HALAL BI HALAL SEBAGAI MEDIA BERTABAYYUN
Dr. Agus Hermanto,
M.H.I
Idul Fitri adalah ahri kemenangan setelah melaksanakan ibadah puasa
selama satu bulan penuh lamanya, ketika Idul Fitri tiba, umat Islam mengadakan
acara yang sangat unik, yaitu silaturahim, yang istilah ini dalam bahasa Jawa
sidebut Sungkem kepada kedua orang
tua yang masih ada dan sanak family yang lainnya, namun ketika sudah tiada,
mereka menyempatkan waktunya untuk berziarah ke Kuburan dan berdoa bersama atau
dilaksanakan dengan sendiri-sendiri.
Istilah silaturahim pada awal masuknya Islam ke Indonesia agak begitu
sulit di ucapkan, kemudian KH. Wahab Chasbullah diberi nama halal bi halal yang kemudia istilah ini
popular sampai hari ini. Halal bi halal
adalah sebuah tradisi di masyarakat kita yang merupakan media untuk
bersilaturahmi, halal bi halal
berasal dari kata halal yang artinya lepas dari dosa, sehingga istilah ini
digunakan untuk menyambung tali silaturahim sering juga disebut bersal dari
kalimat thalabul halal bi thariqi al-
halal, yaitu meminta mencari penyelesaian masalah atau mencari keharmonisan hubungan dengan cara mengampuni kesalahan.
Sehingga istilah halal bi halal sebagai
sarana untuk saling bermaafan.
Istilah halal bi halal memang
hanya sebuah tradisi baik dan mulia di Indonesia, yang tidak ada dasarnya dalam
al-Qur’an dan al-Sunah dan tidak ada pelaksanaannya di Negara-negara lain, unik
memang hal ini, dan inilah merupakan sebuah tradisi Islam yang ada di
Indonesia. Jika kehidupan ini ibarat benang yang selama ini tidak jelas
ujungnya karena saking banyaknya alur kemudian menjadi kusut, maka sejatinya halal bio halal adalah merajut kembali benang yang sudah kusut dan
nyaris sulit diselesaikan. Jika ada kesalahan yang terjadi dan belum termaafkan
karena sebuah kesalahan atau khilaf, maka saat itulah bertemu, duduk bersama
untuk bemaafan, bercerita dan saling tabayyun.
Wallahu A’lam.