BAB
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Ketika Rasulullah wafat, khulafau ar-rasyidin menggantikan
kedudukan beliau. Di antara emapat khalifah itu, ternyata umar bin khattab
mempunyai kedudukan istimewa. Keistimewaan umar terletak pada kemampuannya
berfikir kreatif. Ke berilianan beliau dalam memahami syar’iat islam, di akui
sendiri oleh nabi dalam hadist riwayat Bukhori dari Abu said al-khudry ra. Kreatifitas umar mulai
tampak ketika ia mengkhawatirkan keutuhan al-qur’an karena banyaknya hufadz yang mati sahid. Untuk itu ia
mengusulkan kepada Khalifah Abu bakar untuk membukukan al-qur’an yang waktu itu
masih merupakan catatan-catatan lepas dan hafalan para pribadi sahabat.
1.2
Rumusan Masalah
1. Peradilan Pada Masa Abu Bakar
2. Peradilan
Pada Masa Umar Bin Khattab
3. Peradilan
Pada Masa Usman Bin Affan
4. Peradilan
Pada Masa Ali Bin Abi Thalib
1.3
Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui
sejarah peradaban islam pada masa Khulafau Ra-Syidin
2. Mengurai/menguak
kembali tentang sejarah peradaban pada masa Khulafaur Rasyidin.
3. mengkontribusi Khulafaur Rasyidin yang disumbangkan pada
islam kepada masyarakat.
MASA KHULAFAU RA-SYIDIN
(632 – 662 M)
Dengan wafatnya Nabi Muhammad, berhentilah wahyu Rasulullah
itu. Kedudukan Nabi Muhammad sebagai utusan tuhan tidak mungkin di gantikan,
tetapi tugas beliau Sebagai pimpinan masyarakat Islam dan Kepala Negara harus
di lanjutkan oleh orang lain. Pengganti Nabi Muhammad Sebagai Kepala Negara dan
pimpinan umat Islam disebut Khalifah, dalam surat al-baqarah ayat 30 itu
terdapat perkataan Khalifah yang tersebar dalam 11 ayat ide yang dapat di
simpulkan dari ayat-ayat tersebut adalah bahwa manusia harus mempunyai tujuan
hidup menata dunia ini.
Harus menterjemahkan segala sifat-sifat tuhan ke dalam
kenyataan hidup dan kehidupan dan wajib mengatur bumi ini sesuai pedoman yang
telah di tetapkannya. Manusia wajib melakukan tugas untuk mencapai tujuan
hidupnya menurut pola yang telah di tentukan oleh tuhan dalam ajaran-ajarannya.
Abu al-hasan al-mawardi (di singkat al-mawardi) dalam bukunya Al-Ahkam As-Sultaniyah (hukum
pemerintah) menyatakan bahwa tugas utama seorang khalifah, adalah menjaga
kesatuan umat dan pertahanan negara. Ia harus menegakan keadailan dan
kebenaran. Ia harus berusaha agar semua lembaga-lembaga negara memisahkan
antara yang baik dengan yang tidak baik, melarang hal-hal tercelan, menurut
ketentuan al-qu’an. Ia mengawasi jalannya pemerintah dan menarik pajak sebagai
sumber keuangan negara. Ia menjadi hakim yang mengadili sengketa hukum, akidah
dan hukum yang sudah
disepakati oleh nilai-nilai hukum. Ia tidak berhak mencampuri kekuasaan
legislatif. Ia melakukan sentralisasi untuk menjaga persatuan umat.
Masa pemerintah Khulafaur Rasyidin ini sangat penting
dilihat dari perkembangan dari hukum islam karena dijadikan model atau contoh
oleh generasi-generasi berikutnya, terutama generasi ahli hukum islam dijaman
mutakhir ini, tentang cara mereka itu menemukan dan menerapkan hukum islam pada
waktu itu.
BAB
2
PEMBAHASAN
ISLAM PADA MASA KHULAFA AL –RASYIDIN
A.
Peradilan pada masa Abu Bakar
Abu
Bakar adalah ahli hukum yang tinggi mutu nya. Ia memerintah dari tahun 632 –
634 M. Sebelum masuk Islam, ia terkenal sebagai orang yang jujur dan disegani,
ikut aktif mengembangkan dan menyiarkan Islam.
Atas usaha dan seruan
nya banyak orang terkemuka memeluk agama Islam yang kemudian terkenal sebagai
pahlawan – pahlawan Islam ternama. Dan karena hubungan nya yang sangat
dekat dengan Nabi Muhammad SAW, beliau
mempunyai pengertian yang dalam tentang jiwa Islam lainnya.
Dimasa
Abu Bakar tidak tampak ada suatu perubahan dalam lapangan peradilan ini, karena
kesibukan nya memerangi sebagian kaum muslimin yang murtad sepeninggal
Rasullulah SAW, dan hukum pembangkang menunaikan zakat dan urusan – urusan
politik dan pemerintah lainnya. Abu Bakar mengikuti jejak Nabi Muhammad SAW,
yakni ia sendiri lah yang memutuskan hukum diantara umat Islam di Madinah.
Sumber hukum pada sumber hukum Abu Bakar adalah Al-Qur’an, Sunnah, dan Ijtihad.
Pada masa pemerintahan
Abu Bakar, ada tiga kekuatan :
1.
Quwwat Al-syariah
2.
Quwwat Al-qhadaiyyah
3.
Quwwat Al-tanfhiziyyah
Diriwayatkan, bahwa pada masa Abu Bakar urusan peradilan diserahkan
kepada Umar Bin Khattab selama dua tahun lamanya, namun selama itu tidak pernah
terjadi adanya sengketa yang perlu dihadapkan kemuka pengadilan, karena
dikenalnya Umar sebagai orang yang sangat keras dan juga karena faktor pribadi
– pribadi kaum muslim yang dikenal sebagai shaleh dan toleran terhadap sesama
muslim, sehingga faktor inilah yang sangat membantu tidak terwujudnya selisih
sengketa diantara mereka.selama dua tahun,hanya terdapat dua orang yang
berselisih dan mengadukan permasalahannya kepada Umar karena beliau terkenal
dengan ketegasan yang dimilikinya.selain itu, Abu Bakar juga mengutusAnak
sebagai hakim ke Bahrain.tercatatlah dalam sejarah orang yang pertama kali menjadi qadhi dalam islam pada awal masa khalifah
al-Rasyidin adalah Umar bin Khattab.
Di beritahukan oleh
al-Baghawy dari minum bin Maimun bin
Mihran,katanya:”Adalah Abu Bakar apabila menghadapi suatu perkara dan apabila
datang sesuatu pengaduan kepadanya,memerhatikan kandungan Al-Qur’an.Jika ada
mendapatkan hukumnya dalam AL-Qur’an,beliau memerhatikan sunnah yang beliau telah mengetahuinya.Jika
tak ada sesuatu hadis yang dapat diriwayatkan kepadanya sesudah beliau menanyakan
kesana kemari,beliau mengumpulkan ahli-ahli ilmu dan orang-orang yang termuka
dari para sahabat untuk berembuk dan berunding.Maka apa yang disepakati oleh
ahli perundingan itu,itulah yang beliau pergunakan untuk menetapkan hukum dan
menyelesaikan serta memutuskan pertikaian “.Demikian sikap Abu Bakar dalam
memutuskan suatu hukum.
Langkah – langkah yang dilakukan Abu
Bakar dalam istinbath al-ahkam
sebagai berikut :
1.
Mencari
ketentuan hukum dalam Al-Qur’an
2. Mencari ketentuan hukum dalam sunnah
3. Menyelesaikan persoalan tersebut
berdasarkan keterangan dari yang menjawab setelah
memenuhi beberapa syarat
4.Mengumpulkan
para pembesar sahabat dan bermusyawarah untuk menyelesaikan persoalan yang
dihadapi
Dalam sejarah islam, yang penting dalam tulisan ini adalah;
(1) pidato pelantikannya yang antara lain yang berbunyi sebagai berikut. “Aku
telah kalian pilih sebagai khalifah, kepala negara, tetapi aku bukanlah yang
terbaik diantara kita sekalian. Jika aku melakukan sesuatu yang benar ikuti dan
bantulah aku, tetapi aku melakukan salah, perbaikilah, sebab, menurut
pendapatku menyatakan yang benar adalah amanat, membohongi rakyat adalah
penghiyanat.”
Selanjutnya Ia berkata,
“ikutilah perintahku selama aku mengikuti perintah Allah dan Rasulnya. Jika aku
tidak mengikuti perintah Allah dan Rasulnya, kalian berhak tidak patuk kepadaku
dan akupun tidak akan menuntut kepatuhan kalian.”
Abu Bakar ini sangat penting artinya dipandang dari sudut
hukum ketatanegaraan dan pemikiran politik Islam, dapat dijadikan dalam
menentukan hubungan antara rakyat dan penguasa, antara pemerintah dengan warga
negara. (2) cara yang dilakukan oleh Abu Bakar dalam memecahkan persoalan hukum
yang timbul dalam masyarakat. Dicarinya dalam wahyu Tuhan. Kalau tidak dapat
disana, dicarinya dalam sunah nabi. Kalau dalam sunah Rsulullah ini pemecah
masalah tidak diperoleh, Abu Bakar bertanya kepada para sahabat nabi yang
dikumpulkannya dalam satu majelis. Mereka yang duduk dalam majelis itu
melakukan ijtihat bersama (jama’i) atau ijtihat kolektif. (3) atas anjuran
umar, dibentuk panitia khusus yang bertugas mengumpulkan catatan-catatan
al-qur’an yang telah ditulis dijaman nabi seperti pelepah-pelepah kurma,
tulang-tulang unta, dan sebagainya dan menghimpunnya kedalam satu naskah.
B.
Peradilan Pada Masa Umar Bin Khattab
Setelah Abu Bakar meninggal dunia, Umar
menggantikan kedudukan nya sebagai khalifah kedua. Pemerintah Umar Bin Khattab
berlangsung dari tahun 634 – 644 M. Kebijakan – kebijakan Umar dalam
melanjutkan usaha pendahulunya adalah :
1. Umar turut aktif dalam menyiarkan agama
Islam
2. Menetapkan tahun Islam yang terkenal
dalam tahun hijriyah berdasarkan peredaran bulan (qomariah), dibandingkan
dengan tahun masehi (miladiyah) yang didasarkan pada peredaran matahari
3. Sikap toleransi terhadap pemeluk agama
lain
Umar
mengangkat Abu Darda’ sebagai hakim di Madinah, Syuraih sebagai hakim di
Bashrah, dan Abu Musa al-‘Asy’ari sebagai hakim di Kufah. Umar melakukan hal
yang sama dengan Abu Bakar
Salah
satu wasiat Umar ra, kepada seseorang qadhi (hakim) pada zamannya yaitu Syuraih.
Wasiat tersebut adalah :
1. Berpeganglah kepada Al-Qur’an dalam
menyelesaikan kasus
2. Apabila tidak di temukan dalam Al-Qur’an
hendaklah engkau berpegang kepada sunah
3. Apabila tidak didapatkan ketentuan nya
dalam sunah, berijtihadlah
Berikut
ini adalah sebagian contoh kasus peradilan pada masa Umar Bin Khattab,
sebagaimana dikutip dari kitab Turats al-Khulafa al-Rasyidin, yaitu :
1. Masalah Nasab
2.
Masalah
Makar Perempuan
C.
Peradilan Pada Masa Usman Bin Affan
Pemerintahan Usman bin Affan berlangsung
dari tahun 644 – 656 M. usman telah berusian 70 tahun. Di massa pemerintahannya
perluasan daerah islam di teruskan ke barat sampai ke maroko, ke timur menuju
india, dan ke utara bergerak menuju konstantinopel. Pertama yang mengkhususkan
kantor untuk peradilan, sedangkan peradilan dalam masa dua khalifah sebelumnya
di laksanakan di masjid. Usman selalu bermusyawarah dengan ali dan yang lain
sebelum mengeluarkan hukum.. Usman sama seperti peradilan di masa dua sahabat
sesudahnya .
usman mengutus petugas – petugas sebagai pengambil pajak dan
penjaga batas-batas wilayah untuk menyeru amar ma’ruf nahi munkar, dan terhadap
masyarakat yang bukan muslim ( ahli dzimmah ) berlaku kasih sayang dan lemah
lembut serta berlaku adil terhadap mereka. usman memberikan hukuman cambuk
terhadap orang yang biasa minum arak, dan mengancap setiap orang yang berbuat
bid’ah di keluarkan dari kota madinah, dengan demikian keadaan masyarakat
selalu dalam kebenaran satu contoh kasus yang langsung di selesaikan usman,
yaitu ali bin abi thalib pada masa umar telah membangun pematang untuk menutup
aliran air antara tanah dan tanahnya tahalha bin abdullah, lalu keduanya mengadukan
perkara tersebut kepada Usman bin Affan.
D. Peradilan
Pada Masa Ali Bin Abi Thalib
Ali bin Abi Thalib memerintah dari tahun
656 – 662 M. sejak kecil ia didik oleh nabi Muhammad Saw Ali sering sekali di
tunjuk oleh nabi menggantikan beliau menyelesaikan masalah-masalah penting.
Semasa pemerintahan nya Ali tidak banyak dapat berbuat untuk mengembangkan
hukum Islam, karena keadaan negara tidak stabil. Disana sini timbul bibit –
bibit perpecahan yang serius dalam tubuh umat Islam. Nabi Muhammad Saw telah
bersaksi bahwa peradilan sebagaimana yang di putuskan ali, atau umatku yang
terbaik peradilannya adalah ali, atau yang terbaik peradilannya di antara kamu
adalah ali para sahabat juga bersaksi, di antaranya abdullah bin mas’ud dan abu
hurairah, bahwa ali adalah penduduk madinah yang terbaik hukumnya umar juga
berkata tentang dia: “ yang terbaik hukumnya di antara kami adalah ali “.
Bahkan umar berlindung kepada Allah Swt.
Ali menetapkan hukum diantara manusia
selama di Madinah. Ketika keluar ke Basrah dia mengangkat Abdullah bin Abbas
sebagai gantinya di Madinah, dan mengangkat Abu Aswad al-Du’ali dalam
peradilan. Namun demikian, dia dipecat setelah beberapa waktu karena banyaknya
dia berbicara. Sebab bicaranya melebihi pembicaraan dua pihak yang berseteru
(penggugat dan tergugat). Ali mengangkat al-Nakha’I sebagai Gubernur di Ustur.
Ali berpesan agar al-Nakhi bertakwa kepada
AllahSWT, agar hatinya diliputi rasa kasih sayang dan kecintaan kepada
rakyat, dan agar bermusyawarah dan memilih penasihat-penasihat. Ali menjelaskan
tentang siasat pemerintahan. Ia berkata (memesan) tentang khusus urusan qadhi :
“diantara rakyatmu yang engkau pandang mampu yang tidak disibukkan oleh urusan
– urusan lain dan anjurkanlah agar mereka bersabar dalam usaha mengungkapkan
tabir yang menyelimuti rahasia perkara yang sebenarnya”.
Pada Masa khalifah ar-rasyidin ini
terkenal seorang qhadi yang amat bijaksana yang bernama Syuraih. Pada saat
diangkat menjadi hakim, Syuraih bin al-harits bukanlah seorang yang tidak
dikenal, oleh masyarakat Madinah atau seorang yang dikenal tidak terdeteksi
oleh ulama dan ahli Ra’yi dari kalangan para pembesar sahabat tan Tabi’in.
Orang – orang besar dan generasi dahulu, telah mengetahui kecerdasan dan
kecerdikan Syurai yang sangat tajam, akhlak nya yang mulia dan pengalaman
hidupnya yang lama dan mendalam. Ia adalah seorang berkebangsaan Yaman dan
keturunan Kindah, mengalami hidup yang tidak sebentar pada masa Jahiliah.
Ketika Jazirah Arab telah bersinar
dengan cahaya hidayahnya, dan sinar Islam telah menembus
bumi Yamman, Syuraih termasuk orang – orang pertama yang beriman kepada Allah
SWT, dan Rasul-Nya serta menyambut dakwah hidayah dan kebenaran. Waktu itu
mereka telah mengetahui keutamaannya dan mengakui akhlak dan keistimewaannya.
Mereka sangat menyayangkan dan bercita-cita andaikata dia ditakdirkan untuk
datang ke Madinah lebih awal sehingga bertemu Rasullulah SAW. Sebelum beliau
kembali kepada Tuhannya, dan mentransfer ilmu beliau yang jernih bersih
langsung, bukan melalui perantara dan supaya beruntung mendapatkan predikat
“sahabat” setelah mengenyam nikmatnya iman. Dengan begitu,
dia akan dapat menghimpun segala kebaikan. Akan tetapi, dia sudah ditakdirkan
untuk tidak bertemu dengan Rasullulah SAW.
BAB
3
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pada masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin, khalifah di
pilih berdasarkan musyawarah. Setelah Nabi Muhammad wafat, Abu Bakar diangkat
menjadi khalifah melalui pertemuan saqifah atas usulan umar. Problem besar yang
dihadapi Abu Bakar ialah munculnya nabi palsu dan kelompok ingkar zakat serta
munculnya kamum murtad Musailimah bin kazzab beserta pengikutnya menolak.
membayar zakat dan murtad dari islam yang mengakibatkan terjadinya perang
Yamamah. Perang tersebut terjadi pada tahun 12 H.
Umar yang tahu akan hal itu merasa khawatir akan
kelestarian Al-Qur’an hingga dia mengusulkan kepada Abu Bakar agar
membukukan/mengumpulkan mushaf yang ditulis pada masa nabi menjadi satu mushaf
Al-Qur’an. Mushaf yang sudah terkumpul disimpan oleh Abu Bakar, ketika Abu
Bakar sakit dia bermusyawarah dengan para sahabat untuk menggantikan beliau
menjadi khalifah pada masa Umar gelombang exspansi pertama terjadi. Umar
membentuk panitia yang beranggotakan 6 orang sahabat dan meminta salah satu
diantaranya menjadi khalifah setelah Umar wafat. Panitia berhasil mengangkat
Utsman menjadi khalifah. Pada masa pemerintahan utsman wilayah islam meluas
sampai ke Tripoli barat, Armenia dan Azar Baijan hingga banyak penghafal
Al-Qur’an yang tersebar dan tarjadi perbedaan dialek, yang menyebabkan masalah
serius. Utsman membentuk tim untuk menyalin Al-Qur’an yang telah dikumpulkan
pada masa Abu Bakar, tim ini menghasilkan 4 mushaf Al-Qur’an dan Utsman
memerintahkan untuk membakar seluruh mushaf selain 4 mushaf induk tersebut.
Utsman dibunuh oleh kaum yang tidak puas akan
kebijakannya yang mengangkat pejabat dari kaumnya sendiri (Bani Umayah). Setelah Utsman
wafat umat islam membaiak Ali menjadi khalifah pengganti utsman, kaum Bani Umayah menuntut Ali untuk
menghukum pembunuh Utsman, karena merasa tuntutannya tidak dilaksanakan Bani
Umayah dibawah pimpinan Mu’awiyah memberontak terhadap pemerintahan Ali. Perang
Sifin mengakibatkan perpecahan pada kelompok Ali. Dipenghujung pemerintahan Ali
umat islam terpecah menjadi tiga golongan, yaitu, Mu’awiyah, Syi’ah (pengikut
Ali), dan Khawarij (orang yang keluar dari barisan Ali). Setelah Ali meninggal,
ia diganti oleh anaknya, Hasan. Hasan mengadakan perundingan damai dengan
Mu’awiyah dan umat islam dikuasai oleh Mu’awiyah. Dengan begitu berakhirlah
pemerintahan yang berdasarkan pemilihan (khulafaur rasyidin) berganti dengan
sistem kerajaan).
B.
Saran
Kami bangga sekaligus kagum atas
perjuangan-perjuangan yang dilakukan oleh Khulafaur Rasyidin. Tapi yang di
sayangkan pada masa pemerintahan salah satu dari Khulafaur Rasyidin ialah: Para
aparatur Negara di ambil dari kalangan keluarga Khalifah, dan ketidak tegasan
dalam memutuskan/menyelesaikan masalah, hal tersebut yang menyebabkan
perpecahan dan pemberontakan di kalangan umat Islam, sehingga berdampak negatif di era
globalisasi ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Prof. H. Muhammad Daud Ali, S.H. ,Hukum Islam, (jakarta : Rajawali Pers, 2013), hal:169
Muhammad Salim Madkur, Peradilan dalam Islam,(surabaya: PT Bina Ilmu,1993)hlm.41
Muhammad Salim Madkur, Peradilan dalam Islam,(surabaya: PT Bina Ilmu,1993)hlm.60
Muhammad Salim Madkur, Peradilan dalam Islam,(surabaya: PT Bina Ilmu,1993)hlm.63
Muhammad Salim Madkur, Peradilan dalam Islam,(surabaya: PT Bina Ilmu,1993)hlm.68
Muhammad Salim Madkur, Peradilan dalam Islam,(surabaya: PT Bina Ilmu,1993)hlm.70