BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Agama Islam adalah rahamatalilalamin. segala sesuatu
yang terjadi pada setiap orang yang memeluk agama islam, akan diatur
karena islam adalah agama yang sempurna.
Di dalam suatu negara, islam mempunyai peran
yang sangat penting karena agama islam juga mengajarkan tentang
nilai-nilai berbangsa dan bernegara. Apalagi di negara yang mayoritas
penduduknya muslim pasti akan ada perbedaan daripada di negara yang penduduknya
non muslim contohnya di indonesia.
Indonesia
adalah sebuah Negara yang majemuk dan multikultural. Mayoritas masyarakat Indonesia menganut agama
Islam meskipun bukan sebuah Negara Islam. Tidak kalah dengan Negara Islam
lainnya, penganut agama Islam di Indonesia tetap paling banyak karena Indonesia
tercatat sebagai Negara yang jumlah penduduknya sangat besar.
Ideologi
bangsa Indonesia adalah demokrasi, yang memiliki arti kepemerintahan dipegang
oleh rakyat. Dalam masa kepemerintahan Islam, demokrasi pertama kali terjadi
ketika pemilihan khalifah Utsman bin Affan. Secara tidak langsung, pemilihan yang
dilakukan melalui musyawarah tersebut menunjukkan pola demokrasi. Sedangkan di
Indonesia, demokrasi telah ada sejak lama, namun kata demokrasi tersebut baru
akrab ditelinga rakyat sekitar kepemimpinan SBY dengan partainya Demokrat. Di
Indonesia yang mempunyai banyak kultur dan menganut demokrasi dirasa sangat
tepat sekali, karena rakyat dari Sabang sampai Merauke dapat memberikan suara
penuh terhadap pemerintahan.
Islam
yang merupakan agama terbesar di Indonesia juga ikut berperan penting untuk
membantu mengantarkan demokrasi di Indonesia, sehingga dapat diterima dengan
baik oleh masyarakat. Tapi tidak seluruhnya setuju dengan demokrasi yang ada.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang yang penulis uraikan, terdapat
permasalahan yang ingin dipecahkan. Permasalahan tersebut antara lain :
1.
Apakah
hakikat demokrasi ?
2.
Bagaimanakah
sistem demokrasi di Indonesia ?
3.
Bagaimanakah
sistem demokrasi menurut Islam ?
4.
Bagaimanakah
sistem demokrasi Islam di Indonesia ?
C. Tujuan
Pembahasan
1.
Mengetahui
sistem demokrasi di Indonesia
2. Memgetahui sistem demokrasi menurut
islam
3.
Mengetahui
sistem domokrasi di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A. Makna
dan Hakekat Demokrasi
Pengertian demokrasi menurut bahasa, “demokrasi” terdiri
dari dua kata yang berasal dari Yunani yaitu “demos” yang berarti rakyat atau
penduduk suatu tempat dan “cratein” atau “cratos” yang berarti kekuasaan atau
kedaulatan. Jadi secara bahasa demokrasi, demos-cratein atau demos-cratos
adalah Negara yang sistem pemerintahannya
ada di tangan rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat.
Sedangkan pengertian demokrasi menurut istilah menurut Sidney
Hook demokrasi adalah bentuk secara
langsung atau tidak langsung didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang
diberikan secara bebas dari rakyat. Sedangkan menurut Henry B. Mayo menyatakan demokrasi sebagai sistem politik
merupakan suatu sistem yang menunjukkan bahwa kebijakan umum ditentukan atas
dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat.
Dengan demikian, makna demokrasi sebagai
dasar hidup bermasyarakat mengandung pengertian bahwa rakyat lah yang memberikan ketentuan dalam masalah-masalah
mengenai kehidupannya, termasuk dalam menilai kebijakan Negara, karena
kebijakan tersebut akan menentukan kehidupan rakyat. Sedangkan hakekat
demokrasi sebagai suatu sistem bermasyarakat dan bernegara serta pemerintah
memberikan penekanan pada keberadaan kekuasaan di tangan rakyat baik dalam
penyelenggaraan Negara maupun pemerintahan.
B.
Norma-Norma Pandangan Hidup Demokrasi
Demokrasi
tidak akan lahir tumbuh dan berkembang begitu saja dengan sendirinya dalam
kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara. Untuk mewujudkan demokrasi
memerlukan perjuangan dan usaha setiap warga dan semua unsur pendukungnya.
Untuk menjadikan demokrasi di sebuah Negara, masyarakatnya harus memenuhi norma
atau aturan pandangan hidup demokrasi.
Menurut
Nurcholish Majid berdasarkan penilitian pada Negara-Negara demokratis, paling
sedikit ada tujuh norma yang harus dipenuhi yakni; pentingnya kesadaran akan
pluralisme, musyawarah, pertimbangan moral, pemufakatan yang jujur dan sehat,
pemenuhan segi-segi ekonomi, kerja sama antar warga masyarakat dan sikap
mempercayai itikad baik masing- masing serta pandangan hidup demokratis harus
dijadikan unsur yang menyatu dengan
sistem pendidikan.
1. Pentingnya kesadaran akan pluralisme
2. Musyawarah
3. Pertimbangan moral
4. Pemufakatan yang jujur dan sehat
5. Pemenuhan segi-segi ekonomi
6. Kerja sama antar warga masyarakat dan sikap
mempercayai itikad baik masing- masing
7. Pandangan hidup demokratis harus
dijadikan unsur yang menyatu dengan
sistem pendidikan.
C.
Prinsip Demokrasi
Negara
yang demokratis belum bisa disebut demokratis jika belum dapat mewujudkan
prinsip-prinsip demokrasi. Menurut Masykuri Abdillah, prinsip-prinsip demokrasi
terdiri atas prinsip persamaan, kebebasan dan pluralisme . Semua orang di
samakan sehingga tidak ada jurang pemisah karena Indonesia merupakan Negara
yang majemuk, bebas untuk mengemukakan pendapatnya namun harus diimbangi dengan
paham pluralisme. Sedangkan menurut Robert A. Dahl terdapat tujuh prinsip yang
harus ada dalam sistem demokrasi yaitu; kontrol atas keputusan pemerintah,
pemilihan yang teliti dan jujur, hak memilih dan dipilih, kebebasan menyatakan
pendapat tanpa ancaman, kebebasan mengakses informasi, kebebasan berserikat.
D.
Kelemahan Demokrasi
Setiap
hal pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. Selain kebaikan-kebaikan tentang
demokrasi yang telah diuraikan ternyata demokrasi memiliki kelemahan Beberapa
kekurangan dikemukakan oleh S. N. Dubey diantaranya adalah:
Pertama,
demokrasi berdasar terhadap anggapan bahwa manusia semua sama atau sederajat,
karena mereka akrab dan memiliki hal serupa didalam mental, spiritual dan
kualitas moral. Akan tetapi para pengkritik demokrasi membantah bahwa anggapan
tersebut. Manusia tampak sangat berbeda didalam berbagai hal, seperti stamina
moral, dan kapasitas untuk belajar dengan berlatih dan pengalaman.
Kedua,
pemerintahan oleh mayoritas merupakan peraturan yang dipegang oleh manusia
biasa, dimana secara umum tidak intelligent, memiliki opini yang tak terkontrol
dan bertindak emosional tanpa alasan, berpengetahuan terbatas, kekurangan waktu
luang yang diperlukan untuk perolehan dalam memahami informasi, dan curiga atas
kecakapan yang dimiliki oleh orang lain. Oleh karena itu, demokrasi adalah
lemah didalam kualitas.
Ketiga,
dalam demokrasi yang memerintah adalah publik, sedangkan publik atau kelompok
seringkali beraksi dengan cara mencolok. Tindakan rakyat seringkali bersifat
menuruti kata hati dan dengan mudah terpengaruh atas saran dari kelompok
lainnya. Publik seringkali bertindak anarkis atas nama kebebasan. Hal yang
tidak terpuji, dimana pemimpin politik memanfaatkan psikologis rakyat banyak
dan membangunkan nafsu masyarakat dalam rangka untuk memenangkan dukungan
masyarakat.
Keempat, demokrasi didasarkan atas
sistem partai. Partai-partai dipandang sangat diperlukan untuk kesuksesan
demokrasi. Akan tetapi sistem partai telah merusak demokrasi dimana-mana.
Partai- partai meletakkan perhatian utama untuk mereka sendiri daripada bangsa
mereka. Mereka berkembang diatas ketidaktahuan masyarakat.
Kelima,
propaganda partai dan sering mengunjungi masyarakat tertentu membutuhkan
pengeluaran yang besar. Sebagai contoh di Indonesia, milyaran rupiah
tersalurkan untuk setiap lima tahun pemilihan. Jumlah uang yang sangat besar
ini dikeluarkan sebagai gaji dan upah para legislator. Dana yang seharusnya
dipakai untuk tujuan produktif, dihabiskan dengan sia- sia atas dasar berkampanye
dan propaganda partai.
E.
Hubungan
Agama dan Demokrasi
Agama
dan demokrasi merupakan konsep dan sistem nilai yang bermakna sangat penting
dalam kehidupan manusia, pelaku utama sistem ini adalah manusia. Persoalan
manusia dalam menjalani kehidupan baik sebagai makhluk religius maupun sebagai
makhluk sosial yang berasal dari sumber yang berbeda. Agama diyakini sebagai
suatu sistem nilai atau ajaran yang datang dari Tuhan, bukan buatan dan
rekayasa manusia. Demokrasi adalah produk dan aktualisasi penalaran manusia
sebagai makhluk sosial. Terdapat tiga pandangan hubungan antara agama dan
demokrasi :
Pandangan
pertama: tidak bisa ditemukan (dipertemukan) agama adalah “candu masyarakat” .
demokrasi adalah sistem dunia. Maka dari itu, agama tidak sejalan bahkan
berhadapan dengan semangat nilai demokrasi. Dsini agama justru dianggap sebagai
penghatang lahirnya iklim demokrasi dalam interaksi sosial kehidupan manusia.
Pandangan
kedua: menyatakan hubungan agama dengan demokrasi bersifat netral. Agama tidak
dapat mempengaruhi demokrasi dan demokrasi tidak dapat mempengaruhi agama,
keduanya tidak dapat mempengaruhi sehingga agama adalah murni agama dan
demokrasi adalah murni demokrasi.
Pandangan ketiga: menyatakan bahwa
agama dan demokrasi mempunyai kesejajaran dan kesesuaian. Agama baik secaara
teologis dan sosiologis sangat mendukung proses demokrasi politik, ekonomi
maupun kebudayaan.
Dari
ketiga pandangan diatas, Indonesia lebih condong berada pandangan ketiga yakni
agama dan demokrasi mempunyai kesejajaran dan kesesuaian. Hal tersebut dapat
dibuktikan pada saat pelantikan pejabat Negara di Indonesia yakni disumpah
dengan mengunakan alquran. Selain itu dalam membuat aturan-aturan agama juga
diikut disertakan.
F.
Pengertian
Demokrasi Menurut Islam
Islam
bermula dari kehadirannya untuk mengibaran ajaran tauhid. Ajaran ini memberi
kebebasan pada manusia untuk berkreasi, salah satunya dalam hal kepemerintahan
yang semata-mata hanya untuk Allah SWT. Selain Allah bersifat nisbi, tidak
harus dipertuan.
Demokrasi
merupakan salah satu kreasi manusia dalam hal kepemerintahan. Disini terdapat
dua pendapat tentang demokrasi yakni yang merupakan perkembangan dari
musyawarah di zaman Rasulullah dengan demokrasi yang merupakan konsep manusia.
Berikut penjelasannya:
1. Pendapat yang Mengatakan Demokrasi Adalah
Konsep Manusia
Menurut
Hizb al Tahrir, asal mula konsep demokrasi adalah rakyatlah yang memiliki
kehendak otoritas. Rakyat berhak memutuskan undang-undang memilih pemimpin dan
memiliki hak penuh atas bangsanya. Kepemimpinan mutlak milik rakyat. Mereka
memipin berdasarkan kehendak mereka sendiri. Sehingga konsep demokrasi adalah
konsep kufur karena ia bukan hukum syariat Allah swt. Konsep demokrasi
bertentangan dengan hukum Islam karena lebih mengutamakan otoritas rakyatnya
bukan pada syara dan yang menentukan hukum adalah rakyat, bukan Allah swt.
Dalam
Islam, tidak disebutkan satu tekspun didalam alquran bahwa kekuasaan adalah
milik rakyat. Bahkan menjelaskan secara gamblang bahwa kekuasaan adalah milik
Allah. Ketika terjadi perselisihan undang-undang yang dijadikan referensi
adalah al quran, sunnah, ijma dan qiyas.
2. Pendapat yang Mengatakan Demokrasi Berasal
Dari Islam
Orang
pertama yang menulis tentang demokrasi adalah seorang filosof dari inggris.
Kemudian Islam datang dan menyempurnakan. Menganjurkan musyawarah, persamaan
dan membebaskan hak berbicara, mengkritik dan menentang kemungkaran.
Orang
Islam menemukan konsep baru yang merealisasikan kemaslahatan mereka dengan
tidak bertentangan dengan ketetapan agama yakni
menggantikan konsep syura dengan konsep demokrasi yang lebih cocok dan
tidak bertentangan dengan teks suci serta ruh Islam sehingga tidak merupakan
sebuah bidah.
Islam
dan demokrasi sinkron dalam hal yang esensial. Sistem mana saja yang tidak
mengakui kebebasan individu, solidaritas sosial dan pengambilan keputusan
berdasarkan suara mayoritas adalah tidak sesuai dengan prinsip Islam.
Hakekat
demokrasi yang sejati memuat metode tahapan seperti pemilu dan pengambilan
fatwa secara umum, memenangkan hukum mayoritas, adanya bermacam-macam partai
politik serta hak minoritas sebagai oposan, kebebasan pers dan independensi
badan hukum.
Dalam
konsep yusuf al-Qardlawi tentang Negara, kehidupan umat Islam adalah menyatu
dan tidak memisahkan antara yang profal dan sakral antara dunia dan akhirat,
antara masalah keagamaan dan sekuler dan sebagainya seluruh dimensi kehiduppan
umat Islam didasarkan pada tauhid.
Tidak berarti umat Islam dapat
mendirikan Negara menurut kehendaknya sendiri dan mengabaikan syariat Islam,
karena hal ini akan mengakibatkan berdirinya Negara sekuler tanpa dimensi
spiritual dan akan cenderung pada kehidupan matrialistik. Prinsip Islam itu
adalah keadilan, musyawarah dan persaudaraan. Untuk itu pentinglah syariah sebagai sumber hukum atau pola hidup dalam masyarakat
Islam.
G.
Demokrasi dan Islam
Islam
dan demokrasi, setidaknya terdapat tiga pandangan yaitu:
Pertama,
Islam dan demokrasi adalah dua sistem politik yang berbeda. Islam tidak bisa
disubordinatkan dengan demokrasi karena Islam merupakan sistem politik yang
mandiri (self-suffcient). Dalam bahasa politik muslim, Islam sebagai agama yang
kaffaah (sempurna) tidak saja mengatur persoalan keimanan (akidah) dan ibadah,
melainkan mengatur segala aspek kehidupan umat manusia termasuk aspek kehidupan
bernegara.
Kedua, Islam berbeda dengan demokrasi
jika demokrasi didefinisikan secara procedural seperti dipahami dan
dipraktikkan di Negara-negara Barat. Kelompok kedua ini menyetujui adanya
prinsip-prinsip demokrasi dalam Islam. Tetapi, mengakui adanya perbedaan antara
Islam dan demokrasi. Bagi kelompok ini, Islam merupakan sistem politik
demokratis kalau demokrasi didefinisikan secara substantif, yakni kedaulatan di
tangan rakyat dan negara merupakan terjemahan dari kedaulatan rakyat ini.
Ketiga,
Islam adalah sistem nilai yang membenarkan dan mendukung sistem politik
demokrasi seperti yang diperaktikkan negara-negara maju. Islam di dalam dirinya
demokratis tidak hanya karena prinsip syura (musyawarah), tetapi juga karena
adanya konsep ijtihad dan ijma (konsensus). Di Indonesia pandangan ketiga ini lebih
dominan karena demokrasi sudah menjadi bagian integral sistem pemerintahan
Indonesia dan negara-negara muslim lainnya.
1.
Definisi
Demokrasi
Demokrasi
adalah sebuah tatanan Negara /pemerintahan yang bersumber dari rakyat, oleh
rakyat, untuk rakyat. (benyamin Franklin). Demokrasi memberikan kepada manusia
dua hal :
a)
.Hak
membuat hukum
b)
.Hak
memilih penguasa
Demokrasi
dalam berbagai bidang
Memahami Demokrasi Dalam Pembuatan Hukum :
1)
Dalam
Islam membuat hukum adalah haram. Karena yang berhak membuat hukum hanya Allah,
bukan manusia
Firman
Allah SWT (QS Al-An'aam : 57) yang artinya:
“Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah”
Walaupun
ayat tersebut bersifat umum, tapi itulah titik kritis dalam demokrasi yang
sungguh bertentangan secara frontal
dengan Islam. Pada titik itulah, demokrasi disebut sebagai sistem kufur.
Sebab sudah jelas,memberi hak kepada
manusia untuk membuat hukum yang bertentangan dengan hukum syara’ adalah suatu
kekufuran.
Firman
Allah SWT (artinya) :
"Barangsiapa
yang tidak menetapkan hukum dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu
adalah orang-orang kafir." (QS Al-Maa`idah : 44)
2)
Menentukan
kesepakatan (musyawarah)
a.
Bila
sudah ada hukum nya maka memusyawarahkan nya haram. Manusia hanya boleh
membahas mengenai masalah teknis saja.
b.
Bila
yang dimusyawarahkan itu berkaitan dengan masalah Uslub (Teknis) maka boleh pendapat manusia
diminta.
Contoh :dalam musyawarah
itu akan dibahas masalah status minuman kemaksiatan, maka dalam hal ini tidak
boleh ada pendapat manusia yang mendukung . Sebab statusnya sudah jelas Haram,
yang perlu dimusyawarakan adalah masalah uslub (teknis) pelarangannya
dilapangan, misalnya siapa bagian operasi sweping di toko-toko minuman, siapa
bagian memburu produsennya, siapa yang menghukum pelakunya dll.
Contoh
musyawarah (memasukkan pendapat orang lain) yang dilakukan nabi :
a.
Rasulullah
saw pada waktu menentukan strategi di Perang Badar Al Kubra, Beliau berpendapat
untuk memenangkan pertempuran pasukan harus menguasai tempat tertentu, tetapi
kemudian ada seorang sahabat (Khubab bin Mundhir) yang menanyakan kepada beliau
apakah hal ini pendapat beliau ataukah wahyu dari Allah. Bila wahyu maka tidak
akan dibantah, tetapi bila hal ini pendapat nabi, maka Khubab mengusulkan untuk
menempati sebuah wadi (oase) di medan Badar. Rasulullah kemudian menjelaskan
ini bahwa hal ini adalah pendapat beliau pribadi, dan kemudian beliau menarik
pendapatnya dan kemudian menerima pendapat Khubab sebab Khubab adalah orang
yang tinggal di daerah tersebut dan merupakan orang yang paling kenal dengan
medan pertempuran, seraya mengabaikan pendapat pribadi dan pendapat
shahabat-shahabat yang lain.
b.
Kita
dapat mengambil ibroh dari kisah terjadinya perang Uhud. Rasulullah sebenarnya
menginginkan pasukan bertahan di dalam kota, akan tetapi mayoritas shahabat
(terutama shahabat-shahabat yang usianya masih muda) memilih menunggu musuh di
luar kota Madinah. Karena suara mayoritas menghendaki menunggu musuh di luar
kota, maka Rasulpun memutuskan untuk menunggu musuh di luar kota, walaupun
beliau sendiri menginginkan di dalam kota. Bertahan dalam kota atau menunggu
musuh di luar kota adalah masalah-masalah teknis (strategi) pertempuran yang
diketahui oleh banyak orang, karena semua shahabat adalah penduduk kota
Medinah,yang mengerti seluk beluk kota Medinah. Jadi masalah betahan di dalam
kota atau menunggu musuh di luar kota bukan masalah wahyu yang sudah dinash.
Dari sinilah kita bisa mengambil ibroh bahwa dalam masalah-masalah urusan
teknis yang telah diketahui banyak orang, maka boleh diambil suara terbanyak.
Antara
Islam dan demokrasi ada beberapa kesamaan, namun hal itu hanya cocok untuk
mendeskripsikan sebagian sistem Islam itu. Karena pada kenyataannya, keduanya
juga mempunyai perbedaan yang sama besar dengan sisi persamaannya.
Jika
yang dimaksud demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk
rakyat demokrasi adalah apa yang sering dikaitkan dengannya, seperti adanya
konsep politik atau konsep sosial tertentu seperti konsep persamaan dihadapan
undang-undang, kebebasan berkepercayaan dan akidah, mewujudkan konsep sosial
dan lainnya atau jaminan atas hak-hak tertentu seperti hak hidup, berkebebasan
dan bekerja tentunya tidak diragukan lagi seluruh hak dan prinsip tersebut
terwujudkan dan terjamin dalam sistem Islam.
Pandangan Islam terhadap hak-hak tersebut ditinjau dari tempat timbulnya
yang alami, dapat berbeda dan dapat dilihat sebagai hak-hak Allah atau hak
bersama antara Allah dan hambanya atau dilihat sebagai nikmat, bukan hak atau
merupakan undang-undang yang diletakkan oleh Allah bagi wujud atau fitrah.
Sedangkan
jika yang dimaksud dengan demokrasi itu adalah sistem yang menjadi ikutannya
yakni konsep pembagian kekuasaan maka hal seperti itu pun ada dalam sistem
Islam. Kekuasaan legislatif yang merupakan kekuasaan yang terpenting dalam
sistem demokrasi terletak dalam diri umat secara kolektif dan terpisah dari
kekuasaan imam atau pemimpin Negara.
Hukum disimpulkan dari alquran dan hadist atau ijma umat atau hasil
ijtihad. Dengan demikian kedudukan hukum dari kepala Negara bahkan lebih tinggi
daripadanya.
Keistimewaan
syariat Islam dan yang hanya diakui oleh Islam memperkuat pendapat bahwa Islam
memberikan tempat khusus bagi umat dan aspirasinya dalam sistem Islam. Aspirasi
umat adalah sakral namun tetap harus berpedoman pada alquran dan hadis.
2. Demokrasi dan Islam di Indonesia
Penjelasan
demokrasi dan Islam telah kita pahami bersama karena keduanya saling berkaitan
disini akan dibahas pemikiran yang menghubungkan keduanya itu yakni dengan
menganalisis pemikiran Mohammad Natsir.
Negara
Indonesia adalah Negara demokrasi dan mayoritas penduduk Indonesia ialah muslim
apakah demokrasi itu bisa diterapkan di Indonesia yang mayoritas penduduknya
ialah muslim? Inilah yang akan kita bahas dari pemikiran-pemikiran dari
Mohammad Natsir tersebut.
Bagi
Natsir, agama (Islam) tidak dapat dipisahkan dari Negara. Ia menganggap bahwa
urusan kenegaraan pada pokoknya merupakan bagian integral risalah Islam.
Dinyatakannya pula bahwa kaum muslimin mempunyai falsafah hidup atau idiologi
seperti kalangan Kristen, fasis, atau Komunis. Natsir lalu mengutip nas Alquran
yang dianggap sebagai dasar ideologi Islam (yang artinya), “Tidaklah Aku
jadikan jin dan manusia melainkan untuk mengabdi kepada-Ku.” (51: 56). Bertitik
tolak dari dasar idiologi Islam ini, ia berkesimpulan bahwa cita-cita hidup
seorang Muslim di dunia ini hanyalah ingin menjadi hamba Allah agar mencapai
kejayaan dunia dan akhirat kelak.
Mohammad Natsir memahami betul
ajaran-ajaran dari agama Islam yang juga mencakup segala hal termasuk
pemerintahan. Maka dari itu Mohammad Natsir menganggap bahwa agama Islam dan
Negara tidak dapat dipisahkan tetapi yang menjadi maslaah ialah bahwa di dalam
Negara Indonesia terdiri beragam ras dan agama yang tidak hanya beragama Islam.
Islam hanyalah agama mayoritas dari agama-agama yang ada di Indonesia. Sehingga
pemerintahan yang dibentuk jika dengan Negara Islam dinilai tidak adil dengan
agama yang lain, padahal Indonesia adalah Negara demokrasi yang sangat
menjunjung keadilan bagi warga Negaranya Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Menurut
Natsir, ketidak fahaman terhadap Negara Islam, Negara yang menyatukan agama dan
politik, pada dasarnya bersumber dari kekeliruan memahami gambaran pemerintahan
Islam. “Kalau kita terangkan, bahwa agama dan Negara harus bersatu, maka
terbayang sudah di mata seorang bahlul duduk di atas singgahsana, dikelilingi
oleh “haremnya” menonton tari “dayang-dayang”. Terbayang olehnya yang duduk
mengepalai “kementerian kerajaan”, beberapa orang tua bangka memegang hoga.
Sebab memang beginilah gambaran ‘pemerintahan Islam’ yang digambarkan dalam
kitab-kitab Eropa yang mereka baca dan diterangkan oleh guru-guru bangsa barat
selama ini.
Jadi,
Islam memang tidak pernah bersatu dengan Negara sebagaimana diduga Soekarno
maupun Kemal.Dengan logika seperti ini, Natsir menilai bahwa sikap mendukung
Soekarno terhadap gagasan pemisahan agama dari Negara tidak tepat. Kata Natsir
lebih lanjut, “Maka sekarang, kalau ada pemerintahan yang zalim yang bobrok
seperti yang ada di Turki di zaman Bani Usman itu, bukanlah yang demikian itu,
yang kita jadikan contoh bila kita berkata, bahwa agama dan Negara haruslah
bersatu. Pemerintahan yang semacam itu tidaklah akan dapat diperbaiki dengan
“memisahkan agama” daripadanya seperti dikatakan Ir. Soekarno, sebab memang
agama, sudah lama terpisah dari Negara yang semacam itu.”
Mohammad
Natsir
tetap mengkritik pemerintahan demokrasi yang terpisah dari agama tersebut.
Mohammad Natsir disini hendak menghilangkan citra jelek dari penyatuan agama
Islam dengan Negara yang dilakukan oleh Negara-Negara Islam yang hasilnya
adalah buruk. Penulis sangat setuju
dengan yang dilakukan oleh Mohammad Natsir karena di zaman Rasulullah saw pun
juga ada agama-agama yang lain seperti Nasrani,Yahudi dan Majusi tetapi dengan
berdirinya Negara Islam hukum-hukum Negara dan pemerintahan dapat berjalan
dengan baik karena yang menjalankan adalah seorang figur yang menjalankan
syariat dengan kaffah maka dari itu dapat terealisasikan dengan baik maka
hasilnya baik.
Maka dari itu Mohammad Natsir
mengkritik habis demokrasi yang memisahkan agama dengan Negara. Tetapi menurut
penulis Mohammad Natsir tidak dapat mendirikan Negara seperti itu pada
Indonesia, memang konsep yang dibawa oleh Mohammad Natsir adalah benar tetapi
karakter yang ada di Indonesia tidaklah seperti di zaman nabi Muhammad saw
dahulu yang telah kuat keimanannya. Konsep itu hanya dapat dijalankan jika
kualitas umat Islam yang ada di Indonesia dapat seperti itu karena nantinya
pemerintahan yang dibuat akan tidak jauh beda dengan pemerintahan yang ada di
turky. Yang menjadi citra jelek atas agama Islam yang menyatu dengan Negara.
H.
Membangun Toleransi dan Demokrsi
Agar
terciptanya sebuah Negara yang demokrasi, diperlukan sebuah cara yang dapat
menyatukan dari segala kemajemukan ideologi, latar belakang, agama dan sebagainya.
Cara itu adalah toleransi.
Toleransi agama berarti pengakuan
akan keterbatasan suatu agama sebagai intstitusi pencarian karena agama dalam
wajah kemanusiawiannya terkait dengan keterbatasan ruang dan waktu. Toleransi
merupakan kerendahan hati untuk mengakui keterbatasan diri di muka Tuhan dan
manusia yang lainnnya. Proses pencarian yang tidak terjebak pada institusi
formal. Dalam membangun sikap toleransi tersebut di dalam sebuah Negara yang
majemuk diperlukan dialog agama guna mencari titik temu. Dialog agama tersebut
dapat mencapai hasil yang memuaskan apabila memenuhi hal berikut ini:
1.
Adanya
keterbukaan karena dialog bukanlah tempat untuk memenangkan suatu perkara dan
menyelunduplkan hal-hal yang tidak diketahui oleh patner dialog.
2.
Peserta
harus menyadari adanya perbedaan.
3.
Bersikap
kritis terhadap sikap yang memberikan kecenderungan untuk meremehkan orang lain.
4.
Adanya
kemauan untuk mengakui kepercayaan dan simbol agama orang lain.
Dialog
agama merupakan langkah awal dalam menghasilkan titik temu serta menciptakan
tradisi yang saling menghargai antar agama untuk menciptakan sebuah Negara
bertoleransi dan demokrasi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ada
banyak definisi tentang demokrasi menurut para ilmuan. Namun pengertian secara
istilah, Negara yang menggunakan sistem demokrasi adalah Negara yang sistem
pemerintahannya berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Untuk mewujudkan sistem
demokrasi maka warga Negara haruslah memenuhi norma-norma pandangan demokrasi
dan agar Negara yang demokrasi dapat dikatakan demokratis maka harus
terpenuhilah prinsip-prinsip demokrasi.
Dalam
Islam, manusia diberi kebebasan untuk berkreatifitas dalam menentukan sistem
yang akan digunakan untuk mengatur
Negara. Antara Islam dan demokrasi ada beberapa kesamaan, namun hal itu hanya
cocok untuk mendeskripsikan sebagian sistem Islam itu. Karena pada
kenyataannya, keduanya juga mempunyai perbedaan yang sama besar dengan sisi
persamaannya.
Sesungguhnya
dari beberapa kebaikan-kebaikan demokrasi pasti memiliki kelemahan seperti
partai yang terlalu banyak mengakibatkan orientasi partai tidak lagi menuju
pemerintahan yang baik namun bertujuan untuk kepentingan partai masing-masing,
demokrasi yang memerintah adalah publik, sedangkan publik atau kelompok
seringkali beraksi dengan cara mencolok bahkan publik seringkali bertindak
anarkis atas nama kebebasan, pemimpin politik memanfaatkan psikologis rakyat
banyak dan membangunkan nafsu masyarakat dalam rangka untuk memenangkan
dukungan masyarakat dan lain sebagainya.
Hubungan
antara agama dan demokrasi memiliki tiga criteria yang paling cocok dengan
Indonesia adalah antara agama dengan demokrasi memiliki kesejajaran dan kesesuaian.