda. Hal ini akan bermasalah jika
kemudian orang tua tersebut melahirkan anak di tempat salah satu orang tuanya
(misalnya di tempat ibunya). Jika tetap menganut asas ius soli, maka si anak
hanya akan mendapatkan status kewarganegaraan ibunya saja, sementara ia tidak
berhak atas status kewarganegaraan bapaknya. Atas dasar itulah, maka asas ius
sanguinis dimunculkan, sehingga si anak dapat memiliki status kewarga-negaraan
bapaknya.
Dalam perjalanan banyak negara yang
meninggalkan asas ius soli, seperti Belanda, Belgia, dan lain-lain. Selain
kedua asas tersebut, beberapa negara yang menggabungkan keduanya misalnya
Inggris dan Indonesia.
2.
Asas Kewarganegaraan Berdasarkan Perkawinan
Selain hukum kewarganegaraan dilihat
dari sudut kelahiran, kewarganegaraan seseorang juga dapat dilihat dari sistem
perkawinan. Di dalam sistem perkawinan, terdapat dua buah asas, yaitu asas
kesatuan hukum dan asas persamaan derajat.
a.
Asas Kesatuan Hukum
Asas kesatuan hukum berdasarkan pada
paradigma bahwa suami-istri ataupun ikatan keluarga merupakan inti masyarakat
yang meniscayakan suasana sejahtera, sehat dan tidak berpecah. Dalam
menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, suami-istri ataupun ikatan keluarga
yang baik perlu mencerminkan adanya suatu kesatuan yang bulat.
Untuk merealisasikan terciptanya
kesatuan dalam keluarga atau suami-istri, maka semuanya harus tunduk pada hukum
yang sama. Dengan adanya kesamaan pemahaman dan komitment menjalankan adanya
kewarganegaraan yang sama, sehingga masing-masing tidak terdapat perbedaan yang
dapat mengganggu keutuhan dan kesejahteraan keluarga.
Menurut asas kesatuan hukum, sang istri
akan mengikuti status suami baik pada waktu perkawinan dilangsungkan maupun
kemudian setelah perkawinan berjalan. Negara-negara yang masih mengikuti asas
ini antara lain: Belanda, Belgia, Perancis, Yunani, Italia, Libanon, dan
lainnya. Negara yang menganut asas ini menjamin kesejahteraan para mempelai.
Hal ini akan mempengaruhi kesejahteraan masyarakat, melalui proses hemogenitas
dan asimilasi bangsa. Proses ini akan dicapai apabila kewarganegaraan istri
adalah sama dengan kewarganegaraan suami. Lebih-lebih istri memiliki tugas
memelihara anak yang dilahirkan dari perkawinan, maka akan diragukan bahwa sang
ibu akan dapat mendidik anak-anaknya menjadi warga negara yang baik apabila
kewarganegaraannya berbeda dengan sang ayah anak-anak.
b.
Asas Persamaan Derajat
Dalam asas persamaan derajat, suatu
perkawinan tidak menyebabkan perubahan status kewarganegaraan masing-masing
pihak (suami atau istri). Baik suami ataupun istri tetap berkewarganegaraan
asal, atau dengan kata lain sekalipun sudah menjadi suami-istri, mereka tetap
memiliki status kewarganegaraan sendiri, sama halnya ketika mereka belum
diikatkan menjadi suami istri. Negara-negara yang menggunakan asas ini antara
lain: Australia, Canada, Denmark, Inggris, Jerman, Israel, Swedia, Birma dan
lainnya.
Asas ini dapat menghindari terjadinya
penyelundupan hukum. Misalnya, seseorang yang berkewarganegaraan asing ingin
memperoleh status kewarganegaraan suatu negara dengan cara atau berpura-pura
melakukan pernikahan dengan perempuan di negara tersebut. Setelah melalui
perkawinan dan orang tersebut memperoleh kewarganegaraan yang diinginkannya,
maka selanjutnya ia menceraikan istrinya. Untuk menghindari penyelundupan hukum
semacam ini, banyak negara yang menggunakan asas persamaan derajat dalam
peraturan kewarganegaraannya.
3. Asas
Kewarganegaraan Berdasarkan Naturalisasi
Walaupun tidak dapat memenuhi status
kewarganegaraan melalui sistem kelahiran maupun perkawinan, seseorang masih
dapat mendapatkan status kewarganegaraan melalui proses pewarganegaraan atau
naturalisasi. Syarat-syarat dan prosedur pewarganegaraan ini di berbagai negara
sedikit-banyak dapat berlainan, menurut kebutuhan yang dibawakan oleh kondisi
dan situasi negara masing-masing.
Dalam pewarganegaraan ini ada yang aktif
ada pula yang pasif. Dalam pewarganegaraan aktif, seseorang dapat menggunakan
hak opsi untuk memilih atau mengajukan kehendak menjadi warga negara dari suatu
negara. Sedangkan dalam pewarganegaraan pasif, seseorang yang tidak mau
diwarganegarakan oleh sesuatu negara atau tidak mau diberi atau dijadikan warga
negara suatu negara, maka yang bersangkutan dapat menggunakan hak repudiasi,
yaitu hak untuk menolak pemberian kewarganegaraan tersebut (Kartasapoetra.
1993: 216-7). Perolehan
Kewarganegaraan Indonesia untuk mendapatkan status kewarganegaraan Indonesia,
pemerintah mengatur dalam Undang-undang.
Hal ini diatur sedemikian rupa, sehingga
mampu mengantisipasi berbagai permasalahan baik sosial maupun permasalahan
hukum yang terjadi. Karena permasalahan yang menyangkut status warga negara
dapat terjadi pada wilayah dalam negeri maupun aktivitas yang berkaitan dengan
interaksi antar negara. Sebagai contoh, kehadiran beberapa artis muda di
Indonesia yang berasal dari negara lain, saat ini tengah berurusan dengan pihak
imigrasi karena visa dan status kewarganegaraan mereka. Terkait dengan
kejahatan, berbagai kasus penyebaran narkoba oleh warga negara kulit hitam di
Indonesia melibatkan jaringan internasional. Dengan pengaturan status
kewarganegaraan, pihak kepolisian memiliki bukti yang kuat untuk mencekal
maupun menangkap dan mengembalikannya ke negara asalnya.
Dalam penjelasan umum Undang-undang No.
62/1958 bahwa terdapat 7 (tujuh) cara memperoleh kewarganegaraan Indonesia,
yaitu :
a. Karena
kelahiran
b. Karena
pengangkatan
c. Karena
dikabulkannya permohonan
d. Karena
pewarganegaraan
e. Karena
perkawinan
f. Karena
turut ayah dan atau ibu
g. Karena
pernyataan
C. Hak Dan Kewajiban Sebagai
Warganegara Indonesia
Hak adalah, Sesuatu yang mutlak menjadi milik kita
dan penggunaannya tergantung kepada kita sendiri. Contohnya: hak mendapatkan
pengajaran, hak mendapatkan nilai dari guru dan sebagainya
Kewajiban, Sesuatu yang harus dilakukan
dengan penuh rasa tanggung jawab. Contohnya: melaksanakan tata tertib di
sekolah, membayar SPP atau melaksanakan tugas yang diberikan guru dengan
sebaikbaiknya dan sebagainya.
Sebagai warga negara yang baik kita
wajib membina dan melaksanakan hak dan kewajiban kita dengan tertib. Hak dan kewajiban
warga negara diatur dalam UUD 1945 yang meliputi.
1.
Hak dan Kewajiban dalam Bidang Politik
Pasal 27 ayat (1) menyatakan, bahwa
“Tiap-tiap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan
dan wajib menjunjung hukum dan pemeritahan itu dengan tidak ada kecualinya”.
Pasal ini menyatakan adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban, yaitu:
a. Hak
untuk diperlakukan yang sama di dalam hukum dan pemerintahan.
b. Kewajiban menjunjung
hukum dan pemerintahan.
Pasal 28 menyatakan, bahwa “Kemerdekaan
berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan
sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”. Arti pesannya adalah:
a. Hak berserikat dan berkumpul.
b. Hak mengeluarkan
pikiran (berpendapat).
c. Kewajiban untuk
memiliki kemampuan beroganisasi dan melaksanakan aturan-aturan lainnya, di
antaranya: Semua organisasi harus berdasarkan Pancasila sebagai azasnya, semua
media pers dalam mengeluarkan pikiran (pembuatannya selain bebas harus pula
bertanggung jawab dan sebagainya).
2. Hak
dan Kewajiban dalam Bidang Sosial Budaya
Pasal 31 ayat (1) menyatakan, bahwa
“Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran”.
Pasal 31 ayat (2) menyatakan bahwa
“Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistim pengajaran nasional,
yang diatur dengan undang-undang”.
Pasal 32 menyatakan bahwa “Pemerintah
memajukan kebudayaan nasional Indonesia”.
Arti
pesan yang terkandung adalah:
a. Hak memperoleh
kesempatan pendidikan pada segala tingkat, baik umum maupun kejuruan.
b. Hak menikmati dan mengembangkan
kebudayaan nasional dan daerah.
c. Kewajiban mematuhi
peraturan-peraturan dalam bidang kependidikan.
d. Kewajiban memelihara
alat-alat sekolah, kebersihan dan ketertibannya.
e. Kewajiban ikut
menanggung biaya pendidikan.
f. Kewajiban memelihara
kebudayaan nasional dan daerah.dinyatakan oleh pasal 31 dan 32, Hak dan
Kewajiban warga negara tertuang pula pada pasal 29 ayat (2) yang menyatakan
bahwa “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.
g. Hak untuk mengembangkan
dan menyempurnakan hidup moral keagamaannya, sehingga di samping kehidupan
materiil juga kehidupan spiritualnya terpelihara dengan baik.
h. Kewajiban untuk percaya
terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
3.
Hak dan Kewajiban dalam Bidang Hankam
Pasal 30 menyatakan, bahwa “Tiap-tiap
warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara”.
4.
Hak dan Kewajiban dalam Bidang Ekonomi
Pasal
33 ayat (1), menyatakan, bahwa “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama
berdasar atas azas kekeluargaan”.
Pasal
33 ayat (2), menyatakan bahwa “Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara
dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”.
Pasal
33 ayat (3), menyatakan bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung
di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat”.
Pasal
34 menyatakan bahwa “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh
negara”. Arti pesannya adalah:
a Hak memperoleh jaminan
kesejahteraan ekonomi, misalnya dengan tersedianya barang dan jasa keperluan
hidup yang terjangkau oleh daya beli rakyat.
b. Hak dipelihara oleh
negara untuk fakir miskin dan anak-anak terlantar.
c. Kewajiban bekerja keras
dan terarah untuk menggali dan mengolah berbagai sumber daya alam.
d. Kewajiban dalam
mengembangkan kehidupan ekonomi yang berazaskan kekeluargaan, tidak merugikan
kepentingan orang lain.
e. Kewajiban membantu
negara dalam pembangunan misalnya membayar pajak tepat waktu.
Itulah
hak dan kewajiban bangsa Indonesia yang tercantum dalam UUD 1945.
B.
Tugas dan Tujuan Warga Negara Indonesia
a.
Tugas Warga Negara Indonesia
1.
Menjunjung
tinggi dan menaati perundang-undangan yang berlaku.
2.
Membayar
pajak, bea dan cukai yang dibebankan negara kepadanya.
3.
Membela
negara dari segala bentuk ancaman, baik yang datang daridalam maupun dari luar
negeri.
4.
Menyukseskan
Pemilu baik sebagai peserta atau petugas penyelenggara.
5.
Mendahulukan
kepentingan negara/umum dari pada kepentingan pribadi.
6.
Melaksanakan
tugas dan kewajiban yang dibebankan bangsa dan negara.
7.
Kewajiban
menjaga dan memelihara keamanan dan ketertiban nasional.
8.
Hak
untuk mendapat perlindungan atas diri dan harta benda.
9.
Hak
untuk mendapatkan dan menikmati kesejahteraan negara.
10.
Hak
untuk mendapatkan dan menikmati hasil pembangunan.
11.
Hak
untuk dipilih dan memilih dalam pemilu.
12.
Hak
untuk mengembangkan minat dan kemampuan pribadi tanpa mengganggu kepentingan
umum dan sebagainya..
b.
Tujuan Kewarganegaraan
Tujuan kewarganegaraan
adalah sebagai berikut:
a. Mewujudkan
warga Negara sadar bela Negara berlandaskan pemahaman politik kebangsaan,
b. Kepekaan
mengembangkan jati diri dan moral bangsa dalam perikehidupan bangsa.
c. Memiki
sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai kejuangan, cinta tanah air,
serta rela berkorban bagi nusa dan bangsa.
d.
Memiliki
keterampilan intelektual dan keterampilan berpatisipasi secara demokratis dan
bertanggung jawab.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah kita mempelajari makalah ini
dapat kita simpulkan bahwa kewarganegaraan merupakan hal penting yang harus
diketahui oleh setiap warga negara.Ini dikarenakan bahwa dengan pemahaman
kewarganegaraan yang baik maka kehidupan berbangsa dan bernegara akan menjadi
tentram dan jelas. Dan
kita sebagai warga negara yang bertanggung jawab terhadap masyarakat, bangsa
dan negara hendaknya kita berusaha untuk meningkatkan pengamalan prinsip serta
nilai-nilai luhur bangsa terutama memahami manusia yang pada dasarnya memiliki
harkat dan martabat yang sama sebagai mahluk ciptaan Tuhan, agar tercipta suatu keadilan dalam
kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Sebagai bangsa Indonesia kita harus
menanamkan rasa cinta tanah air dan menjadi warga negara yang sadar dan mengenal
wawasan nusantara untuk dapat mengisi kemerdekaan dengan menjadi warga yang
beradab dan memahami nilai cinta tanah air. Negara adalah suatu daerah atau wilayah
yang ada di permukaan bumi di mana terdapat pemerintahan yang mengatur ekonomi,
politik, sosial, budaya, pertahanan keamanan, dan lain sebagainya. Di dalam
suatu negara minimal terdapat unsur-unsur negara seperti rakyat, wilayah,
pemerintah yang berdaulat serta pengakuan dari negara lain. negara kebangsaan
memiliki unsur-unsur penting pengikat, yaitu: psikologi (sekelompok manusia
yang memiliki kesadaran bersama untuk membentuk satu kesatuan masyarakat –
adanya kehendak untuk hidup bersama), kebudayaan (merasa menjadi satu bagian
dari suatu kebudayaan bersama), teritorial (batas wilayah atau tanah air),
sejarah dan masa depan (merasa memiliki sejarah dan perjuangan masa depan yang
sama), dan politik (memiliki hak untuk menjalankan pemerintahan sendiri). Hak
dan kewajiban warga negara yaitu menyatakan diri sebagai penduduk dan warga
negara di suatu negara tertentu serta menjungjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan dan keadilan.
Daftra Pustaka
·
Hridito,
Ivo, dkk. 2010. “Pendidikan
Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi”. Surabaya: Unesa University Press.
·
Kaelani
dan Achmad Zubaidi. “Pendidikan Kewarganegaraan
Untuk Perguruan Tinggi”. Penerbit Paradigma: Yogyakarta 2007.
·
Suryo,
Joko, 2002, “Pembentukan Identitas
Nasional”, Makalah Seminar Terbatas Pengembangan Wawasan tentang Civic
Education, LP3 UMY, Yogyakarta.
·
Ismaun,
1981, “Pancasila sebagai Kepribadian
Bangsa Indonesia”, Carya Remadja, Bandung.
·
Suprapto.
“Pendidikan Kewarganegaraan”.2007.
Madyan Press. Jakarta.