BAB I
Pendahuluan
Zakat adalah suatu
hak Allah yang dikeluarkan seseorang kepada fakir miskin yang didalamnya
terkandung harapan untuk memperoleh berkah dan mempunyai banyak kebaikkan. Mengeluarkan
zakat adalah merupakan rukun Islam yang ketiga, hukumnya adalah wajib, sama
dengan rukun Islam yang lainnya.
Harta yang wajib
dizakatkan ada dua macam : pertama harta yang nampak (terlihat), yang kedua
harta yang tidak nampak (tidak terlihat). Harta yang nampak adalah harta yang
tidak nampak adalah harta yang tidak mungkin disembunyikan seperti :
tanaman,binang ternak,dan buah-buahan dan lai-lain sebagainya. Harta yang tidak
nampak adalah harta yang memungkinkan untuk disembunyikan,seperti : emas dan
barang tambang.
Dalam makalah ini
akan dibahas tentang zakat emas dan pertambangan mulai dari
bentuknya, nishab dan kadar wajibnya, serta segala sesuatu yang berhubungan
dengan zakat emas dan barang tambang.
BAB II
Pembahasan
Zakat Emas Dan Pertambangan
A. Pengertian
Zakat adalah hak yang
harus dikeluarkan oleh seseorang kepada fakir miskin yang didalamnya terkandung
harapan untuk mendapatkan berkat, membersihkan jiwa dan memupuknya dengan
berbagai kebajikan dengan syarat dan rukun tertentu. Islam mewajibkan zakat
emas,hasil tanaman, buahan,binatang ternak, barang tambang dll. Pada kesempatan
ini hanya membahas tentang emas, perak dan barang tambang.
Dalil kewajiban zakat
emas dan perak adalah berdasarkan firman Allah dalam Al-qur’an surat
(at-Taubah: 34-35)[1]
“….dan orang-orang
yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka
beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih,
Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar
dengannya dahi mereka, Lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada
mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, Maka
rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu."
Beberapa pendapat
para ulama tentang zakat emas
- Ulama
fiqih, berpendapat bahwa emas wajib dizakati jika cukup nishabnya yaitu
nishab emas 20 mithqol, nishab perak 200 dirham, mereka memberi syarat
yaitu berlalunya waktu satu tahun dalam keaadan nishab juga jumlah wajib
dikeluarkan adalah 2,5%.
- Imamiah,
berpendapat bahwa wajib zakat emas jika berada dalam bentuk uang dan tidak
wajib dizakati jika berbentuk barang atau perhiasan.
- Hambali,
berpendapat bahwa uang kertas tidak wajib dizakati kecuali jika ditukar
dengan emas dan perak.
- Menurut
tiga mazhab, berpendapat bahwa emas wajib dizakati jika dalam bentuk
barang dan dalam bentuk uang mereka berbeda pendapat mengenai emas dalam
bentuk perhiasan sebagian mewajibkan zakat dan sebagian lain tidak
mewajibkannya.
- Mengenai
uang imamiah mewajibkan 1/5 atau 20% dari sisa belanja dalam satu tahun.
Menurut Syafi’I, Maliki dan Hanafi uang kertas tidak wajib dizakati
kecuali telah dipenuhi semua syarat yaitu telah sampai nishab dan telah
cukup satu tahun.
Syarat wajib zakat
emas adalah:
1. Milik orang islam
2. Yang memiliki
adalah orang yang merdeka
3. milik penuh
(dimiliki dan menjadi hak penuh)
4. sampai nishab
5. genap satu tahun
Para puqoha berbeda
pendapat tentang hasil pertambangan yang wajib zakat:
- Abu
Hanifah mewajibkan zakat pada hasil tambang yang bias dicetak musalnya
emas, perak,kuningan dan tembaga
- Abu
Yusuf mewajibkan zakat pada hasil tambang yang digunakan untuk hisan
misalnya permata
- Imam
Syafi’i zakatnya wajib pada emas dan perak jika telah dibersihkan dan
mencapai senisab
B. Nishab zakat emas
Nishab zakat emas
adalah 20 dinar (85 gram emas) zakat tersebut wajib dikeluarkan, apabila telah
memenuhi syarat maka wajiblah seseoarang untuk mengeluarkan zakatnya sebanyak
1/40 yakni 1/2 dinar. Setiap lebih dari dua puluh dinar sipemilik wajib
mengeluarkan 1/40-nya lagi.
C. Nishab zakat pertambang
Mengenai besar zakat yang harus
dikeluarkan. Maka disini ulama berbeda pendapat Abu Hanifah dan kawan-kawan
zakat barang tambang harus dikeluarkan zakatnya sebesar 20%. Tetapi Ahmad dan
Ishaq berpendapat bahwa dikeluarkan zakatnya sebesar 2.5% berdasarkan qias
dengan zakat uang.
Tambang yang dihasilakn dari
perut bumi banyak jenisnya. Menurut Ibnu Qudamah contoh tambang adalah
emas,timah,besi,intan,batu permata, batu bara dll. Barang tambang yang cair
seperti aspal, minyak bumi, belerang, gas dan sebagainya. Menurut mazhab maliki
barang tambang itu terbagi kepada 2 bagian:
1.
Diperoleh
melalui isaha yang sangat berat, tentang hal itu telah sudah ada kesepakatan
bahwa hanya dikenakan zakat biasa
2.
Diperoleh
melalui tanpa usaha yang berat. Dalam hal ini maliki tidak mempunyai pendapat
yang tegas. ia pernah mengatakan bahwa besar zakatnya adalah 2.5% sama dengan
zakat uang. Tetapidilain kali ia mengatakan bahwa zakat yang harus dikeluarkan
adalah 20%.
Abu Hanifah dan sahabatnya
berpendapat bahwa setiap barang tambang yang diolah dengan menggunakan api atau
dengan kata lain diketok dan ditempa, harus dikeluarkan zakatnya. Akan tetapi
barang tambang cair atau padat yang tidak diolah dengan menggunakan api tidak
diwajibkan mengeluarkan zakatnya. Pendapat mereka ini didasarkan atas qias
kepada emas yang kewajibannya mengeluarkan zakatnya ditetapkan dengan dalil
nash dan jimak para ulama. Barang tambang yang menyerupai emas dalam hal ini
sama-sama diolah dengan api disamakan hukumnya dengan emas tersebut.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Para ulama fiqih telah sepakat atas kewajiban
menunaikan zakat mas dan pertambangan yang di qiaskan dan memliki hukum yang
sama.
2. Emas dan perak yang dizakatkan itu harus mencapai satu
nisab.
3. Nisab emas20 dinar sedangkan perak 200 dirham.
Sehingga besar zakat keduanya adalah 2.5%
4. Barang tambangan adalah barang yang dihasilkan dari
perut bumi yang belum diolah atau belum jadi yang merupakan peninggalan ummat
sebelumnya salah satu syarat untuk mengeluarkan zakatnya harus mencapai satu
nisab.
DAFTAR PUSTAKA
·
Qardawi
yusuf. 1999. Hukum Zakat. (Bandung: Mizan).
·
Jawad
Muhammad Mughaniah. 2000. Fiqih Lima Mazhab. ( Jakarta: PT. Lentera Basritama).
·
Al-Ahkam
As-sultaniyah,Amam Al.maeardi.
·
Ali
Hasan M.Zakat dan infak. ( jakarta-kencana.2006).
·
Sabid
sayyid. 2006. Fiqih Sunnah ( Jakarta: Pena Ilmu dan Amal).