IDUL
FITHRI: MOMENT TOREHKAN TINTA MAS
Rudy Irawan, M.S.I.
Tanggal 5 Juni 2019 Umat Islam di seluruh
Indonesia merayakan Idul Fitri 1440 H. Ada yang sudah merayakannya 4 Juni 2019
seperti di Arab Saudi dan Amerika Serikat. Perbedaan ini soal biasa saja, tidak
perlu dipersoalkan, karena pemberlakuan mathla’ internasional, memang tidak
mudah. Karena edar matahari dan bulan memag berbeda antara Indonesia dan negara
tersebut.
Hadirnya Idul Fitri, menghadirkan kegembiraan karena siapa yang berhasil
berpuasa di bulan suci Ramadhan, berarti ia merayakan kemenangan, karena
kembali pada kesucian dirinya, setelah dicuci melalui lapar, haus, pantang
hubungan suami isteri, dan hal lain yang membagalkan puasa, dan disempurnakan
dengan membayar zakat, sebagai wujud ibadah sosial pada sesama yang
membutuhkan. Namun di sisi lain, kita ditinggalkan bulan penuh rahmat,
maghfirah, dan keberkahan. Bulan yang memicu dan memacu kuantitas dan kualitas
ibadah kita, karena banyak dilipatgandakan pahala.
Rasulullah saw mengingatkan kita “seandainya umatku mengetahui
kebaikan-kebaikan dalam bulan suci Ramadhan, sungguh mereka berharap seluruh
tahun menjadi Ramadhan”. Hadits tersebut, sangat populer. Tentu ini pesan
substantif, yang harus dimaknai dan difahami secara cerdas essensi dan
tujuannya. Karena bulan Syawal, pasti datang, dan Ramadhan pasti meninggalkan
kita. Untuk itu, spirit dan motivasi ibadah baik mahdlah maupun sosial, perl
uterus dijaga seperti kita di bulan Ramadhan.
Syawal secara bahasa artinya meningkat. Laksana kendaraan yang baru saja
diservice secara menyeluruh, rasanya seperti baru. Maka power dan kenyamanannya
laksana kendaraan baru. Tentu ini analog yang sangat sederhana. Keberadaan diri
kita yang dibekali oleh Allah, chip sensorik yang dalam keadaan fithri, ia
hanya ingin, angan, dan upayanya, meminjam Ibnu Sina, filosuf muslim kenamaan,
hanyalah yang baik, benar, dan indah. Ini paralel dengan term uli l-albab dalam
bahasa Al-Qur’an.
Kata albab bentuk jamak (plural) dari kata lubb, artinya keinginan untuk
berbuat baik (dairatu l-ma’arif). Indikator uli l-albab di dalam al-Qur’an
disebutkan “mereka yang senantiasa berdzikir mengingat Allah, baik dalam
keadaan berdiri, duduk, dan berbaring, dan berfikir tentang berbagai penciptaan
langit dan bumi, karena tidak ada penciptaan Allah yang sia-sia” (QS. Ali
Imran: 191).
Leluhur kita mengajarkan, bahwa bersilaturrahim dan halal bihalal, semua
dirancang oleh KH Wahab Hasbullah, atas usul Bung Karno, yang melihat ada
perbedaan kecenderungan politik yang amat tajam. Tidak cukup hanya dengan
rekonsiliasi, akan tetapi bagaimana kemasan format rekonsiliasi yang lebih
bernilai, lebih menyentuh dari hati ke hati, bahwa persatuan, kesatuan, dan
mengkonstruksi bangunan persaudaraan sejati sesama anak bangsa, apapun beda
agama, pilihan politik, suku, dan budaya, adalah modal utama dari kebhinnekaan
dan kemajemukan Indonesia. Tidak ada bangsa mana pun di dunia ini, yang lebih
majemuk, bhinneka, dan pluralitas, dari Indonesia. Namun bangsa ini sejak dari
kemerdekaannya, 1945, hingga sekarang ini, masih dan akan terus tetap utuh,
sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Mudik dan halal bihalal adalah kata kunci, perekat perbedaan dan
kekuatan persatuan dan kesatuan Indonesia. Meskipun seakan hanya setahun sekali
rekatan silaturrahim itu, akan tetapi makna san implikasi positifnya luarbiasa.
Mudik bukan hanya pengalihan sektor ekonomi, akan tetapi inilah cerminan
keberagamaan setiap orang yang berkiprah di luar daerahnya, mewajibkan diri
untuk mudik dan bersilaturrahim.
Di
tengah suasana implikasi politik pasca pilpres, yang hasilnya diumumkan di
bulan Ramadhan, juga tersejukkan oleh suasana Ramadhan, meskipun masih
menyisakan peristiwa 21-22/5/2019 yang dicatat sejarah, sebagai peristiwa yang
menguras keprihatinan dan juga mengiris rasa kemanusiaan kita.
Torehkan Tinta Mas
Perjalanan hidup kita ini, sepenuhnya diserahkan oleh Allah pada kita,
apakah mau dihiasi dengan nilai raport merah atau hitam, atau bahkan dengan
tinta mas. Allah mengaruniai kita hati (qalbu). Qalbu artinya bergerak-gerak.
Kendali hati dengan iman dan pemupukannya melalui amal shalih dan jalankan
islam (syariah), akan lahirkan ihsan. Ihsan arti bahasanya berbuat baik, dalam
terminologi, adalah apabila kita beribadah kepada Allah, yakinlah kita
melihat-Nya, atau jika tidak mampu, maka yakinlah kita bahwa Allah senantiasa
melihat kita (Riwayat al-Bukhari).
Untuk kita renungkan secara seksama, pesan Rasulullah saw “barangsiapa
yang hari ini lebih baik dari hari kemarin, maka dialah orang yang beruntung.
Barangsiapa yang hari ini sama dengan hari kemarin, maka dialah orang yang
merugi. Berangsiapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin, maka dialah
orang yang tertipu”. (Riwayat al-Hakim).
Bagi Anda yang mudik jaraknya sangat jauh, dan kita semua yang mudik,
jangan lupa ziarahi orang tua, baik yang masih hidup atau yang sudah di alam
kubur, agar hatimu jadi lembut, ingat akhirat, dan ingat kematian. Dari
sinilah, kita bertekad untuk menorehkan tinta mas perjalanan hidup kita. Semoga
kita selama satu tahjn ke depan denantiasa dalam kebaikan.
Ja’alana Allah wa iyyaakum min al-‘aidin wa l-faizin, taqabbala Allah
minnaa wa minkum taqabbal yaa kariim. Semoga Allah menjadikan kita kembali pada
kesucian, yang berbahagia, semoga Allah menerima ibadah kita semua wahai Dzat
Yang Maha Mulia.