BAB II
PEMBAHASAN
A.
TUJUAN HUKUM ISLAM
Setiap
peraturan mempunyai tujuan yang hendak dicapai oleh pembuatnya. Kalau kita
menunjau tata aturan pada hukum positif maka tujuan pembuatannya antara lain
adalah ketentraman masyarakat, yaitu mengaur sebaik-baiknya sangat menentukan
batas-batas hak dan kewajiban bagi setiap anggota masyarakat dalam hubungan
satu sama lain. Tujuan yang bernilai tinggi dan abadi tidak menjadi perhatian
aturan-aturan pada hukum positif kecuali hukum Islam yang sudah menjadi hukum
positif.
Islam
sebagai (agama) wahyu dari Allah SWT yang berdimensi rahmatan lil al’alamin memberi pedoman hidup
kepada manusia secara menyeluruh, menuju tercapainya kebahagiaan hidup rohani
dan jasmani serta untuk mengatur tata kehidupan manusia, baik sebagai individu
maupun masyarakat. Sebaliknya, persepsi atas konsep hukum diluar Islam
semata-mata menekan pada sisi kehidupan bermasyarakat, sementara aturan yang
berkaitandengan sisi kehidupan tidak dinamakan hukum tetapi disebut norma budi
pekerti atau sisila. Alasannya karena hukum sebagai produk dari hasil proses
kehidupan manusia dalam bermasyarakat, dimana ada masyarakat disanalah terdapat
hukum.
Secara
umum tujuan terciptanya dan penetapan hukum oleh Allah SWT yakni untuk
kepantingan, kemaslahatan, dan kebahagiaan manusia seluruhnya, baik didunia
maupun akhirat. Ungkapan tersebut dalam Al- Qur’an surah Al-Baqarah [2]
201-202.
201. dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan
Kami, berilah Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah
Kami dari siksa neraka"[127].
202. mereka Itulah orang-orang yang mendapat bahagian daripada yang
mereka usahakan; dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya.
Tujuan Al-Qur’an, menurut Abu Zahra, yaitu pensucian jiwa, penegakan
keadilan, dan perwujudankemaslahatan. Pensucian jiwadimaksudkan agar setiap
Muslim dalam setiap aktivitas dapat menjadi sumber kebaikan bagi bermasyarakat
di lingkungannya. Pendekatan dengan melakukan banyak ibadah yang di syriatkan,
karena dengan ibadah tersebut dapat membersihkan jiwa dan dapat memperkukuh
hubungan kesetiakawanan sosial ( ukuwah islamiyah, ukuwah insaniyah, dan ukuwah
wathaniyah ). Penegakan keadilan diharapkan dapat terwujud dalam kehidupan
masyarakat Muslim, yaitu keadilan yang bertalian dengan sesama umat Islam maupun
dalam berhubungan dengan umat yang berbeda keyakinan. Pendekatannya dapat
dilakukan di antaranya melalui pandangan bahwa setiap manusia mempunyai
kedudukan yang sama dalam kukum dan peradilan serta tidak ada perbedaan yang
didasarkan atas sertifikasi sosial. Selain itu, upaya menjunjung tinggi hak
asasi manusia harus dikedepankan, karena Islam mengharamkan tindak kekerasan,
penyiksaan, dan penganiyayaan. Perwujudan kemaslahatan adalah kemaslahatan
hakiki yang bertali dengan kepentingan umum, bukan kemaslahatan yang
dipengaruhi kepentingan pribadi maupun golongan apalagi yang dipengaruhi oleh
hawa nafsu.
Hukum islam yang
bertuuan untuk mewujudkan kepentingan dan kebaikan hidup manusia yang hakiki
menjadi itik perhatian yang utama. Sejalan dengan pemikiran Abu Zahra,
Alghazali, kepentingan hidup manusia tersebut terbagi tiga, yaitu kepentingan
pokok, skunder dan kepentingan pelengkap. Kepentingan pokok yaitu kepentingan
yang mutlak dibutuhkan oleh setiap manusia dalam upaya mewujudkan kemaslahatan
hidup (Al-Ghazali, t.t.: 286). Selain itu, Asy-Syatibiberpendapat bahwa tujuan
utama menciptakan manusia (Allah) menetapkan hukum-hukumnya adalah untuk
mewujudkan kemaslahatan hidup manusia, baik didunia maupun di akhirat. Oleh
karena itu, taklid dalam aspek hukum harus mengarah pada upaya merealisasikan
terwujudnya tujuan hukum tersebut. konsep maslahat dalam pandangan Asy-Syatibi mencakup seluruh aspek hukum
Islam dan bukan semata pada aspek yang telah diatur oleh nash, melainkan
mencakup tujuan Allah SWT menurunkan hukum Islam untuk mewujudkan kemaslahatan,
yaitu terpeliharanya lima aspek pokok bagaimana yang dikemukakan Al-Ghazali seperti yang dikutib Asy-Syatibi,
yaitu:
1)
Memelihara agama
2)
Memelihara jiwa
3)
Memelihara akal
4)
Memelihara harta benda
5)
Memelihara keturunan
Uraian diatas menunjukan, bahwa Al-Ghazali dan Asy-Syatibi
sependapat bahwa prinsip dasar dari tujuan hukum Islam adalah terwujudnya
kemaslahatan yang berpangkal kepada terpeliharanya lima aspek pokok dalam konsep Al-Maqosid As-Syariah, yaitu
kepentingan skunder adalah kepaningan yang diperlukan dalam kehidupan manusia
agar tidak mengalami kesulitan. Artinya ketika kepentinga itu tidak terpenuhi
secara maksimal dalam kehidupan manusia maka tidakakan merusak tata
kehidupannya, namun hanya mengakibatkan kesulitan. Kepentingan pelengkap, yaitu
kepentingan yang tidak terpenuhi juga tidak mengakibatkan kesulitan dalam hidup
apalagi merusak tatakehidupan manusia.
Apabila terpenuhi tiga kepentingan diatas, maka memberikan
kesempurnan dalam hidup manusia. Ketika manusia sanggup memenuhi kebutuhan
primer, skunder, maaka dalamkonsep falsafah hukum Islam kehidupan manusia tidak
akan mengalami kebinasaan, kehancuran, dan kepunahan. Dengan demikian jelaslah
untuk memenuhi kepentingan, kebahagiaan, kesejahteraan, dan keselamatan hidup
manusia di dunia dan di akhirat. Oleh karena itu, apabila hukum positif
berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadis dibandingkan dengan tujuan hukum islam, maka
ditemukan bahwa hukum Islam lebih tinggi dan bersifat abadi, artinya tidak
terbatas pada lapangan materi yang bersifat sementara. Sebab faktor-faktor
indifidu, masyarakat dan kemanusiaan pada umumnya selalu diperhatikan dan
dirangkaikan satu sama lain. Dan, dengan hukum Islam dimaksudkan agar kebaikan
mereka semua dapat terwujud. Dalam lapangan ibadah misalnya, shalat, puasa,
zakat, dan haji.hal ini dimaksudkan untuk membersihkan jiwa dan
mempertemukannya dengan tuhan, kesehatan jasmani, dan kebaikan individu, maupun
masyarakat bersama-sama dengan berbagai aspeknya. Hal itu, tampak lapangan
muamalat (hubungan sesama manusia) dengan segala aspeknya. Tujuan dimaksud
tampak jelas seperti yang terlihat pada aturan pokok hukum Islam yang menguasai
lapangan tersebut.
Tujuan hukum pada umumnya seperti yang telah diungkapkan diatas,
adalah menegakkan hukum yang berorientasi kepada keadilan sehingga terwujud
ketertiban dan ketentraman masyarakat. Oleh karena itu, putusan hakim harus
mengandung rasa keadilan agar dipatuhi oleh masyarakat.bila tujuan hukum
dilihat dari ketetapan hukum yang dibuat oleh Allah dan Nabi Muhammad SAW, baik
yang termuat dalam Al-Qur’an dan Hadis, yaitu untuk kebahagiaan hidup manusia
di dunia dan akhirat kelak, dengan jalan mengambil segala yang tidak berguna
bagi kehidupan manusia. Dengan kata lain, tujuan hukum Islam adalah
kemaslahatan hidup manusia dengan kata lain, tujuan hukum Islam adalah kemaslahatan
hidup manusia baik jasmani maupun rohani, individu dan masyarakat.
Tujuan hukum Islam dimaksud, dapat dilihat dari dua aspek, yaitu
aspek pembuatan hukumIslam adalah Allah dan Nabi Muhammad SAW serta aspek
manusia sebagai pelaku Dn pelaksana hukum Islam itu. Hal itu akan diuraikan
sebagai berikut:
1.
Kalau dilihat dari aspek pembuatan hukum Islam, maka tujuan hukum
Islam adalah untuk memenuhi keperluan hidup manusia bersifat primer, skunder,
dan tersier, dan untuk ditaati dan dilaksanakan oleh manusia dalam kehidupan
sehari-hari serta meningkatkan kemampuan manusia untuk memehami hukum Islam
melalui metodologi pembentukannya (ushul al-fiqh).
2.
Dilihat dari segi aspek pelaku hukum yakni manusia, maka tujuan
hukum Islam adalah untuk mencapai kehidupan yang bahagia. Caranya,yaitu
mengambil yang bermanfaat dan menolak yang tidak berguna bagi kehidupan.
Singkat kata adalah untuk mencapai keridhoan Allah dalam kehidupan manusia,
baik didunia maupun di akhirat.
Selain hal diatas, perlu diungkapkan bahwa tujuan hukum Islam dalam
penerapannya dalam kajian ushul fiqh, yaitu tujuan hukum Islam dimaksud menjadi
landasan bagi seorang ahli hukumIslam, baik dalam usahanya mengembngkan untuk
menjawab persoalan baru yang tidak didapati hukumnyasecara harfiah dalam wahyu,
dan dalam kepantingan untuk mengetahui apakah terhadap suatu kasus masih dapat
diterapkan suatu ketentuan hukum atau tidak dapat diterapkan. Sebab, ada
pergeseran nilai yang ditimbulkan oleh perubahan stuktur kehidupan sosial.
Karena pengetahuan maqashid asy- syariah merupakan kunci bagi keberhasilan mujtahid
dalam menentukan hasil ijtihadnya. Ijtihad dimaksud, dilaksanakan oleh seorang
mujtahid karena ada pegetahuan yang bersumber salah satunya dari maqashid asy- syariah. Pengetahuan bidang
ini mulai mendapat perhatian setelah Nabi Muhammad SAW wafat, disaat para
sahabat menghadapi berbagai persoalan baru sebagai akibat perubahan sosial yang
belum ada dimasa Rasullullah SAW. Untuk itu,teks wahyu yang amat terbatas itu
perlu diinterprestasi dan dikembangkan. Dalam situasi dan kondisi demikian,
para sahabat mulai menelusuri tujuan hukum Islam untuk dijadikan pedoman dalam
usaha menyelesaikan masalah-masalah baru dari adanya perubahan sosial dimaksud.
Dan bagi orang yang menjalankan hukumIslam atau aturan Islam biasanya akan
bijaksana, seangkan orang yang bijaksana merupakan cerminan bagi orang yang
beragama, yaitu beragama Islam.
Adapun tujuan hukum Islam dapat dilihat dari dua aspek:
1.
Aspek pembuat atau yang membuat hukum Islam itu sendiri yang
dimaksud atau yang menbuat, yaitu Allah SWT dan Rasulnya-Nya, yaitu Nabi
Muhammad SAW.
2.
Dari aspek manusia dan pelakunya, maka tujuannya adalah untuk
menuju hidup yang bahagia dengan cara mengambil yang berguna atau bermanfaat
dan meninggalkan atau menolak yang tidak berguna.
Dari sisi etimologis, kalimat maqashid asy- syariah terdiri
Dari dua unsur kata, yaitu maqoshid (مقصد) dan al-syari’ah.
Kata maqashid adalah jamak, dan kata tunggalnya adalah (مقصد) yang berati tujuan atau
maksud adapun al-syari’ah (الشريعة) berasal dari kata (شرع) yang berati peraturan
atau undang-undang. Dengan demikian, kalimat maqhosid al-syari’ah dapat diartikan
sebagai tujuan hukum syara’.
Dalam fenomena ini ulama ushul terdapat perbedaan istilah, diantara
mereka ada yang meng istilahkan maqasid al-ahkam, maqasid al-tasyri’, sedangkan
maqhosid al-syari’ah adalah ketentuan-ketentuan hukum yang di syariatkan
Allah untuk kemaslahatan manusia. Tujuan umum pembuatan syriat/hukum adalah
merealisasikan maslahat bagi manusia dalam kehidupan ini, baik baik dengan
mendapatkan manfaat bagi mereka, dengan menolak bahaya dari diri mereka.
Kemudian ada pula yang disebut dengan tujuan khusus dari di
syriatkannya sebuah ibadah. Misal shalat untuk mencegah perbuatan keji dan
munkar (QS.al-Ankabuut [29]:45)
45. bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al
Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-
perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah
lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui
apa yang kamu kerjakan.
Sehingga yang dimaksud maqashid al- syariah adalah makna-makna dan
tujuan-tujuan yang ditekan kan dalam syariat pada seluruh hukum-hukumnya atau
sebagian besarnya. Dan bisa juga diartikan tujuan dari pembuat syriat dalam
setiap hukum dari hukum-hukumnya.
Dalam perkembangan selanjut nya, kajian inimerupakan kajian utama
dalam filsafat hukum islam.sehingga pada akhirnya istilah maqashid syari’ah identik
dengan filsafat hukum islam. Tujuan hukum islam harus di ketahuin oleh mujahid
(orang yang melakukan ijtihad) dalam rangka mengembangkan pemikiran hukum dalam
islam secara umum dan menjawab persoalan-persoalan hukum kontemporer yang
khusus nya tidak di atur secara eksplisit oleh Al-Qur’an dsn Sunah. Semua
ketentuan hukum islam (syariah) baik yang berupa perintah maupun larangan,
sebagaimana tertera dalam Al-Qur’an dan Sunah, mempunyai tujuan tertentu. Tidak
ada ketentuan suatuapapun dalam syariah yang tidak mempunyai tujuan. Hukum
islam datang kedunia membawa misi yang sangat mulia. Yaitu sebagai rahmat bagi
seluruh manusia di muka bumi dalam (QS. Yunus[10]:57) dan
(QS.al-Anbiyaa’[21]:107).
Senada dengan pendapat di atas, mengembangkan doktrin maqashid
al-syariah dengan menjelaskan, bahwa akhir tujuan hukum islam adalah satu,
yaitu kemaslahatan dan kebaikan dan kesejahtraan umat manusia.
Pendapat al-syathibi didasarkan pada prinsip, bahwa tuhan
melembagakan syari’ah (hukum islam) demi kemaslahatan manusia, baik jangka
pendek maupun jangka panjang.
Maqashid syariah tidak dapat terwujudkan manakala tidak ditopang
dengan pokok-pokok bahasan yang dapat di satukan menjadi suatu kesatuan utuh,
sehingga dengannya dapat melahirkan suatu gagasan yang ingin dicapai oleh
syariat itu sendiri.
B.
BAGIAN-BAGIAN TUJUAN HUKUM ISLAM
1.
Perlindungan terhadap agama
Agama
adalah suatu yang harus dimiliki setiap manusia, karena dengan agama derajat
manusia akan menjadi lebih tinggi daripada makhluk lainnya, kemudian juga untuk
memenuhi hasrat jiwanya. Agama Islam merupakan nikmat tertinggi yang dimiliki
manusia.
Agama Islam harus terpelihara dan
terjaga dari orang-orang yang berusaha merusak akidah-akidah yang terkandung di
dalamnya. Baik itu dalam mencampurkan hal mendasar seperti akhlak dan ibadah
dengan aliran yang sangat merugikan manusia.
Dengan
munculnya berbagai peristiwa dalam hal memeluk agama ini, Al-Qur’an tetap
menolak segala bentuk pemaksaan, karena orang yang diberi petunjuk oleh Allah,
maka Dia akan membukakan dan menerangkan mata hatinya, lalu orang itu
akan masuk Islam dengan bukti dan juga hujjah. Barangsiapa yang hatinya
dibutakan, pendengaran, dan penglihatannya ditutup oleh Allah, maka tidak ada
gunanya mereka masuk Islam dalam keadaan dipaksa, sebagaimana dikatakan oleh
Ibnu Katsir.
Untuk
orang-orang nonmuslim, Islam menjaga tempat peribadatan mereka, menjaga kehormatan
syiar mereka, bahkan menjadikan salah satu sebab diperkenankannya berperang
adalah karena untuk men jaga kebebasan beribadah, dan ini tersirat dalam
firmanNya Al Hajj ayat 39 sampai 40.
39. telah diizinkan
(berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena Sesungguhnya mereka telah
dianiaya. dan Sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu,
40. (yaitu)
orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang
benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan Kami hanyalah Allah".
dan Sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian
yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja,
rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di dalamnya banyak
disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong
(agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha kuat lagi Maha perkasa,
Dalam
perlindungan pada agama ini, islam mengatur pokok hubungan dengan
orang-orang non muslim dalam ssurah al mumtahanah ayat 8 dan 9.
2.
Perlindungan terhadap nyawa
Hak pertama dan paling utama yang
diperhatikan islam adalah hak hidup, hak yang disucikan dan tidak boleh
dihancurkan kemuliaannya. Manusia adalah ciptaan Allah. Islam dan diharamkannya
membunuh secara umum. Di titik puncak perlindungan tehadap nyawa yang diberikan
perhatian oleh islam. Ini adalah poin tertinggi yang dilakukan oleh agama islam
yang tidak dapat dicapai oleh syariat apapun di dunia ini. Perilaku penyiksaan
terhadap jiwa, menyakiti diri senidir dan orang lain, hingga kegiatan
bunuh-membunuh sangatlah dilarang dan diharamkan oleh islam. Karena ini adalah
perilaku merusak sesuatun yang seharusnya dijaga dan diperhatikan.
3.
Perlindungan terhadap akal
Akal merupakan sumber hikmah
(pengetahuan), sinar hidayah, cahaya mata hati, dan media kebahagiaan manusia
di dunia dan Akhirat. Dengan akal, surat perintah dari Allah SWT disampaikan,
dengannya pula manusia menjadi pemimpin di muka bumi, dengannya pula manusia
menjadi sempurna, mulia dan berbeda dengan makhluk lainnya.
4.
Perlindungan terhadap kehormatan
Islam
menjaga kehormatan manusia dengan memberikan perhatian yang sangat besar. Yang
dapat digunakan untuk memeberikan spesialisasi kepada hak asasi mereka.
Perlindungan ini jelas terlihat dalam sanksi berat yang dijatuhkan dalam
masalah zina. Masalah menghancurkan kehormatan orang lain. Islam juga memeberi
perlindungan melalui pengharaman terhadap ghibah (menggunjing). Mengadu
domba. Memata-matai. Mengumpat. Dan mencela dengan menggunakan
panggilan-panggilan buruk, juga perlindungan-perlindungan lain yang
bersinggungan dengan kehormatan dan kemuliaan manusia.
5.
Perlindungan terhadap harta benda
Harta
merupakan salah satu kebutuhan inti dalam kehidupan, dimana manusia tidak akan
terpisah darinya. Manusia mencari harta benda demi mendapatkan pengakuan di
dunia ini, selain itu manusia mencari harta agar tetap bias bertahan hidup.
Namun, semua motivasi ini dibatasi dengan tiga syarat, yaitu harta
dikumpulkannya dengan cara yang halal, dipergunakan untuk hal-hal yang halal,
dan dari harta ini harus dikeluarkan hak Allah dan masyarakat tempat dia hidup.
Allah pun menjaga harta manusia dengan cara pemberian hukuman dan larangan yang
dapat merusak dan mengancam harta manusia seperti, pencurian, perampokan
dan tindakan buruk lainnya yang bersifat mengancam harta seseorang.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Tujuan
hukum pada umummnya seperti yang telah di ungkapkan diatas, adalah menegakkan
hukum yang berorientasi kepada keadilan sehingga terwujud ketertiban dan
ketentraman masyarakat. Oleh karena itu, putusan hakim harus mengandung rasa
keadilan agar dipatuhi oleh masyarakat. Bila tujuan hukum dari ketetapan hukum
yang dibuat oleh Allah dan Nabi Muhammad SAW, baik yang termuat dalam Al-Qur’an
dan Hadis, yaitu untuk kebahagiaan hidup manusia didunia dan di akhirat kelak,
dengan jalan mengambil segala yang tidak berguna kepada kehidupan manusia.
Dengan kata lain, tujuan hukum Islam adalah kemaslahatan hidup manusia baik
jasmani maupun rohani, individu dan masyarakat.
Adapun
bagian-bagian tujuan hukum Islam antara lain:
1.
Perlindungan terhadap agama
2.
Perlindungan terhadap nyawa
3.
Perlindungan terhadap akal
4.
Perlindungan terhadap kehormatan
5.
Perlindungan terhadap harta benda