MEMAKNAI HIKMAH (FILOSOFI)
PUASA
Rudy Irawan, M.S.I
(*Dosen UIN raden Intan Lampung, Wakil Ketua PCNU
bandarlampung, Sekretaris Komisi Seni Budaya Islam MUI lampung)
Allahumma baarik lanaa fii
Sya’baana waballighnaa Ramadlaana fii shihhatin wa salaamatin wa buluughi
l-maraam. Ya Allah berkahilah kami di
bulan Sya'ban dan sampaikanlah umur kami di bulan Ramadlan dalam keadaan sehat
afiat, sejahtera, dan asa dan cita kami tercapai atas kasih sayang-Mu wahai
Dzat yang Maha Penyayang dari Yang Penyayang. Mari kita syukuri anugrah Allah yang
tak terhingga. Hanya karena kasih sayang-Nya kita sehat afiat. Shalawat dan
salam mari kita senandungkan untuk Rasulullah Muhammad saw, keluarga, sahabat,
dan para pengikut beliau yang setia meneladani beliau. Semoga semua urusan kita
dimudahkan oleh Allah dan kelak kita mendapat syafaat beliau.
Alhamdulillah, hari ini
senin 6/05/2019 kita mengawali 1 Ramadlan 1440 H. Sulthan al-Ulama al-‘Izz bin
Abd as-Salam, ‘Izz al-Din ‘Abd al-‘Aziz bin ‘Abd as-Salam as-Sulamy (w.660 H)
menulis buku judulnya Maqashid ash-Shaum. Karya ini baru ditahqiq oleh Dr Iyad
Khalid ath-Thabba’, diterbitkan oleh Dar al-Dikr Beirut Libanon dan Damasyqus
Syria, cet pertama 1992 M/1413 H, dan edisi kedua 1995.
Kitab ini disusun indah dan
langka (nafisah nadirah) menggambarkan maqashid atau tujuan puasa, dalam 10 (sepuluh) pasal, tentang 1).
Wajibnya; 2). Keutamaannya; 3). Adab atau tata kramanya; 4). Apa yang harus
dijauhinya; 5). Usaha menggapai Lailatu l-Qadar; 6). I’tikaf; 7). Puasa Sunnah
(Tathawwu’); dan 8). Hari-hari dilarang
puasa. (Yang dua tidak disebutkan).
Pasal 1: Wajibnya Puasa.
Allah ta’ala berfirman yang artinya; “Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan kamu sekalian berpuasa, seperti diwajibkan
pada orang-orang sebelum kamu, agar kamu sekalian menjadi orang yang bertaqwa”
(QS. Al-Baqarah: 183).
Makna agar kamu takut kepada neraka
dengan berpuasa. Karena puasa merupakan sebab diampuni ya dosa-dosa yang
“mewajibkan” seseorang ke neraka. Dalam kitab Shahih al-Bukhary dan Muslim,
bahwa Nabi saw bersabda : “Islam dibangun atas lima: atas agar kamu menyembah
(beribadah) kepada Allah dan kufur kepad lainnya, mengerjakan shalat,
menunaikan zakat, haji di Baitullah, dan puasa Ramadhan” (Riwayat Muslim,
16,20).
Hanya orang-orang yang beriman yang
disapa oleh Allah untuk menjalankan ibadah puasa. Karena orang yang tidak
beriman tidak diwajibkan berpuasa. Karena tentu aneh jika orang tidak beriman,
menjalankan puasa.
Pasal 2: Keutamaan Puasa.
Ada beberapa faedah puasa: menaikkan
derajat, melebur berbagai kekeliruan (kesalahan), memecah syahwat, memperbanyak
sadaqah, memenuhi ketaatan, menyukuri Dzat Yang Mengetahui hal-hal yang samar,
menjauhi dari larangan-larangan maksiyat dan persengketaan.
Menaikkan derajat, berdasar sabda
Rasulullah saw., yang
artinya; “Apabila datang bulan Ramadlan, dibukalah
pintu-pintu surga, dikunci pintu-pintu neraka, dan dibelenggu
syaithan-syaithan” (Dikeluarkan oleh Al-Bukhary 1899 bab Puasa, dan Muslim 1709
dalam Awal Puasa riwayat dari Abu Hurairah).
Rasulullah saw juga bersabda, disebut sebagai
hikayah dari Tuhannya ‘Azza wa Jalla (ini disebut hadits Qudsy); yang artinya “Setiap
amalan anak cucu Adam as adalah untuknya. Kecuali puasa. Karena puasa itu untuk
Aku (Allah). Dan Aku akan membalasnya. Puasa adalah perisai (sesuatu yang
menjaga pemiliknya dari penyakit yang menyakitkan). Maka apabila pada hari
kalian berpuasa, maka janganlah rafats (berkata kotor) pada hari itu, dan juga
jangan gunakan kata (yang menyakiti), maka apabila salah seorang mencaci atau
memeranginya, maka katakan: aku adalah orang yang puasa, aku berpuasa. Demi
Dzat yang jiwa Muhammad ada dalam kekuasaan-Nya, sungguh aroma mulut orang yang
berpuasa itu lebih wangi di sisi Allah di hari kiamat dari aroma misik. Dan
bagi orang yang berpuasa, ada dua kegembiraan yang akan dinikmatinya: ketika
berbuka, bergembira dengan berbukanya, dan ketika berjumpa Tuhannya, bergembira
dengan puasanya” (dikeluarkan oleh al-Bukhari).
Rasulullah saw juga bersabda; yang artinya “Setiap
amalan anak cucu Adam as dilipatgandakan kebaikan sepuluh kali misal hingga
tujuh ratus kali lipat. Allah berfirman “kecuali puasa, maka sesungguhnya puasa
itu untuk Aku dan Aku akan membalasnya, mengajak syahwatnya dan makanannya dari
Aku”(dikeluarkan Muslim).
Rasulullah saw juga bersabda; yang artinya: “Sesungguhnya
di dalam surga ada pintu, disebut Rayyan, orang-orang yang puasa akan
memasukinya di hari kiamat, tidak ada yang lain masuk. Dikatakan: “mana
orang-orang yang berpuasa? Maka mereka memasukinya, ketika orang yang terakhir
masuk, maka dikunci dan tidak ada orang lain yang masuk” (Dikeluarkan oleh
al-Bukhari).
Adapun maksud “terbukanya pintu-pintu
surga” adalah ungkapan dari memperbanyak ketaatan yang “mewajibkan” pada
dibukanya pintu-pintu surga. Dan dikuncinya pintu-pintu neraka, adalah ungkapan
dari sedikitnya maksiyat yang mewajibkan dikuncinya pintu-pintu neraka. Dan
dibelenggunya syaithan-syaithan, adalah ungkapan dari terputusnya godaan
syaithan pada orang-orang yang berpuasa, karena mereka tidak ingin atau rakus
mengikuti ajakan syaithan untuk bermaksiyat.
Tentang kedua kegembiraan, pertama. Karena
pertolongan-Nya untuk dapat menyempurnakan ibadah. Dan kedua, adalah karena
balasan Allah pada saat Ia (Allah) membalasnya.
Adapun pemberian kekhususan masuknya
orang yang berpuasa melalui pintu surga khusus, ar-Rayyan, mereka ini
diistimewakan oleh Allah dengan pintu tersebut, karena keistimewaan ibadah
mereka dan kemuliaannya.
Para malaikat membawa rahmat dan kasih
sayang Allah pada orang yang berpuasa. Ketika mereka meninggalkan makan dan
menghadirkan hati dan fikiran mereka, maka Allah mengabulkan doa mereka.
Shalawat mereka adalah doa mereka untuk dibalas kasih sayang dan pengampunan.
Tentang peleburan dosa orang-orang yang
berbuat kekeliruan dan kesalahan, Rasulullah saw bersabda; yang artinya: “Ramadlan
ke Ramadlan adalah melebur atau menghapus dosa-dosa di antara keduanya apabila
engkau menjauhi dosa-dosa besar” (dikeluarkan Ahmad dan Muslim).
Akan halnya “kasru sy-syahawat”
sesungguhnya lapar, haus, keduanya memecah syahwat untuk melakukan maksiyat.
Karena itu Rasulullah saw menegaskan “Wahai kaum muda barangsiapa mampu menikah
maka segera menikahlan, karena sesungguhnya menikah adalah menutupi pandangan
mata, menjaga farji, dan barangsiapa tidak mampu maka hendaklah berpuasa,
karena puasa itu benteng” (Riwayat Ahmad, al-Bukhari, dan Muslim).
Rasulullah saw mengingatkan; yang artinya: “Sesungguhnya
syaithan itu berjalan di tempat jalannya darah, maka sempitkanlah jalannya
dengan berpuasa (lapar)” (dikeluarkan al-Bukhary, Muslim, Abu Dawud, dan Ibnu
Majah).
Adapun “memperbanyak sadaqah”
sesungguhnya orang yang berpuasa ketika lapar ia akan ingat apa yang
dimilikinya ketika lapar, dengan demikian akan memotivasinya untuk memberi
makan pada orang yang lapar.
Menurut Syeikh al-‘Izz
Abdussalam, sampai kepada kami, bahwa Nabi Sulaiman as, Nabi Yusuf as, tidak
makan kecuali semua orang yang bergantung pada beliau sudah makan. Maka ketika
ditanya tentang yang demikian, beliau menjawab : “Aku takut diriku kenyang
sementara aku melupakan orang yang lapar”.
Beliau Syeikh Izzuddin bin Abdissalam
menjelaskan pula, mensyukuri kepada Dzat Yang Maha Mengetahui hal-hal yang
samar, ketika seseorang berpuasa, maka ia akan mengenali nikmat Allah padanya,
dalam keadaan kenyang atau lapar dan haus, maka untuk itu ia mensyukurinya.
Karena berbagai kenikmatan itu tidak bisa diketahuinya kecuali dengan sepi
(atau tidak adanya) kenikmatan tersebut. Ini sama dengan orang yang sehat
sering tidak mengetahui nikmatnya sehat, sebelum sehat itu hilang dari dirinya,
berganti dengan sakit. Sebagaimana ungkapan: "Sehat itu adalah mahkota tidak
mengetahuinya (nikmat sehat) kecuali orabg yang sakit".
Karena itu syukurilah dengan
berbuat kebajikan, selagi kita sehat semaksimal mungkin. Puasa juga bermakna menjauhi dari
larangan-larangan maksiyat dan perselisihan, sesunggunya nafsu ketika ia
kenyang maka akan cenderung kepada maksiyat, dan bergegas kepada berbagai
makanan dan minuman. Dan keinginan jiwa kepada munajat dan kesibukannya lebih
baik dari pada kebergegasannya kepada maksiyat dan hal-hal yang
menggelincirkannya. Oleh karena itu, sebagian Ulama salaf mendahulukan ibadah
puasa atas ibadah yang lainnya. Maka ketika ditanya tentang hal demikian, maka
ia berkata: “Agar Allah “muncul” atau hadir dalam diriku, yaitu melarangku
makan dan minum, lebih dicintai dari pada Ia muncul pada makanan, yakni
menentangku pada maksiyat pada-Nya ketika aku kenyang.
Puasa juga memiliki banyak faedah
lainnya, seperti hati yang sehat, badan yang bugar, sebagaimana hadits
“berpuasalah, maka kamu akan sehat” (Ibnu s-Siny, Abu Na’im, dari Abu Hurairah
ra).
Termasuk kemuliaan puasa,
adalah apabila kita menyediakan takjil pada orang yang berpuasa: “Barang siapa
memberi takjil (makanan dan minuman) untuk berbuka pada orang yang berpuasa,
maka baginya (pahala) sepadan pahalanya (orang yang berpuasa). Rasulullah saw
bersabda: “Barang siapa memberi takjil (makanan dan minuman) untuk berbuka pada
orang yang berpuasa, maka baginya (pahala) sepadan pahalanya (orang yang
berpuasa), tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa sama sekali” (Riwayat
Ahmad dalam al-Musnad, at-Tirmidzi dalam bab Puasa, dan Ibnu Majah dalam bab
Puasa). Rasulullah saw juga bersabda: “Maka barangsiapa memberi makanan pada 36
orang yang berpuasa setiap tahun, maka seakan-akan ia puasa satu tahun (karena
kebaikan dilipatgandakan pahalanya sepuluh kali). Dan barang siapa memperbanyak
memberi takjil atau makan dan minum orang-orang yang berpuasa atas dasar niat
ini, Allah mencatat baginya puasa berabad-abad dan bertahun-tahun”.
Dan termasuk kemuliaan puasa adalah
bahwa orang yang menjalankan (berpuasa) karena iman dan muhasabah, diampuninya
dosa yang lalu. Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa menegakkan puasa
aramadha. Karena iman dan introspeksi diri diampuni dosanya yang terdahulu”
(Dikeluarkan oleh Muslim dan al-Bukhary).
Pasal 3: Adab atau Tata Krama
Puasa.
Masih menurut Syeikh Izzuddin bun
Abdisaalam, adab atau tata krama berpuasa ada enam:
1) Memelihara lisan dan anggota
badan dari perselisihan. Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa tidak
meninggalkan ucapan-ucapan dusta dan melakukannya, maka tidaklah ada bagi Allah
kebutuhan untuk meninggalkan makan dan minumnya” (al-Bukhary 1903 bab Puasa).
Artinya, puasanya sia-sia belaka. Sebagaimana Rasulullah saw bersabda : “Banyak orang yang menegakkannya (puasa) tapi
bagiannya dari menegakkannya adalah bangun malam (begadang), dan banyak orang
yang berpuasa, tapi bagian dari puasanya adalah lapar dan haus” (Riwayat Ahmad
dalam al-Musnad: 2/373, ad-Darimi 2720).
2) Apabila seseorang diundang
pada jamuan makan, dan dia berpuasa, maka katakanlah : “saya puasa”, sabda
Rasulullah saw : “Apabila seseorang dari
kalian diundag pada jamuan makan, dan ia berpuasa, maka katakanlah :
“Sesungguhnya aku puasa”. (Riwayat Muslim).
Ia menyebutkan demikian sebagai udzur
atau alasan pada orang yang mengundang, agar tidak terluka hatinya. Maka
apabila khawatir disebut riya’, sebutkankah alasan (udzur) lainnya, agar orang
yang mengundang juga memahaminya.
3) Apa yang ia katakan ketika
berbuka, yaitu apa yang diriwayatkan dari Nabi saw bahwa beliau bersabda ketika
berbuka: “Hilanglah haus dan hilanglah keringat dan tetap dapat pahala, jika
Allah menghendakinya” (Riwayat Abu Dawud).
Diriwayatkan juga bahwa beliau bersabda:
“Ya Allah pada-Mu aku berpuasa, atas rizqi-Mu saya berbuka” (Dikeluarkan oleh
Abdullah ibn al-Mubarak dan Abu Dawud).
Dalam hadits lain beliau
bersabda: “Segala puji bagi Allah yang telah menolongku, maka aku berpuasa, dan
memberi aku rizqi, maka aku berbuka” (Ibnu s-Siny).
4) Apa yang dikonsumsi saat
berbuka, yaitu kurma basah (ruthab), kurma kering, atau air, karena
diriwayatkan dari beliau saw berbuka sebelum shalat atas kurma basah. Jika
tidak ada maka dengan kurma kering, dan jika tidak ada yang dirasakan, maka
dengan meneguk air” (Riwayat Ahmad, Abu Dawud, dan at-Tirmidzi).
Beliau bersabda : “Jika salah seorang
kalian berpuasa, maka berbukalah dengan kurma, jika tidak menemukannya, maka
dengan air, karena sesungguhnya air itu adalah suci” (Abu Dawud, 2355,
at-Tirmidzi 695).
5) Menyegerakan berbuka.
Rasulullah saw bersabda, bahwa Allah
‘Azza wa Jalla berfirman : “Hambaku yang paling Aku cintai adalah yang
menyegerakan dalam berbuka” (Riwayat Ahmad, at-Tirmidzi).
Rasulullah saw bersabda :
“Tidak henti-hentinya agama akan nampak, selagi manusia menyegerakan berbuka,
karena orang-orang Yahudi dan Nashrani mengakhirkannya” (Riwayat Ahmad dan Abu
Dawud).
‘Amr bjn Maimun mengatakan,
“Sahabat Muhammad saw adalah yang paling menyegerakan berbuka dan melambatkan
sahur” (Riwayat al-Baihaqi dan ath-Thabrani).
Sesungguhnya, diakhirkannya
sahur asalah bertujuan agar lebih kuat dalam berpuasa, agar puasa itu
membebaninya, dan melemahkan banyak hal ketaatan kepada-Nya. Sahurnya
Rasulullah saw dan shalatnya adalah sekadar membaca 50 ayat (Riwayat
al-Bukhari).
Akan halnya menyegerakan
berbuka, karena lapar dan haus dapat menimbulkan madlarat. Maka tidak ada jalan
untuk memperpanjang nafas untuk itu, juga tidak ada pendekatan itu.
Diriwayatkan sebagian orang
penganut salaf makan di pasar, maka
dikatakan kepadanya dalam hal demikian, maka ia mengatakan : Artinya :
“Menundanya orang yang kaya (mampu) adalah aniaya” (Riwayat al-Bukhari dan
Muslim).
6) Mengakhirkan sahur. Rasulullah
saw : “Bersahurlah, karena dalam sahur itu ada keberkahan” (Riwayat
al-Bukhari).
Terkadang ada orang yang merasa enggan
untuk bangun dan makan sahur karena merasa dirinya kuat. Padahal dalam sahur
ada banyak keberkahan. Rasulullah saw bersabda : “Tidak henti-hentinya manusia
dalam kebaikan, selama ia menyegerakan berbuka” (Riwayat al-Bukhari).
Selamat menjalankan ibadah puasa. Semoga
dengan kita memahami tatacara berpuasa yang benar, seperti yang dicontohkan
Rasulullah saw, insyaa Allah kita menjadi lebih yakin, khusyu’, dan ikhlas
dengan dasar keimanan dan muhasabah, maka kita akan merasakan kenikmatan di
dalam berpuasa, meskipun secara fisik jasmani, kita pasti merasakan lapar dan
haus.
Semoga hati kita dibukakan oleh Allah
Azza wa Jalla, dan mampu merasakan
nikmatnya berpuasa dan menikmati lezatnya iman kepada Allah. Inilah momentum
untuk meraih rahmat, ampunan, dan
keberkahan dari Allah Rabbul 'Izzah.
Semoga kita juga mampu mempuasakan indra
kita, syukur hati dan fikiran kita juga mampu kita puasakan juga. Kita semua
berharap mendapatkan kebahagiaan saat berbuka, dan yang sungguh kita harapkan
adalah saat kita bisa sowan dan berjumpa langsung dengan Allah.
Allah a’lam bi sh-shawab.