BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Untuk
mempelajari Hukum Tatanegara suatu Negara, kiranya akan lebih mudah memperoleh
kejelasannya apabila terlebih dahulu dipelajari sejarah ketatanegaraan daripada
Negaranya yang bersangkutan. Demikian pula dengan Hukum Tatanegara kita,
akan mudah diperoleh kejelasannya apabila kita mempelajari terlebih dahulu
sejarah ketatanegaraannya sebelum mulai dengan mempelajari aturan-aturan
ketatanegaraannya. Apalagi kalau mengingat bahwa dari perjalanan ketatanegaraan
kita, yang masih menyelesaikan revolusinya, ternyata penuh mengalami pasang
surut sesuai dengan dinamikanya revolusi Bangsa Indonesia, sehingga mempelajari
sejarah ketatanegaraannya.
Setiap negara tentunya memiliki sejarah tentang ketatanegaraan dalam negaranya.
Perkembangan ketatanegaraan di Indonesia dapat di bagi menjadi beberapa
periode, sejak masa Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 sampai sekarang.
Walaupun sebenarnya tonggak ketatanegaraan Indonesia telah ada jauh sebelum
proklamasi.
Dari pernyataan diatas
inilah yang melatarbelakangi kelompok kami untuk membahas lebih lanjut tentang
sejarah dari ketatanegaraan Indonesia. Agar kita dapat memahami bagaimana
perkembangan proses ketatanegaraan di Indonesia dari periode-periode yang ada.
B.
Rumusan Masalah
1. Mengetahui ketatanegaraan Periode
Sebelum Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945
2. Mengetahui ketatanegaraan Periode
Setelah proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945
3. Mengetahui ketatanegaraan
Ketatanegaraan di Bawah Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia (Dekrit
Presiden 5 Juli 1959)
4. Mengetahui ketatanegaraan Ketatanegaraan
Indonesia Pada Masa Orde baru
5. Mengetahui ketatanegaraan Ketatanegaraan
Indonesia Setelah reformasi 1998: Menuju Konsolidasi sistem Demokrasi
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Periode Sebelum Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus
1945
a.
Masa Penjajahan Belanda
Indonesia
pada masa ini kekuasaan tertingginya ada di tangan Raja Hindia Belanda. Dan dibantu
oleh Gubernur Jendral sebagai pelaksana. Raja Belanda bertanggung jawab kepada
parlemen. Ini menunjukan sitem pemerintahan
yang dipergunakan di negeri Belanda adalah sistem Parlementer Kabinet.
Adapun
peraturan perundang-undangan kerajaan Belanda 1983 adalah:
a. UUD Kearajaan Belanda 1983
1.
Pasal
1: Indonesia merupakan bagian dari Kerajaan Belanda;
2.
Pasal
62: Ratu Belanda memegang pemerintahan tertinggi atas Pemerintahan Indonesia,
dan Gubernur Jendral atas nama Ratu Belanda
mejalankan Pemerintahan Umum;
3.
Pasal
63: Ketatanegaraan Indonesia ditetapkan dengan Undang-Undang, soal-soal intern
Indonesia diserahkan pengaturannya kepada badan-badan di Indonesia, kecuali
ditentukan lain dengan Undang-undang.
b. Indische
Staatsregeling
(IS)
IS
merupakan Undang-Undang Dasar Hindia Belanda. Adapun bentuk-bentuk peraturan
perundang-undangan disebut Algemene
Verordeningen (Pearaturan Umum), yang dikenal dimasa berlakunya IS, adalah:
1.
Wet: dibentuk oleh badan
pembentuk Undang-Undang Negeri Belanda, yaitu mahkota dan Parlemen;
2.
Algemene Maatsregelen van Bestuur (AmvB), dibentuk
oleh mahkota sendiri;
3.
Ordonnantie, dibentuk
oleh Gubernur Jendral bersama-sama
dengan Volksraad;
4.
Reggering Verordeningen (RV), peraturan
yang dibentuk oleh Gubernur Jendral sendiri.
Pada
masa Hindia Belanda ini sistem pemerintahan yang dilaksanakan adalah
Sentralistik. Asas yang dipergunakan adalah dekonsentrasi yang dilaksanakan
dengan seluas-luasnya.
b.
Masa Pendudukan Bala Tentara Jepang.
Dalam sejarah perang asia timur raya,
dapat digambarkan bahwa kedudukan Jepang di Indonesia adalah :
a. Sebagai penguasa pendudukan. Jepang
hanya meneruskan kekuasaan Belanda atas Hindia Belanda. Namun kekuasaan
tertinggi tidak lagi ada di tangan pemerintah Belanda, melainkan diganti oleh
kekuasaan bala tentara Jepang.
b. Jepang berusaha mengambil simpati dari
bangsa-bangsa yang ada dikawasan asia timur raya termasuk Indonesia denga
menyebut dirinya sebagai Saudara tua.
Pada masa pendudukan bala tentara
Jepang, wilayah Indonesia dibagi menjadi tiga wilayah besar yaitu :
a). Pulau
Sumatera dibawah kekuasaan Pembesar Angkatan darat Jepang dengan pusat kedudukan
di Bukittinggi.
b). Pulau Jawa berada di bawah kekuasaan Angkatan
darat yang berkedudukan di Jakarta.
c). Daerah-daerah
selebihnya berada di bawah kekuasaan Angkatan Laut yang berkedudukan di
Makasar.
Dari pembagian wilayah ini membuktikan
bahwa pada masa pendudukan Jepang paham militeristik menjadi model bagi
pengaturan sistem ketatanegaraan di Indonesia.
Salah satu peraturan yang menjadi salah
satu sumber hukum tata negara Republik Indonesia sebelum Proklamasi kemerdekaan
17 Agustus 1945 adalah Undang-Undang No.40 Osamu Seirei tahun 1942. Osamu
Seirei adalah peraturan atau Undang-Undang yang cenderung berbau
otoriter/pemaksaan.
c.
Masa Penjajahan Belanda
Indonesia
pada masa ini kekuasaan tertingginya ada di tangan Raja Hindia Belanda. Dan dibantu
oleh Gubernur Jendral sebagai pelaksana. Raja Belanda bertanggung jawab kepada
parlemen. Ini menunjukan sitem pemerintahan
yang dipergunakan di negeri Belanda adalah sistem Parlementer Kabinet.
Adapun
peraturan perundang-undangan kerajaan Belanda 1983 adalah:
c. UUD Kearajaan Belanda 1983
4.
Pasal
1: Indonesia merupakan bagian dari Kerajaan Belanda;
5.
Pasal
62: Ratu Belanda memegang pemerintahan tertinggi atas Pemerintahan Indonesia,
dan Gubernur Jendral atas nama Ratu Belanda
mejalankan Pemerintahan Umum;
6.
Pasal
63: Ketatanegaraan Indonesia ditetapkan dengan Undang-Undang, soal-soal intern
Indonesia diserahkan pengaturannya kepada badan-badan di Indonesia, kecuali
ditentukan lain dengan Undang-undang.
d. Indische
Staatsregeling
(IS)
IS
merupakan Undang-Undang Dasar Hindia Belanda. Adapun bentuk-bentuk peraturan
perundang-undangan disebut Algemene
Verordeningen (Pearaturan Umum), yang dikenal dimasa berlakunya IS, adalah:
5.
Wet: dibentuk oleh badan
pembentuk Undang-Undang Negeri Belanda, yaitu mahkota dan Parlemen;
6.
Algemene Maatsregelen van Bestuur (AmvB), dibentuk
oleh mahkota sendiri;
7.
Ordonnantie, dibentuk
oleh Gubernur Jendral bersama-sama
dengan Volksraad;
8.
Reggering Verordeningen (RV), peraturan
yang dibentuk oleh Gubernur Jendral sendiri.
Pada
masa Hindia Belanda ini sistem pemerintahan yang dilaksanakan adalah
Sentralistik. Asas yang dipergunakan adalah dekonsentrasi yang dilaksanakan
dengan seluas-luasnya.
d.
Masa Pendudukan Bala Tentara Jepang.
Dalam sejarah perang asia timur raya,
dapat digambarkan bahwa kedudukan Jepang di Indonesia adalah :
b. Sebagai penguasa pendudukan. Jepang
hanya meneruskan kekuasaan Belanda atas Hindia Belanda. Namun kekuasaan
tertinggi tidak lagi ada di tangan pemerintah Belanda, melainkan diganti oleh
kekuasaan bala tentara Jepang.
b. Jepang berusaha mengambil simpati
dari bangsa-bangsa yang ada dikawasan asia timur raya termasuk Indonesia denga
menyebut dirinya sebagai Saudara tua.
Pada masa pendudukan bala tentara
Jepang, wilayah Indonesia dibagi menjadi tiga wilayah besar yaitu :
a). Pulau
Sumatera dibawah kekuasaan Pembesar Angkatan darat Jepang dengan pusat kedudukan
di Bukittinggi.
b). Pulau Jawa berada di bawah kekuasaan Angkatan
darat yang berkedudukan di Jakarta.
c). Daerah-daerah
selebihnya berada di bawah kekuasaan Angkatan Laut yang berkedudukan di
Makasar.
Dari pembagian wilayah ini membuktikan
bahwa pada masa pendudukan Jepang paham militeristik menjadi model bagi
pengaturan sistem ketatanegaraan di Indonesia.
Salah satu peraturan yang menjadi salah
satu sumber hukum tata negara Republik Indonesia sebelum Proklamasi kemerdekaan
17 Agustus 1945 adalah Undang-Undang No.40 Osamu Seirei tahun 1942. Osamu
Seirei adalah peraturan atau Undang-Undang yang cenderung berbau otoriter/pemaksaan.
2.
Periode setelah proklamasi 17 Agustus 1945
a.
Pasca pemberlakuan UUD 1945 sejak 18 Agustus 1945
Sehari setelah
proklamasi 17 Agustus 1945, UUD 1945 disahkan pertama kali oleh PPKI, pada saat
itu dimulailah babak baru penyelenggaraan ketatanegaraan. Dengan adanya
usaha-usaha sebagai berikut:
1. Menetapkan UUD Negara Republik Indonesia
2. Penetapan Soekarno dan Moh. Hatta
sebagai Presiden dan Wakil Presiden oleh PPKI
3. Pembentukan Dapartemen-dapatemen oleh
Presiden
4. Pengangkatan anggota KNIP
5. Pembentukan delapan provinsi oleh PPKI.
Proklamasi
terus mengalami kemajuan, pada tanggal 16 Oktober 1945 Wakil Presiden
menerbitkan Maklumat Wakil Presiden No. X Tahun 1945 yang berisi:
1. KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat)
diserahi kekuasaan legislatif dan ikut membuat atau menetapkan Garis-garis
Besar daripada Haluan Negara sebelum terbentuknya MPR dan DPR
2. Pekerjaan sehari-hari KNIP dilakukan
oleh Badan Pekerja KNIP.
3. KNIP bersama-sama Presiden menetapkan
Undang-Undang yang boleh mengenai segala urusan pemerintah.
4.
b.
Ketatanegaraan di Bawah Konstitusi Indonesia Serikat
Terbentuknya
negara RIS diawali dari Konferensi Meja Bundar anatara Belanda dan Indonesia di
Den Haag dari tanggal 23 Agustus - 2 November 1949, Dalam konfrensi tersebut
disepakati tiga hal yaitu:
1. Mendirikan Negara RIS
2. Penyerahan kedaulatan kepada RIS yang
berisi tiga hal yaitu: (a) piagam penyerahan kedaulatan dari kerajaan Belanda
kepada pemerintahan RIS, (b) status uni, (c) persetujuan perpindahan.
3. Mendirikan uni antara RIS dan kerajaan
Belanda
Negara Serikat yang berbentuk
federal merupakan baentukan dari Belanda seperti Negara Indonesia Timur, Negara
Sumatra Timur, Negara Pasundan, Negara Sumatra Selatan, Negara Jawa Timur,
Negara Madura, dan lain-lain. Akan tetapi walaupun berbentuk Negara Serikat
yang terpisah-pisah rakyat tetap merasakan sebagai Negara kesatuan yang
tujuan utamanya mempertahan Negara Republik Indonesia yang
diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945.
c.
Ketatanegaraan di Bawah Undang Undang Dasar
Sementara 1950
UUDS 1950 ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1950, tentang Perubahan Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat,
menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia, dalam Sidang Pertama
Babak ke-3 Rapat ke-71 DPR RIS tanggal 14 Agustus 1950 di Jakarta. Konstitusi
ini dinamakan "sementara", karena hanya bersifat sementara, menunggu
terpilihnya Konstituante hasil pemilihan umum yang akan menyusun konstitusi
baru. Dekrit Presiden 1959 dilatarbelakangi oleh kegagalan Badan Konstituante
untuk menetapkan UUD baru sebagai pengganti UUDS 1950. Anggota konstituante
mulai bersidang pada 10 November 1956. Namun pada kenyataannya sampai tahun
1958 belum berhasil merumuskan UUD yang diharapkan. Sementara, di kalangan
masyarakat pendapat-pendapat untuk kembali kepada UUD '45 semakin kuat. Dalam
menanggapi hal itu, Presiden Soekarno lantas menyampaikan amanat di depan
sidang Konstituante pada 22 April 1959 yang isinya menganjurkan untuk kembali
ke UUD '45. Pada 30 Mei 1959 Konstituante melaksanakan pemungutan suara.
Hasilnya 269 suara menyetujui UUD 1945 dan 199 suara tidak setuju. Meskipun
yang menyatakan setuju lebih banyak tetapi pemungutan suara ini harus diulang,
karena jumlah suara tidak memenuhi kuorum. Pemungutan suara kembali dilakukan
pada tanggal 1 dan 2 Juni 1959. Dari pemungutan suara ini Konstituante juga
gagal mencapai kuorum. Untuk meredam kemacetan, Konstituante memutuskan reses
yang ternyata merupkan akhir dari upaya penyusunan UUD. Pada 5 Juli 1959 pukul
17. 00, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit yang diumumkan dalam upacara
resmi di Istana Merdeka.
3.
Ketatanegaraan
dibawah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (Dekrit presiden 5 Juli
1959).
Dengan pemberlakuan
kembali UUD 1945, serta mengingat bahwa lembaga-lembaga Negara sebagaimana
digariskan oleh UUD 1945 belum lengkap, maka dilakukanlah beberapa langkah
sebagai berikut:
1. Pembaharuan susunan Dewan Perwakilan Rakyat melalui penetapan
presiden No.3 Tahun 1960.
2. Penyusunan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPRGR) dengan penetapan
presiden No.5 Tahun 1960 yang antara lain menentukan bahwa anggota-anggota
Dewan Perwakilan Rakyat diberhentikan dengan hormat dari jabatanny terhitung
mulai tanggal pelantikan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong oleh Presiden.
3. Untuk melaksanakan dekrit presiden oleh presiden dikeluarkan
penetapan presiden No.2 Tahun 1959 : tentang majelis permusyawaratan rakyat
sementara dan dilanjutkan dengan
4. Penyusunan majelis permusyawaratan rakyat sementara dengan
penetapan presiden No.12 Tahun 1960.
5. Dikeluarkan penetapan presiden No.3 Tahun 1959 tentang Dewan
Pertimbangang sementata.
Dengan demikian
sejak berlakunya kembali UUD 1945 berdasarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959,
ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam UUD 1945 belum dapat dilaksanakan
secara murni dan konsekuen. Banyak penyimpangan-penyimpangan yang
terjadi,seperti :
1. lembaga-lembaga Negara seperti MPR, DPR dan DPA belum dibentuk
berdasarkan Undang-undang serta lembaga-lembaha yang ada masih bersifat
sementata.
2. Pengangkatan Presiden Soekarno sebagai Presiden seumur hidup
melalui ketetapan MPRS No. III/MPRS/1963.
Sejarah ketatanegaraan indonesia mencatat
bahwa penyimpangan konstitusi ini mencapai puncaknya dibidang politik dengan
terjadinya pemberontakan G30 S PKI. Peristiwa G 30 S PKI telah menimbulkan
kekacauan sosial budaya dan instabilitas pemerintahan serta meninggalkan
sejarah hitam dalam peta politik dan hukum ketatanegaraan indonesia. Puncak
pada peristiwa ini adalah jatuhnya Legitimasi Presiden Soekarno dalam memegang
tampak kepemimpinan nasional. legitimasi tersebut semakin terpuruk dengan
dikeluarkannya surat pemerintah 11 Maret 1966 (SUPERSEMAR) yang pada hakikatnya
merupakan perintah Presiden Soekarno kepada Letnan Jenderal Soeharto untuk
mengembalikan segala tindakan dalam menjamin keamanan dan ketentraman serta
stabilitas jalannya pemerintah. Keberadaan SUPERSEMAR itu sendiri sampai
sekarang masih tetap misterius, bahkan penerbitan SUPERSEMAR itu sendiri kemunculannya
dari kontroversi sejarah yang berbeda-beda
4.
Ketatanegaraan Indonesia Pada Masa Orde Baru.
Di era ini konsentrasi penyelenggaraan
pemerintahan negara menitik beratkan pada aspek stabilitas politik. Dalam
rangka menunjang pembangunan nasional. Maka dilakukanlah upaya-upaya pembenahan
system ketatanegaraan dan format politik dengan menonjolkan pada hal-hal
sebagai berikut:
a. Konsep
Dwi Fungsi ABRI
b. Pengutamaan
Golongan Karya
c. Magnifikasi
kekuasaan di tangan ekskutif.
d. Diteruskannya
system pengangkatan dalam lembaga-lembaga perwakilan rakyat.
e. Kebijakan
depolitisasi khususnya masyarakat pedesaan melalui konsep masa mengambang
(floating mass);dan
f. Kontrol
Abriter atas kehidupan pers.
Disamping itu juga disarankan oleh
Presiden Soeharto agar partai-partai mempergunakan asas Pancasila dan UUD
19945 . Berdasarkan gagasan inilah,maka
disarankan pembentukan dua kelompok, yaitu :
a. Kelompok materiil-sprituil yang
terdiri atas partai—partai yang menekankan pembangunan matteriil tanpa
mengabaikan aspek sprituil . Kelompokk ini terdiri dari PNI,Murba,IPKI,partai
katolik , Parkindo.
b. kelompok sprituil materiil yang
terdiri dari partai-partai yang
menekankan pembangunan.
Disamping kedua kelompok partai tersebut
ternayata terdapat golongan-golongan fungsional yang tidak dapat dimasukkan ke
dalam salah satu kelompok partai tersebut. Golongan –golongan fungsional ini
akhirnya membentuk kelompok sendiri yang disebut GOLKAR (GOLONGAN KARYA ).
Kondisi semacam ini mengakibatkan adanya tiga fenomena ketatanegaraan di
Indonesia,yaitu:
1. Sistem
Ketatanegaraan yang dijalankan pada waktu itu lebih menekankan pada stabilitas
politik dan memang berhasil.
2. Terjadinya
pemasungan hak-hak politik bagi warganegara,khususnya dalam hal berserikat atau
berkumpul karena adanya pembatasan partai politik dan pengawasan terhadap
seluruh organisasi kemasyarakatan seluruh organisasi kemasyrakatan , termasuk
pengawasan terhadap Media massa.
3. Terpilihnya
Suharto sebagai presiden yang berulang kali mengakibatkan karakter kepemimpinan
makin lama semakin otoriter dan tidak terkontrol, akibatnya gejala Kolusi,
Korupsi, dan Nepotisme semakin merajalela.
5.
Ketatanegaraan Indonesia Setelah Reformasi 1998:
Menuju Konsolidasi Sistem Demokrasi.
Dengan
tumbangnya rezim Orde Baru, maka dimulailah penataan sistem ketatanegaraan
menuju konsolidasi sistem demokrasi di Indonesia. Konsolidasi yang paling
penting disini tidak lain adalah dengan melakukan perubahan dan penggantian
berbagai peraturan perundang-undangan yang dirasa tidak memberikan ruang gerak
bagi kehidupan demokrasi dan prinsip-prinsip kedaulatan rakyat. Peraturan Perundang-undangan yang dimaksud antara lain:
Ketetetapan
MPR No. IV/MPR/1983 Tentang Reperendum;
Undang-Undang
No. 5 tahun 1985 Tentang Referendum;
Undang-Undang
No. 5 tahun 1974 Tentang Pemerintahan Di daerah;
Paket
Undang-Undang Bidang Politik (UU Susduk MPR, DPR, DPRD,UU Pemilihan Umum, dan
UU Politik dan Golongan Karya).
Di
samping melakukan perubahan terhadap peraturan perundang-undangan tersebut
diatas maka sesuai amanat reformasi, dilakukanlah langkah-langkah untuk
mengamanden UUD 1945. Amandemen UUD 1945 merupakan prasyarat utama bagi
terselenggaranya sistem ketatanegaraan yang demokratis. Hal ini mengingat
sistematika yang tertuang didalam UUD 1945 tidak memberikan ruang yang cukup
untuk mengembangkan konsep demokrasi pemerintahan dan prinsip Negara yang
berkedaulatan rakyat.
Dengan
rangka melaksanakan amandemen UUD 1945, MPR menggunakan dasar hukum pasal 37
UUD 1945. Berkaitan dengan hal inilah, maka dalam kurun waktu 1999 sampai
dengan tahun 2002, dalam setiap tahunnya MPR melakukan pengesahan terhadap
hasil-hasil amandemen UUD 1945 yang dilakukan oleh panitia Ad Hoc I Badan
Pekerja MPR. Pengesahan tersebut dilakukan sebanyak 4 kali, yakni setiap MPR
melakukan sidang tahunan pada bulan Agustus tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002.
Setelah
amandemen IV UUD 1945 dikukuhkan pada sidang tahunan MPR Tahun 2000 maka sistem
ketatanegaraan Indonesia secara singkat dapat dikemukakan sebagai berikut:
Bentuk
(bangunan) Negara kesatuan tetap dipertahankan dan sudah merupakan keputusan
yang final;
Sistem
pemerintahan Negara republik Indonesia adalah sistem presidensiil murni, dimana
presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat yang calonnya diajukan
oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memperoleh 20% kursi di
DPR-RI atau 25% memperoleh suara sah dalam pemilu legislatif
Sistem
keparlemenan mempergunakan soft bicameral system, bahkan bisa dianggap sistem
keparlemenan dengan 3 kamar, karena MPR, DPR dan DPD masing-masing memiliki
wewenang sendiri-sendiri serta masing-masing mempunyai ketua;
Seluruh
anggota parlemen (DPR dan DPD) dipilih melalui pemilihan umum. Tidak dikenal
lagi adanya cara penunjukan atau pengangkatan;
Majelis Permusyawaratan Rakyat tidak lagi
mernjadi lembaga tertinggi Negara melainkan hanya merupakan sarana bergabungnya
DPR dan DPD. Wewenang dari lembaga ini hanya mengubah UUD, mengangkat atau
melantik presiden dan wakil presiden hasil pemilihan umum, memberhentikan
presiden dan/atau wakil presiden jika menurut keputusan mahkamah konstitusi
dianggap telah melakukan pelanggaran hukum berat;
Sistematika
UUD 1945 hanya terdiri dari pembukaan dan pasal-pasal;
hubungan
alat perlengkapan Negara dalam garis vertikal mempergunakan asas desentralisasi
dan tugas pembantuan dengan otonomi luas;
Dijumpai
adanya mahkamah konstitusi yang mempunyai wewenang untuk melakukan judicial
review undang-undang terhadap UUD 1945 penyelesaian sengketa pemilihan umum,
memeriksa presiden dan/atau wakil presiden atas pemerintahan DPR, jika mereka
dianggap telah melakukan pelanggaran dihukum berat, dan menyelesaikan sengketa
kewenangan antar lembaga Negara.
Dari
gambaran sejarah ketatanegaraan Indonesia dapat ditarik garis pemahaman bahwa
sejak proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, konsolidasi sistem demokrasi
terus dilakukan dengan berbagai pasang surut yang terkandung didalamnya. Hal
ini membuktikan bahwa konsolidasi sistem demokrasi di Indonesia masih terus
mencari bentuk yang paling ideal dan sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia.
Proses
konsolidasi sIstem demokrasi yang terus berlanjut ini memang memberikan kesan
kuat bahwa langkah-langkah eksperimentasi sistem ketatanegaraan Indonesia terus
dilakukan. Hal ini wajar, karena membangun sistem, demokrasi tidak akan pernah
selesai. Mengingat demokrasi itu sendiri bukanlah suatu tujuan melainkan
merupakan hanya sarana untuk mencapai tujuan yang di cita-citakan bangsa
Indonesia sebaimana terangkum dalam pembukaan UUD 1945.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sejarah ketatanegaraan
Indonesia sudah terjadi sejak masa pra Proklamasi kemerdekaan yang dimana ada
beberapa perubahan sistem ketatanegaraan. Pada masa penjajahan sistem
ketatanegaran Indonesia masih diperlakukan oleh kekuasaan para penjajah. Pada
masa pasca Proklamasi Indonesia sudah mulai membenah dalam sistem
ketatanegaraan yang buktinya telah terjadi beberapa sitem ketatanegaraan yang
telah ditetapkan seperti pemberlakuan UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945,
Konstitusi Indonesia Serikat, Undang-Undang Dasar Negara Sementara Tahun 1950,
Sistem ketatanegaraan Orde Baru, dan yang terbaru setelah Reformasi menuju
Konsolidasi sistem Demokrasi.
B.
Saran
Dalam sistem
ketatanegaran seharusnya pemerintahan Indonesia lebih memiliki sifat
transparan, dimana setiap permasalahan yang ada selalu bisa diikuti
perkembangannya oleh masyarakat. Dan masyarakat lebih tau tentang kinerja
birokrasi ketatanegaraan Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Handoyo, Hestu Cipto. 2015, Hukum
Tata Negara Indonesia, Cahaya atma Pustaka: Yogyakarta.
Huda Ni’kmatul, Hukum Tata Negara Indonesia (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,
2014)cet.IX
Radjab Dasril, Hukum Tata Negara Indonesia (Jakarta : PT. Rineka Cipta,
2005)cet.II