NIAT PUASA RAMADHAN
Dr. Agus Hermanto, MHI
Dalam melaksanakan ibadah, niat
merupakan salah satu penentu sah dan tidaknya ibadah tersebut, sebagaimana
sabda Rasulullah saw., “Innama a’malu bi al-niyat, wa innama li
kullimri’in ma nawa” sesungguhnya segala sesuatu tergantung kepada niat,
dan setiap orang memiliki niat yang berbeda-beda. Sebagaimana dijelaskan juga
dalam suatu kaidah “al-Umuru bi
maqashidiha” segala sesuatu tergantung kepada maksudnya. Dalam hal ini,
niat dalam hatilah yang dianggap sah, sedangkan niat yang dilafadzkan hukumnya
sunnah. Adapun tujuan niat adalah untuk dapat membedakan antara ibadah atau
amalan biasa, dan juga dapat membedakan antara ibadah satu dengan ibadah yang
lainnya.
Berkaitan dengan niat puasa biasanya
ada dua masalah yang sering muncul, yang pertama adalah; 1) apakah niat harus
diucapkan di malam hari atau boleh di siang harinya? 2) apakah niat itu harus
diperbaiki setiap malam atau hanya cukup diucapkan sekali, yaitu malam pertama
bulan Ramadhan?
Dalam hal niat, Imam Maliki, Imam
Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal berpendapat bahwa niat haruslah diucapkan
pada malam hari sebelum terbitnya fajar, sedangkan Imam Hanafi berpendapat
bahwa niat puasa dapat juga diucapkan pada siang hari setelah terbitnya fajar.
Adapun berkenaan dengan niat yang diucapkan atau dilafadzkan pada malam
pertama bulan Ramadhan adalah pendapat Imam Malik, dengan alasan agar untuk
berjaga-jaga ketika suatu saat lupa pada malam harinya, maka ia sejatinya sudah
niat di awal Ramadhan selain itu juga ibadah puaasa sejatinya dilakukan selama
satu bulan penuh dan bukan ibadah yang berbeda-beda, sedangkan Imam Hanafi,
Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin hanbal, dan para pengikutnya, berpendapat bahwa
niat dapat dilafadzkan setiap malam bulan Ramadhan karena puasa ramadhan
bersifat independen dan bukan satu kesatuan.
Wallahu A’lam.