BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Resiko dimasa datang dapat terjadi
terhadap kehidupan sesorang misalnya kematian, sakit atau resiko dipecat dari
pekerjaannya. Dalam dunia bisnis resiko yang dihadapi dapat berupa resiko
kerugian akibat kebakaran, kerusakan atau kehilangan atau resiko lainnya. Oleh
karena itu setiap resiko yang akan dihadapi harus ditanggulangi sehingga tidak
menimbulkan kerugian yang lebih besar lagi.
Hidup penuh dengan risiko yang terduga
maupun tidak terduga, oleh karena itulah kita perlu memahami tentang asuransi.
Beberapa kejadian alam yang terjadi pada tahun-tahun belakangan ini dan memakan
banyak korban, baik korban jiwa maupun harta, seperti mengingatkan kita akan
perlunya asuransi.
Untuk mengurangi resiko yang tidak
diinginkan dimasa yang akan datang, seperti resiko kehilangan, resiko
kebakaran, resiko macetnya pinjaman kredit bank atau resiko lainnya, maka
diperlukan perusahaan yang mau menanggung resiko tersebut. Adalah perusahaan
asuransi yang mau menanggung resiko yang akan dihadapi nasabahnya baik
perorangan maupun badan usaha. Hal ini disebabkan perusahaan asuransi merupakan
perusahaan yang melakukan usaha pertanggung jawaban terhadap resiko yang akan
dihadapi oleh nasabahnya.
Bagi setiap
anggota masyarakat termasuk dunia usaha, resiko untuk mengalami
ketidakberuntungan (misfortune) seperti ini selalu ada (Kamaluddin :2003). Dalam
rangka mengatasi kerugian yang timbul, manusia mengembangkan mekanisme yang
saat ini kita kenal sebagai asuransi.
Asuransi adalah istilah yang
digunakan untuk merujuk pada tindakan, sistem, atau bisnis dimana perlindungan
finansial (atau ganti rugi secara finansial) untuk jiwa, properti, kesehatan
dan lain sebagainya mendapatkan penggantian dari kejadian-kejadian yang tidak
dapat diduga yang dapat terjadi seperti kematian, kehilangan, kerusakan atau
sakit, dimana melibatkan pembayaran premi secara teratur dalam jangka waktu
tertentu sebagai ganti polis yang menjamin perlindungan tersebut.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas penulis dapat menemukan permasalahan sebagai berikut:
- Apa pengertian dari asuransi?
- Apa saja yang menjadi
dasar-dasar hukum asuransi?
- Apa yang menjadi penggolongan
dalam asuransi?
- Apa saja prinsip-prinsip
asuransi?
- Kapan terjadinya Asuransi?
- Apa itu polis yang terdapat
dalam asuransi?
- Apa saja yang mempengaruhi
batalnya asuransi?
- Apa saja sanksi yang dikenakan
pada perusahaan asuransi yang melakukan pelanggaran?
1.3
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang ingin dicapai penulis adalah
sebagai berikut:
- Untuk mengetahui pengertian
asuransi.
- Untuk mengetahui dasar-dasar
hukum asuransi.
- Untuk mengetahui penggolongan
asuransi.
- Untuk mengetahui
prinsip-prinsip asuransi.
- Untuk mengetahui terjadinya
asuransi.
- Untuk mengetahui polis
asuransi.
- Untuk mengetahui batalnya
asuransi.
- Untuk mengetahui sanksi
asuransi.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Asuransi
Dalam
pasal 246 KUH Dagang, asuransi atau pertanggungan merupakan suatu perjanjian
dimana seorang penanggung dengan menikmati suatu premi mengikatkan dirinya
kepada tertanggung untuk membebaskannya dari kerugian, karena kehilangan,
kerusakan, atau ketiadaan keuntungan yang diharapkan, dan yang akan dideritanya
karena kejadian yang tidak pasti.
Berdasarkan
definisi tersebut maka dalam asuransi terkandung empat unsur adalah sebagai
berikut:
1. Pihak tertanggung (insured) yang
berjanji akan membayar uang premi kepada pihak penanggung, sekaligus atau
secara berangsur-angsur.
2. Pihak penanggung (insurer) yang
berjanji akan membayar sejumlah uang (santunan) kepada pihak tertanggung,
sekaligus atau secara berangsur-angsur apabila terjadi sesuatu yang mengandung
unsur tidak tentu.
3. Suatu peristiwa (accident) yang
tak tertentu (tidak diketahui sebelumnya).
4. Kepentingan (interest) yang
mungkin akan mengalami kerugian karena peristiwa yang tentu.
Sementara
itu, dalam pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor.2 tahun 1992 menyebutkan,
Asuransi
atau pertanggungan adalah perjanjian anatara dua pihak atau lebih, dengan mana
pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi
asuransi, untuk memberikan penggantiankepada tertanggung, karena kerugian,
kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum
kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung, yang timbul dari suatu
peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang
didasarkan atas meninggalnya atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Namun,
dari rumusan diatas baik yang terdapat dalam Pasal 246 KUH Dagang maupun Pasal
1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 terdapat suatu perbedaan dalam
pengertian asuransi, dimana Pasal 246 KUH Dagang hanya mencakup pengertian
asuransi kerugian saja, sedangkan pengertian asuransi yang tercantum Pasal 1
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 mencakup pengertian asuransi jiwa dan asuransi
kerugian. Oleh karena itu, pengertian yang diberikan oleh Pasal 1 Undang-Undang
Nomor 2 tahun 1992 lebih luas yang dapat mengikuti perkembangan.
Dalam
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 menentukan bahwa objek
asuransi dapat berupa benda dan jasa, jiwa dan raga, kesehatan manusia,
tanggung jawab hukum, serta semua kepentingan lainnya yang dapat hilang, rusak
dan atau berkurang nilainya.
Adapun
manfaat yang diberikan oleh asuransi bagi tertanggung atau insured, antara lain:
a.
memberikan rasa aman dan perlindungan,
b.
berfungsi sebagai tabungan dan sumber pendapatan lain,
c.
merupakan alat penyebaran resiko, apabila peristiwa tidak tertentu terjadi,
d.
sebagai pendistribusian biaya dan manfaat yang lebih adil.
2.2
Dasar Hukum Asuransi
1.
Pasal 246 sampai dengan Pasal 308 KUH Dagang.
2.
Pasal 1774 KUH Perdata.
3. Peraturan perundang-undangan diluar
KUH Dagang dan KUH Perdata seperti
a. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang
Usaha Perasuransian;
b. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964
tentang Dana Pertanggung Wajib Kecelakaan Penumpang;
c. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964
tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan.
2.3
Penggolongan Asuransi
Berdasarkan
atas perjanjian asuransi dapat digolongkan menjadi dua, yakni asuransi kerugian
(schade verzekering) dan asuransi jumlah (sommen verzekering).
1.
Asuransi Kerugian (Schade Verzekering)
Asuransi kerugian (schade verzekering)
adalah yang memberikan penggantian kerugian yang mungkin timbul pada harta
kekayaan tertanggung.
2.
Asuransi Jumlah (Sommen Verzekering)
Asuransi
Jumlah (sommen verzekering) merupakan pembayaran sejumlah uang tertentu,
tidak tergantung kepada persoalan apakah evenement menimbulkan kerugian atau
tidak.
Namun,
dalam praktik telah terjadi perkembangan penggolongana asuransi yang disebut
dengan asuransi varia, merupakan asuransi yang mengandung unsur-unsur asuransi
kerugian maupun asuransi jumlah, seperti asuransi kecelakaan dan asuransi
kesehatan.
Dengan
demikian, menurut sifat pelaksanaannya asuransi dapat digolongkan menjadi tiga,
yaiitu asuransi sukarela, asuransi wajib, dan asuransi kredit.
1.
Asuransi Sukarela
Asuransi
sukarela merupakan pertanggungan yang dilakukan dengan cara sukarela yang
semata-mata dilakukan atas suatu keadaan ketidakpastian atau kemungkinan
terjadinya risiko kerugian atas suatu yang dipertanggungkan, misalnya asuransi
kebakaran, asuransi kendaraan bermotor, asuransi pendidikan, dan asuransi
kematian.
2.
Asuransi Wajib
Asuransi
Wajib merupakan asuransi yang bersifat wwajib yang dilakukan oleh pihak-pihak
yang terkait dimana pelaksanaannya dilakukan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang ditetapkan oleh pemerintah, misalnya jaminan sosial
tenaga kerja (Jamsostek) dan asuransi kesehatan.
3.
Asuransi Kredit
Asuransi kredit adalah asuransi yang
selalu berkaitan dengan dunia perbankan yang menitikberatkan pada asuransi
jaminan kredit berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak, sewaktu-waktu
dapat tertimpa resiko yang dapat mengakibatkan kerugian bagi pemilik barang
maupun pemberi kredit khususnya bank, meliputi asuransi pengangkutan laut dan
asuransi kendaraan bermotor.
Adapun fungsi dari asuransi kredit adalah
a.
melindungi
pemberi kredit dari kemungkinan tidak diperolehnya kembali kredit yang
diberikan kepada para nasabahnya;
b.
membantu
kegiatan keamanan perkreditan, baik kredit perbankan
maupun kredit lainnya diluar perbankan.
Dengan adanya asuransi kredit akan
mendorong bank lebih giat membantu para nasabahnya dalam menyediakan modal
untuk mengembangkan usahanya.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun
1992 tentang Usaha Perasuransian, dapat digolongkan menjadi usaha asuransi dan
usaha penunjang.
1. Usaha asuransi
terbagi atas asuransi kerugian (non life insurance), asuransi jiwa (life
insurance), dan reasuransi (reinsurance).
a. Asuransi Kerugian (Non Life Insurance)
Yaitu perjanjian asuransi yang
memberikan jasa dalam penanggulangan risiko atas kerugian kehilangan manfaat,
dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang timbul dari peristiwa yang
tidak pasti.
b. Asuransi Jiwa (Life Insurance)
Yaitu perjanjian asuransi yang
memberikan jasa dalam penanggulangan resiko yang dikaitkan dengan hidup atau
meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan.
c. Reasuransi (Reinsurance)
Yaitu perjanjian asuransi yang
memberikan jasa dan pertanggungungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh
perusahaan asuransi kerugian dan atau perusahaan asuransi jiwa.
2. Usaha penunjang terbagi
atas pialang asuransi, pialang reasuransi, penilai kerugian asuransi, konsultan
aktuvaria, dan agen asuransi.
a. Pialang Asuransi
Pialang asuransi merupakan usaha yang
memberikan jasa perantaraan dalam penutupan asuransi dan penanganan penyelesaian
ganti kerugian asuransi yang bertindak untuk kepentingan tertanggung.
b. Pialang
Reasuransi
Pialang reasuransi adalah memberikan
jasa keperantaraan dalam penempatan reasuransi dan penanganan penyelesaian ganti rugi reasuransi dengan bertindak untuk
kepentingan perusahaan asuransi.
c. Penilai
Kerugian Asuransi
Penilai kerugian asuransi adalah
memberikan jasa penilaian terhadap kerugian pada objek asuransi yang
dipertanggungkan.
d. Konsultan Aktivaria
Konsultan aktuvaria merupakan usaha yang
memberikan jasa konsultan aktuvaria.
e. Agen Asuransi
Agen asuransi merupakan pihak yang
memberikan jasa keperantaraan dalam rangka pemasaran jasa asuransi untuk dan
atas nama penanggung.
2.4
Prinsip-Prinsip Asuransi
Adapun prinsip-prinsip yang terdapat
dalam sistem hukum asuransi, yakni prinsip kepentingan yang dapat diasuransikan
(insurable interest), indemnitas (indemnity), atas kejujuran
sempurna/iktikat baik (utmost good faith), subrogasi bagi penanggung (subrogation),
proxima causa, dan kontribusi (contribution).
1.
Kepentingan yang Dapat Diasuransikan (Insurable Interest)
Kepentingan yang dapat diasuransikan (insurable
interest) adalah setiap pihak yang bermaksud mengadakan perjanjian asuransi
harus mempunyai kepentingan yang dapat diasuransikan, artinya bahwa tertanggung
harus mempunyai keterlibatan sedemikian rupa dengan akibat dari suatu peristiwa
yang belum pasti terjadi dan yang bersangkutan menderita kerugian akibat
peristiwa itu.
Dengan
Pasal 250nKUH Dagang dinyatakan bahwa kepentingan yang diasuransikan tersebut
harus ada pada saat ditutupnya perjanjian asuransi. Apabila syarat tersebut
tidak dipenuhi maka penanggung akan bebas dari kewajibannya untuk membayar
kerugian, sedangkan Pasal 268 KUH Dagang mensyaratkan kepentingan yang dapat
diasuransikan itu harus dapat dinilai dengan sejumlah uang.
2.
Indemnitas (Indemnity)
Indemnitas (indemnity) adalah
berdasarkan perjanjian asuransi penanggung memberikan suatu proteksi
kemungkinan kerugian ekonomi yang akan diderita tertanggung. Dengan demikian,
pada dasarnyaperjanjian asuransi mempunyai tujuan utama untuk penggantian
kerugian kepada pihak tertanggung oleh penanggung.
Asuransi hanya menempatkan kembali
seorang tertanggung yang telah mengalami kerugian sama dengan keadaan sebelum
terjadinya kerugian.
Dengan dipergunakan prinsip indemnitas didalam asuransi
didasarkan pada asas hukum perdata, yaitu larangan memperkaya diri selama
melawan hukum atau memperkaya diri tanpa hak (onrechtmatige verrijking).
Prinsip indemnitas berkaitan dengan
pengukuran besarnya nilai kerugian, contohya dalam perjanjian asuransi
kebakaran, pengukuran nilai kerugian yang sebenarnya adalah nilai kerugian yang
sebenarnya adalah nilai ganti dari property yang rusak (akibat kebakaran) yang
dikurangi dengan penyusutan.
3.
Asas Kejujuran Sempurna/Itikad Baik (Utmost Good Faith)
Asas Kejujuran Sempurna/Itikad Baik (Utmost
Good Faith) adalah prinsip adanya itikad baik atas dasar kepercayaan antara
pihak penanggung dengan pihak tertanggung dalam perjanjian asuransi, artinya
a. penanggung harus dengan jujur menerangkan
dengan jelas segala sesuatu tentang luasnya syarat/kondisi dari asuransi yang
bersangkutan dan menyelesaikan tuntutan ganti rugi sesuai dengan syarat dan
kondisi pertanggungan;
b. sebaliknya, tertanggung juga harus memberikan
keterangan yang jelas dan benar atas objek atau kepentingan yang
dipertanggungkan; misalnya, tertanggung tidak boleh menyembunyikan keterangan
yang diketahui dan harus memberikan keterangan yang benar sebab musabab
terjadinya kerugian.
Prinsip
ini tercemin dalam Pasal 251 KUH Dagang yang menekankan kewajiban tertanggung
untuk memberikan keterangan atau informasi yang benar kepada pihak penanggung.
Hal ini penting, karena
jika sampai si tertanggung tidak memberikan segala informasi, keterangan,
ataupun segala hal yang berkaitan dengan objek asuransi dengan
sebenar-benarnya, ataupun ternyata terbukti tertanggung telah menyembunyikan
atau merekayasa fakta yang sebenarnya mengenai objek asuransi maka nantinya
jika terjadi evenement terhadap diri si tertanggung maka penanggung tidak akan
bertanggung jawab untuk memberikan ganti rugi kepada tertanggung.
4.
Subrogasi bagi Penanggung (Subrogation)
Subrogasi bagi penanggung (subrogation),
yakni dalam Pasal 284 KUH Dagang menentukan bahwa penanggung yang telah
membayar kerugian dari suatu benda yang dipertanggungkan mendapat semua hak-hak
yang ada pada si tertanggung terhadap orang ketiga mengenai kerugian itu;
tertanggung bertanggung jawab untuk setiap perbuatan yang mungkin dapat
merugkan hak dari penanggung terhadap orang-orang ketiga.
Dengan demikian, subrogasi menurut
undang-undang hanya dapat berlaku apabila terhadap dua faktor, yakni
a. apabila tertanggung di samping mempunyai hak
terhadap penanggung juga mempunyai hak terhadap pihak ketiga;
b. hak-hak itu timbul karena kerugian, misalnya
hak subrogasi timbul dengan sendirinya (ipso facto) sehingga tidak perlu
ditentukan dalam polis, tetap kadang-kadang dimuat dalam polis sebagai klausula
subrogasi.
Dalam
kaitannya dengan tersebut diatas, para sarjana umumnya berpendapat bahwa asas
subrogasi hanya berlaku terhadap asuransi kerugian dan tidak berlaku untuk
asuransi julah, misalnya asuransi jiwa dan asuransi kesehatan.
5.
Proxima Causa
Proxima causa telah tercermin dalam
Pasal 249 dan Pasal 276 KUH Dagang. Dalam Pasal 249 KUH dagang menyebutkan
bahwa untuk kerusakan atau kerugian yang timbul dari sesuatu cacat,kebusukan
sendiri, atau yang langsung ditimbulkan dari sifat dan macam barang yang
dipertanggungkan sendiri, tak sekali-kali si pertanggungan juga untuk itu, sedangkan
Pasal 276 KUH Dagang, menyebutkan bahwa tiada kerugian atau kerusakan yang
disebabkan karena kesalahan si tertanggung sendiri harus ditanggung oleh si
penanggung, bahkan berhaklah si penanggung itu memiliki premi ataupun
menuntunya apabila ia sudah mulai memikul suatu bahaya.
Berdasarkan kedua pasal tersebut dapat
disimpulkan bahwa jika kerugian yang diderita oleh si tertanggung sendiri
disebabkan karena kebusukan, cacat, sifat atau macam dari barangnya sendiri
(obejk asuransi) maupun karena kesalahan, kesengajaan, kelalaian dari diri si
tertanggung sendiri maka dalam hal ini penanggung dapat dibebaskan dari
tanggung jawabnya untuk memberi ganti rugi kepada tertanggung.
Dalam prinsip ini untuk dapat tidaknya
penanggung wajib membayar ganti rugi harus terlebih dahulu melihat fakta-fakta
seperti berikut:
a. peristiwa yang terjadi dan fakta
tertanggung menderita kerugian;
b. peristiwa yang terjadi termasuk
peristiwa yang ditutup dalam polis atau tidak;
c. kerugian yang diderita tertanggung
adalah sebagai akibat dari peristia yang ditutup dalam polis;
d. ada unsur yang membebaskan penanggung
ari kewajiban nya.
6.
Kontribusi (Contribution)
Kontibusi (contribution) dapat
disimpulkan dalam Pasal 278 KUH Dagang yang menyebutkan bilamana pada polis
yang sama oleh berbagai penanggung, meskipun pada hari-hari yang berlainan
dipertanggungkan untuk lebih daripada harganya maka mereka bersama-sama
meneurut keseimbangan jumlah untuk mana mereka menandatangani hanya memikul
harga sesungguhnya yang dipertanggungkan.
Ketentuan yang sama berlaku, bilamana
pada hari yang sama, mengenai benda yang
sama diadakan pertanggungan-pertanggungan yang berlainan.
Asas kontribusi hanya berlaku dalam
hal-hal seperti berikut:
a. apabila polis-polis diadakan untuk
risiko atau bahaya yang sama menimbulkan kerugian;
b. polis-polis itu menutup kepentingan yang
sama, dari tertanggung yang sama, dan terhadap benda yang sama pula;
c. polis-polis itu masih berlaku pada saat
terjadinya kerugian.
Apabila dalam polis memuat
klausula non contribution maka pembayaran dibawah polis ini terbatas hanya
untuk jumlah kerugian yang melebihi jumlah yang tertanggung oleh polis-pois
yang lain sehinga asas kontribusi tidak berlaku dan polis itu berubah menjadi
excess policy. Dengan demikian, tertanggung pertama-tama menuntut ganti
kerugian kepada penanggung pertama, baru kalau ada sisanya dia dapat menuntut
ganti kerugian kepada penanggung kedua.
2.5
Terjadinya Asuransi
Hak dan kewajiban penanggung dan tertanggung timbul
pada saat ditutupnya asuransi walaupun polis belum diterbitkan, artinya suatu
perjanjian asuransi sudah terjadi sejak adanya kesepakatan antara Penanggung
dan Tertanggung, Polis hanyalah sebagai alat bukti terjadinya perjanjian
pertanggungan.
Penutupan asuransi dalam praktiknya
dibuktikan dengan disetujuinya aplikasi atau ditandanganinya kontrak sementara
(cover note) dan dibayarnya premi. Selanjutnya sesuai ketentuan
perundang-undangan yang berlaku, penanggung atau perusahaan asuransi wajib
menerbitkan polis asuransi (Pasal 255 KUHD).
2.6
Polis Asuransi
Polis asuransi adalah kontrak tertulis
antara maskapai asuransi dan pihak yang dijamin memuat persyaratan dan
ketentuan perjanjian. Dengan demikian, dalam setiap perjanjian perlu dibuat
bukti tertulis atau surat perjanjian antara pihak-pihak yang mengadakan perjanjian
sebagai bukti tertulis telah terjadiperjanjian asuransi. Untuk itu, dikeluarkan
surat yang disebut dengan polis sesuai dengan Pasal 255 KUH Dagang.
Adapun fungsi polis secara umum, antara
lain
1. merupakan bukti perjanjian pertanggungan;
2. sebagai bukti jaminan dari penanggung keapda
tertanggung untuk menggantikan kerugian yang mungkin dialami oleh tertanggung
akibat peristiwa yang tidak terduga sebelumnya dengan prinsip, yakni
a. untuk mengembalikan tertanggung kepada
kedudukannya semua sebelum mengalami kerugian;
b.
untuk menghindarkan tertanggung dari kebangkrutan.
2.7
Batalnya Asuransi
Suatu pertanggungan hakikatnya adalah suatu
perjanjian maka ia dapat pula diancam dengan risiko batal atau dapat dibatalkan
apabila tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana ditentukan dalam
Pasal 1320 KUH Perdata.
Selain itu KUHD mengatur tentang ancaman
batal dalam perjanjian asuransi apabila:
1. Memuat keterangan yang keliru atau tidak
benar atau bila tertanggung tidak memberitahukan hal-hal yang diketahuinya
sehingga apabila hal itu disampaikan kepada penanggung akan berakibat tidak
ditutupnya perjanjian asuransi tersebut. (Pasal 251 KUHD).
2. Memuat suatu kerugian yang sudah ada sebelum
perjanjian asuransi ditandatangani (Pasal 269 KUHD); memuat ketentuan bahwa
tertanggung dengan pemberitahuan melalui pengadilan membebaskan si penanggung
dari segala kewajibannya yang akan datang (Pasal 272 KUHD).
3. Terdapat suatu penipuan atau kecurangan si
tertanggung (Pasal 282 KUHD).
4. Apabila objek pertanggungan menurut
peraturan perundang-undangan tidak boleh diperdagangkan dan atas sebuah kapal
baik kapal Indonesia atau kapal asing yang digunakan untuk mengangkut objek
pertanggungan menurut peraturan perundangundangan tidak boleh diperdagangkan
(Pasal 599 KUHD).
2.8
Sanksi Asuransi
Di dalam praktik dijumpai banyak sekali
perusahaan yang bergerak di bidang perasuransian. Ini menunjukkan bisnis
asuransi merupakan bisnis yang menguntungkan. Akan tetapi, bisnis asuransi
dapat juga merugikan masyarakat apabila perusahaan asuransi dikekola secara
tidak profesional. Untuk itulah pemerintah telah menentukan sanksi bagi
perusahaan asuransi yang melakukan pelanggaran.
1.
Sanksi Administratif
Setiap Perusahaan Perasuransian yang
tidak memenuhi ketentuan dalam Peraturan Pemenrintah No. 73 tahun 1992
tertanggal 30 Oktober 1992 tentang penyelenggaraan Usaha Perasuransian (PP
No.73/1992) serta peraturan pelaksanaannya yang berkenaan dengan:
a. Perizinan usaha;
b. Kesehatan keuangan;
c. Penyelenggaraan usaha;
d. Penyampaian laporan;
e. Pengumuman neraca dan perhitungan laba
rugi atau tentang pemeriksaan langsung;
Dikenakan
sanksi peringatan, sanksi pembatasan kegiatan usaha dan sanksi pencabutan izin
usaha (Pasal 37 PP No. 73/1992).
Tanpa mengurangi ketentuan Pasal 37,
maka terhadap:
1. Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi
yang tidak menyampaikan laporan keuangan tahunan dan laporan operasional
tahunan dan atau tidak mengumumkan neraca dan perhitungan laba rugi, sesuai
dengan jangka waktu yang ditetapkan, dikenakan denda administratif Rp1.000.000
(satu juta rupiah) untuk setiap hari keterlambatan.
2. Perusahaan Pialang Asuransi atau Perusahaan
Pialang Reasuransi yang tidak menyampaikan laporan operasional tahunan sesuai
dengan jangka waktu yang ditetapkan dikenakan denda administratif Rp500.000
(lima ratus ribu rupiah) untuk setiap hari keterlambatan (Pasal 38 PP No. 73/1992).
2. Sanksi Pidana
Sanksi pidana dikenakan pada kejahatan
perasuransian yang diatur dalam Pasal 21 UU Asuransi, berikut ini:
a. Terhadap pelaku utama
Orang yang menjalankan atau menyuruh menjalankan usaha
perasuransian tanpa izin usaha, menggelapkan premi asuransi, menggelapkan
dengan cara mengalihkan, menjaminkan, dan atau menggunakan tanpa hak kekayaan
Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan Asuransi Jiwa atau perusahaan
Reasuransi, diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan
denda paling banyak Rp2.500.000.000 (dua miliar lima ratus juta rupiah).
b. Terhadap pelaku pembantu
orang yang menerima, menadah, membeli, atau menggunakan atau
menjual kembali kekayaan perusahaan hasil penggelapan dengan cara tersebut yang
diketahuinya atau patut diketahuinya bahwa barang-barang tersebut adalah
kekayaan Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan Asuransi Jiwa atau
Perusahaan Reasuransi, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan denda paling banyak Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah).
c. Terhadap pemalsu dokumen
Orang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama melakukan
pemalsuan atas dokumen Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan Asuransi
Jiwa atau Perusahaan Reasuransi, diancam dengan pidana penjara paling lama 5
tahun dan denda paling banyak Rp250.000.000 (dua ratus lima puluh juta rupiah).
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Menurut pasal 1 angka 1 Undang-Undang
Nomor. 2 tahun 1992 menyebutkan, Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian
anatara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri
kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan
penggantiankepada tertanggung, karena kerugian, kerusakan atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang
mungkin diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak
pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggalnya
atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
2. Dasar hukum yang terdapat dalam asuransi
yaitu Pasal 246 sampai dengan Pasal 308 KUH Dagang, Pasal 1774 KUH Perdata dan
peraturan perundang-undangan di luar KUH Dagang dan KUH Perdata.
3. Berdasarkan atas perjanjian asuransi
dapat digolongkan menjadi dua, yakni asuransi kerugian dan asuransi jumlah.
Menurut sifat pelaksanaannya asuransi dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu
asuransi sukarela, asuransi wajib, dan asuransi kredit. Sedangkan berdasarkan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, dapat digolongkan
menjadi usaha asuransi dan usaha penunjang.
4.
Adapun
prinsip-prinsip yang terdapat dalam sistem hukum asuransi, yakni prinsip
kepentingan yang dapat diasuransikan (insurable interest), indemnitas (indemnity),
atas kejujuran sempurna/iktikat baik (utmost good faith), subrogasi bagi
penanggung (subrogation), proxima causa, dan kontribusi (contribution).
5.
Suatu
perjanjian asuransi sudah terjadi sejak adanya kesepakatan antara Penanggung
dan Tertanggung, Polis hanyalah sebagai alat bukti terjadinya perjanjian
pertanggungan.
6. Polis asuransi adalah kontrak tertulis
antara maskapai asuransi dan pihak yang dijamin memuat persyaratan dan
ketentuan perjanjian.
7. Suatu perjanjian dapat pula diancam
dengan risiko batal atau dapat dibatalkan apabila tidak memenuhi syarat sahnya
perjanjian sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320 KUH Perdata.
8. Bisnis
asuransi dapat juga merugikan masyarakat apabila perusahaan asuransi dikekola
secara tidak profesional. Untuk itulah pemerintah telah menentukan sanksi bagi
perusahaan asuransi yang melakukan pelanggaran, yaitu sanksi administratif dan
sanksi pidana.
3.2
Saran
Suatu pembuatan sebuah makalah haruslah sesuai
dengan realita yang ada dan kami sadar bahwa makalah yang kami susun ini masih
jauh dari sempurna. Oleh karena itu kami mohon kritik dan saran dari semua
pihak yang dapat mendukung pembuatan makalah agar makalah selanjutnya dapat
lebih baik lagi. Makalah ini kami tujukan sebagai salah satu pemenuhan tugas
kuliah kami dan juga kami berharap agar makalah ini dapat bermanfaat dan dapat
memberikan kontribusi baik kepada pembaca dan kepada diri kami tentunya. Penulis
menyadari makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan maupun pembahasan,
untuk itu saran dan kritik dari rekan-rekan sangat penulis harapkan untuk
perbaikan di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Sari,
Elsi Kartika dan Advendi Simanunsong. 2008. Hukum dalam Ekonomi.Jakarta:
PT Gramedia Widiasarana Indonesia
Pasaribu,
Chairuman dan Suhrawadi K. Lubis. 2004. Hukum Perjanjian Dalam Islam.
Jakarta: Sinar Grafika Offset
Asikin,
Zainal. 2013. Hukum Dagang. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada