MAKSIAT
SERIBU BULAN
Fathul Mu’in, MHI
Fathul Mu’in, Dosen Fakultas
Syariah UIN Raden Intan Lampung
fathulmuin@radenintan.ac.id
Ramadhan merupakan momentum yang pas untuk
saling mengingatkan dalam hal kebajikan dan kesabaran. Seluruh amal pahalanya
dilipatgandakan. Bahkan, aktivitas sunah pahalanya seperti wajib. Begitu juga
sebaliknya, jika orang melakukan maksiat di bulan Ramadan, dia melakukan dua
kesalahan sekaligus. Pertama, melanggar larangan Allah. Kedua, menodai
kehormatan Ramadan dengan maksiat yang dia kerjakan.
Ini memberi pelajaran agar semakin waspada
dengan yang namanya maksiat pada Ramadan. Sebab maksiat itu akan merusak puasa.
Selain banyak keutamaan, di bulan Ramadan juga ada satu malam yang lebih baik
dari seribu bulan.
“Sesungguhnya kami telah menurunkannya
(Alquran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?
Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun
malaikat-malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur
segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS Al
Qadar: 1—5).
Lailatulkadar berarti malam diturunkannya
Alquran dan juga berarti satu malam pada Ramadan yang lebih baik dari seribu
bulan. Pada malam itu, seluruh malaikat turun ke bumi untuk mencatat amal baik
hingga terbit fajar. Begitu istimewanya lailatulkadar membuat umat Islam
berlomba-lomba untuk mendapatkannya.
Namun, baik Allah swt atau Rasulullah Muhammad
saw tidak menjelaskan secara pasti kapan lailatulkadar itu terjadi. Sebab,
malam lailatulkadar merupakan malam yang sengaja dirahasiakan oleh Allah
sebagai satu ujian kepada umat Islam dalam mencari dan meraih rahmat serta
kasih sayang-Nya.
Justru bagi mereka yang benar-benar beriman
kepada Allah dan senantiasa istikamah dalam melakukan ibadah sepanjang Ramadan,
pastinya mereka tidak akan terlepas untuk menemui malam yang lebih mulia
daripada seribu bulan ini.
Setiap muslim pasti menginginkan malam penuh
kemuliaan, lailatulkadar. Malam ini hanya dijumpai setahun sekali. Orang yang
beribadah sepanjang tahun tentu lebih mudah mendapatkan kemuliaan malam
tersebut karena ibadahnya rutin dibanding dengan orang yang beribadah
jarang-jarang. Untuk itu, jika kita tidak tahu kapan sebenarnya lailatulkadar
itu, sebaiknya kita berlomba-lomba mengerjakan kebajikan di sisa Ramadan ini.
Seperti iktikaf di masjid, salat malam, dan tadarus Alquran. Setiap malam di
bulan Ramadan berpotensi lailatulkadar.
Karena pelaku kebajikan mendapatkan pahala
seribu bulan, hal itu juga berlaku untuk sebaliknya. Pelaku kejahatan dan
kemaksiatan yang dilakukan pada malam lailatulkadar juga akan mendapat ganjaran
sebanyak seribu bulan. Misalnya pada malam itu mabuk-mabukan, memakai narkoba,
berzina, berjudi, korupsi, mencuri, membegal maupun perbuatan yang dilarang
lainnya. Meskipun melakukan satu kali ternyata saat itu adalah lailatulkadar,
dia dicatat sebagai pelaku maksiat sepanjang seribu bulan lamanya.
Saatnya
Berbakti
Bulan Ramadhan juga
momen yang tepat untuk berbakti kepada kedua orang tua. Berbakti merupakan
kewajiban yang harus dijalankan setiap anak kepada orang tuanya. Banyak kisah
yang menjelaskan tentang keutamaan berbakti. Salah satunya adalah kisah Uwais
Al Qarni, seorang pemuda negeri Yaman yang miskin dan berpenyakit.
Pemuda ini selalu
merawat dan memenuhi semua permintaan ibunya yang lumpuh. Tapi ada satu permintaan
ibunya yang sulit dikabulkannya. “Anakku, mungkin ibu tidak lama lagi
bersamamu. Tolong usahakan agar ibu dapat berhaji ke Tanah Suci,” kata ibu
Uwais.
Permintaan sang ibu
membuat Uwais kaget. Sebab perjalanan ke Mekah sangat jauh, melewati padang tandus
yang panas dan naik turun. Sedangkan Ia miskin yang tidak punya unta dan harta
untuk membawa sang ibu pergi haji.
Uwais Al Qarni
kemudian mencari jalan keluar dengan membeli seekor anak lembu dan membuatkan
kandang di puncak bukit. Setiap pagi Uwais bolak-balik menggendong anak lembu
itu naik turun bukit.
Tak pernah ada hari
yang terlewatkan menggendong lembu naik-turun bukit. Makin hari anak lembu itu
makin besar, dan makin besar pula tenaga yang diperlukan Uwais. Tetapi karena
latihan tiap hari, anak lembu yang membesar itu tak terasa lagi. Setelah
sekitar delapan bulan berlalu, sampailah pada musim haji. Lembu Uwais telah
mencapai 100 kilogram, begitu juga otot Uwais yang makin kuat.
Ternyata maksud Uwais
menggendong lembu setiap hari adalah latihan untuk menggendong ibunya dari
Yaman ke Makah. Ia rela menempuh perjalanan jauh dan sulit, demi memenuhi
keinginan ibunya haji. Uwais berjalan tegap menggendong sang ibu wukuf. Ibunya
terharu dan bercucuran air mata karena telah melihat Baitullah.
Di hadapan Kakbah
Uwais berdoa. “Ya Allah, ampuni semua dosa ibu,” kata Uwais dalam doanya. “Lalu
bagaimana dengan dosamu? tanya sang Ibu. Uwais menjawab, “Dengan terampuninya
dosa ibu, maka ibu akan masuk surga. Cukuplah ridha dari ibu yang akan
membawaku ke surga.” Allah kemudian memberikan karunia kepada Uwais dengan
menyembuhkan penyakit belang-belang di tubuhnya. Hanya tertinggal bulatan putih
di tahannya. Pada akhirnya, hikmah dari bulatan yang disisakan Allah di tubuh
Uwais adalah tanda untuk Umar bin Khatab dan Ali bin Abi Thalib untuk mengenali
Uwais.
Suatu ketika Uwais
pergi ke Madinah ingin bertemu Rasulullah. Namun di rumah sang Nabi Uwais tidak
bertemu dengannya melainkan bertemu Siti Aisyah. Sebab Rasulullah tengah
berperang di jalan Allah. Betapa kecewanya hati Uwais karena dari jauh datang
tetapi tidak dapat menjumpai sehinga ia memilih untuk pulang.
Peperangan telah usai.
Sesampainya di rumah, Nabi menanyakan kepada Siti Aisyah, tentang orang yang
mencarinya. Nabi mengatakan bahwa Uwais anak yang taat kepada ibunya adalah
penghuni langit. Mendengar perkataan Nabi, Siti Aisyah dan para sahabat
tertegun. Nabi Muhammad melanjutkan keterangannya tentang Uwais Al Qarni,
penghuni langit itu kepada sahabat, “Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia,
perhatikanlah ia mempunyai tanda putih di tengah telapak tangannya,”. Setelah
itu, Nabi memandang Ali dan Umar seraya berkata, “Suatu ketika apabila kalian
bertemu dengan dia, mintalah doa dan istighfarnya. Dia adalah penghuni langit,
bukan orang bumi.”
Waktu terus berganti,
dan Nabi pun wafat. Kekhalifahan Abu Bakar pun telah digantikan oleh Umar bin
Khatab. Suatu ketika Khalifah Umar teringat akan sabda Nabi tentang Uwais Al
Qarni, penghuni langit. Beliau segera mengingatkan kembali sabda Nabi itu
kepada Ali bin Abi Thalib. Sejak saat itu setiap ada kafilah yang datang dari
Yaman, Umar dan Ali selalu menanyakan tentang Uwais Al Qarni.
Rombongan dari Yaman
datang ke daerah itu silih berganti, membawa barang dagangan. Suatu ketika,
Uwais Al Qarni turut bersama mereka. Rombongan kafilah itu pun tiba di kota
Madinah. Melihat ada kafilah yang baru datang dari Yaman, segera Umar dan Ali
mendatangi mereka dan menanyakan apakah Uwais Al Qarni turut bersama mereka.
Kafilah kemudian menunjukkan Uwasi kepada Umar dan Ali. Sewaktu berjabatan,
Khalifah dengan segera membalikan telapak tangan Uwais. Seperti yang pernah
dikatakan Nabi. Memang benar tampaklah tanda putih di telapak tangan Uwais Al
Qarni.
Umar dan Ali kemudian
memohon agar Uwais membacakan doa dan Istighfar untuk mereka. Uwais enggan dan
dia berkata kepada Khalifah, “Sayalah yang harus meminta doa pada kalian”.
Mendengar perkataan Uwais, khalifah berkata “Kami datang kesini untuk mohon doa
dan istighfar dari Anda”. Seperti dikatakan Rasulullah sebelum wafatnya. Karena
desakan kedua sahabat ini, Uwais Al Qarni akhirnya mengangkat tangan, berdoa
dan membacakan istighfar.
Beberapa tahun
kemudian, Uwais Al Qarni wafat. Anehnya, pada saat akan dimandikan, tiba-tiba
sudah banyak orang yang berebut ingin memandikannya. Dan ketika dibawa ke
tempat pembaringan untuk dikafani, di sana pun sudah banyak orang yang sudah
menunggu untuk mengafaninya. Demikian pula ketika orang pergi hendak menggali
kuburannya, di sana ternyata sudah ramai orang-orang yang menggali kuburnya
hingga selesai. Ketika keranda dibawa ke pekuburannya, luar biasa banyaknya
orang yang berebutan untuk menusungnya.
Meninggalnya Uwais Al
Qarni telah menggemparkan masyarakat Yaman. Banyak terjadi peristiwa
mengherankan. Begitu banyak orang yang tak kenal berdatangan untuk mengurus
jenazah dan pemakamannya. Padahal Uwais Al Qarni adalah seorang fakir yang
tidak dihiraukan masyarakat Yaman. Penduduk Yaman tercengang dan saling
bertanya siapa sebenarnya engkau Wahai Uwais Al Qarni? Bukankah Uwais hanyalah
seorang fakir, yang tak memiliki apa-apa? Tapi, ketika hari wafatnya
menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak
pernah dikenal sedemikian banyaknya. Tampaknya mereka adalah para malaikat yang
diturunkan ke bumi, hanya untuk mengurus jenazah dan pemakamannya.
Baru saat itulah
penduduk Yaman mengetahuinya, siapa sebenarnya Uwais Al Qarni. Tidak ada orang
yang mengetahui siapa sebenarnya Uwais Al Qarni disebabkan permintaan Uwais Al
Qarni kepada Khalifah Umar dan Ali agar merahasiakan tentangnya.Yang masih
punya ayah dan ibu muliakan dan bahagiakan dia. Bagai perantau, momentum
mudik tahun ini harus kita jadikan sarana untuk berbakti kepada mereka.